GAPKI sebutkan kendala ekspor di pasar baru CPO
9 Juli 2019 20:22 WIB
Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono memberikan keterangan usai mengikuti acara Pengukuhan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) periode 2019-2024 di Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2019). (Antara/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono menyebutkan sejumlah kendala saat mengekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) ke pasar baru di Timur Tengah dan Afrika.
"Pasar baru kita Timur Tengah berpotensi, kemudian Afrika," katanya usai menghadiri acara Pengukuhan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) periode 2019-2024 di Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Jakarta, Selasa.
Sardjono mengatakan bahwa upaya untuk menembus pasar Afrika membutuhkan pendekatan yang berbeda karena pada umumnya mereka membutuhkan minyak kelapa sawit dalam bentuk kemasan.
Karena itu, kata dia, yang perlu diekspor sudah dalam bentuk produk yang siap digunakan, seperti minyak goreng.
Untuk dapat mengekspor minyak goreng tersebut, mereka membutuhkan bantuan pemerintah karena ekspor dalam bentuk kemasan membutuhkan biaya lebih tinggi.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi untuk mengekspor CPO ke Afrika adalah tidak adanya tangki untuk menampung CPO yang diekspor dengan kapal.
"Mereka tidak punya tangki. Jadi kalau kita ekspor dengan kapal itu mereka tidak ada tempat untuk menampung," kata dia.
Sementara itu, tantangan ekspor di Timur Tengah adalah kurangnya kerja sama bilateral.
"Kemarin banyak. Kalau sekarang menurun. Mungkin kalau ada kerja sama bilateral Indonesia dengan masing-masing negara, mungkin akan lebih mudah," kata dia.
Dia mengatakan penyerapan CPO di dua kawasan tersebut belum signifikan karena infrastruktur yang belum siap.
Namun, dia memperkirakan potensi serapan CPO di dua kawasan tersebut bisa mencapai lebih dari 1 juta ton CPO.
Baca juga: Dubes: Norwegia tidak tolak minyak sawit Indonesia
Baca juga: Kajian pencabutan pungutan ekspor CPO disambut positif petani sawit
Baca juga: Indonesia apresiasi dukungan Thailand terkait diskriminasi produk CPO
"Pasar baru kita Timur Tengah berpotensi, kemudian Afrika," katanya usai menghadiri acara Pengukuhan DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) periode 2019-2024 di Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, Jakarta, Selasa.
Sardjono mengatakan bahwa upaya untuk menembus pasar Afrika membutuhkan pendekatan yang berbeda karena pada umumnya mereka membutuhkan minyak kelapa sawit dalam bentuk kemasan.
Karena itu, kata dia, yang perlu diekspor sudah dalam bentuk produk yang siap digunakan, seperti minyak goreng.
Untuk dapat mengekspor minyak goreng tersebut, mereka membutuhkan bantuan pemerintah karena ekspor dalam bentuk kemasan membutuhkan biaya lebih tinggi.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi untuk mengekspor CPO ke Afrika adalah tidak adanya tangki untuk menampung CPO yang diekspor dengan kapal.
"Mereka tidak punya tangki. Jadi kalau kita ekspor dengan kapal itu mereka tidak ada tempat untuk menampung," kata dia.
Sementara itu, tantangan ekspor di Timur Tengah adalah kurangnya kerja sama bilateral.
"Kemarin banyak. Kalau sekarang menurun. Mungkin kalau ada kerja sama bilateral Indonesia dengan masing-masing negara, mungkin akan lebih mudah," kata dia.
Dia mengatakan penyerapan CPO di dua kawasan tersebut belum signifikan karena infrastruktur yang belum siap.
Namun, dia memperkirakan potensi serapan CPO di dua kawasan tersebut bisa mencapai lebih dari 1 juta ton CPO.
Baca juga: Dubes: Norwegia tidak tolak minyak sawit Indonesia
Baca juga: Kajian pencabutan pungutan ekspor CPO disambut positif petani sawit
Baca juga: Indonesia apresiasi dukungan Thailand terkait diskriminasi produk CPO
Pewarta: Katriana
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: