Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius menilai mantan militan ISIS atau Foreign Terrorist Fighters (FTF) tidak boleh dimarginalkan.

"Di satu sisi kita siapkan pencegahan, di sisi lain yang sudah terpapar kita netralkan bukan dimarginalkan. Tinggal tunggu waktu saja kalau dimarginalkan," kata Suhardi Alius dalam diskusi bertajuk "Para Pengejar Mimpi ISIS: Layakkah Mereka Kembali?", di Jakarta, Selasa.
​​​​
Pernyataan Suhardi terkait kalahnya benteng terakhir ISIS di Desa Baghouz, Dayr Az-Zawr, oleh militer koalisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang membuat puluhan ribu orang, yang dulu bergabung dengan kelompok teroris itu terkatung-katung.

Baca juga: BNPT diskusikan pemulangan WNI simpatisan ISIS di interparlemen

Sedikitnya terdapat sekitar 73 ribu pengungsi yang merupakan wanita dan anak-anak kini berada di kamp Pengungsian Al-Hawl, di antaranya termasuk dari Indonesia.

Terdapat pula pria asal Indonesia yang kini berada di tahanan Suriah. Semuanya menyatakan ingin kembali ke tanah air.

Berdasarkan penelusuran BNPT tidak sedikit anak-anak WNI yang dibawa ke Suriah menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia untuk mengejar prestasi akademiknya kembali.

Baca juga: 32 terduga teroris Kalteng ikuti program deradikalisasi BNPT

Ada pula fakta bahwa perempuan WNI yang pergi bersama suaminya dan anak-anaknya ke Suriah dan menjadi bagian dari ISIS, namun dalam perjalanannya suaminya meninggal dunia dan perempuan WNI itu kemudian menikah dengan kombatan ISIS dan memiliki anak.

Anak-anak hasil perkawinan dengan kombatan ISIS itu turut menjadi persoalan lain apakah akan dibawa ke tanah air atau tidak.

Meskipun demikian, kata Suhardi, keputusan terkait dipulangkan atau tidaknya WNI mantan FTF ISIS ke Tanah Air, akan dibicarakan lintas sektoral.

Baca juga: BNPT: Waspadai ancaman ISIS dari Marawi

Dia mengatakan di Eropa, warga negara yang berperang untuk negara asing secara otomatis akan kehilangan kewarganegaraannya. Namun hal itu masih menjadi perdebatan di Indonesia.

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail yang banyak meneliti terkait FTF menilai bahwa WNI mantan kombatan ISIS jika dilatih oleh BNPT dapat menjadi role model membawa virus kebaikan bagi pihak-pihak yang belum terpapar radikalisme.

Dia memberikan contoh, ketika seseorang yang bukan perokok mengimbau seorang perokok untuk berhenti merokok, maka imbauannya tidak akan diindahkan.

Baca juga: BNPT: kasus pendanaan terorisme terafiliasi ISIS meningkat

Sebaliknya, jika imbauan itu dilontarkan mantan perokok yang menderita penyakit maka imbauannya kemungkinan besar akan diikuti.

Begitu juga dengan mantan kombatan ISIS, menurut Noor Huda, dapat memberikan virus positif melalui testimoni tentang buruknya kelompok radikal.

Noor Huda mengatakan berdasarkan penelitiannya, masalah keterlibatan WNI dalam kelompok radikal seperti ISIS sangat kompleks. Kebanyakan mereka yang terlibat tidak pernah berniat untuk membunuh atau berperang.

Baca juga: BNPT luncurkan buku putih pemetaan pendanaan ISIS

"Mereka awalnya hanya ingin menjadi bagian dari khilafah atau mereka kecewa pemerintahan di Indonesia masih ada korupsi dan sebagainya," kata Noor Huda.