Jakarta (ANTARA) - Keluarga Besar Nahdatul Ulama (KBNU) Jakarta Utara meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) HM Sattar Taba.

"Ada sekitar 20 kasus dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp64,1 miliar," kata ketua KBNU Jakarta Utara di Gedung KPK Jakarta, Kamis.

Baca juga: CBA desak KPK periksa Dirut KBN terkait dugaan korupsi Rp7,7 miliar

Baca juga: Pendiri KBN: Kembalikan KBN kepada fungsi utamanya

Baca juga: Polisi dalami kasus penggelapan Dirut PT KBN terkait Pelabuhan Marunda


Tidak hanya melakukan koordinasi, sekitar 30 orang masa KBNU juga melakukan orasi di depan gedung KPK dengan membawa spanduk dan poster periksa dan adili direktur PT KBN Sattar Taba.

Sejumlah tuntutan KBNU diantaranya KPK dapar melakukan audit investigasi pada 20 kasus dugaan korupsi di KBN.

Mengaudit seluruh proyek yang dijalankan PT BKN yang dijalankan sejak 2014 sampai saat ini.

Memanggil dan memeriksa Direktur Utama PT BKN H.M. Sattar Taba sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proyek-proyek di PT KBN. Mengaudit harta kekayaan H.M. Sattar Taba.

KBNU juga meminta KPK agar memanggil untuk dimintai keterangan enam hakim, yakni tiga dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan 3 dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Para hakim itu yang memutuskan perkara PT KBN dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN).


masa KBNU melakukan orasi di depan gedung KPK dengan membawa spanduk dan poster periksa dan adili direktur PT KBN Sattar Taba, Jakarta, Kamis (11/7/2019) (ANTARANEWS/FAUZI LAMBOKA)

Dugaan korupsi

KBNU Jakarta Utara menemukan 20 kasus dugaan korupsi pada PT KBN dalam kurun waktu 2014-2016. Adapun potensi kerugian Negara sebesar Rp64.187.898.355.

KBNU mencontohkan kerjasama sewa tanah antara PT KBN dan dua investor PT Sion dan PT Karya Teknik Persindo diduga harga sewanya sengaja dimurahkan.

Akibatnya adanya potensi kerugian negara sebesar Rp4.235.153.520. Ada juga dalam proyek Penggunaan lahan depo oleh PT Kharisma Astra Nusantara seluas 23.000 meter persegi, ternyata tidak dibuatkan Surat Perjanjian sewa menyewa.

Tercatat hal itu terjadi sejak Desember 2013 sampai dengan pemeriksaan SPI 22 Juni 2015 baru melakukan angsuran pembayaran sebesar Rp5,38 miliar.

Menurut KBNU, modus yang banyak ditemukan dalam kasus proyek PT KBN adalah dengan memainkan perjanjian kontrak.

Oknum PT KBN tidak segan-segan melakukan wanprestasi dalam menjalankan perjanjian kontrak demi tujuan tertentu.

KBNU menduga modus itu juga dilakukan dalam kasus PT KBN dengan PT Karya Citra Nusantara terkait masalah pengelolaan Pelabuhan Marunda.

Hal ini terlihat dari Addendum Kontrak yang sampai terjadi tiga kali dan hingga saat ini masih berlarut-larut.

Bahkan kasus ini terlihat janggal dengan dimenangkannya PT KBN oleh Majelis Hakim pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.