KAIST Korea tertarik kerja sama startup di ASEAN, termasuk Indonesia
9 Juli 2019 20:16 WIB
Direktur Institute for Startup KAIST, Steve Ahn, saat ditemui di Institute for Startup KAIST, di Daejeon, Korea Selatan, Selasa (9/7/2019). (ANTARA News/Natisha Andarningtyas)
Daejeon, Korea Selatan (ANTARA) - Institute for Startup dari Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) menyatakan minat mereka untuk bekerja sama dengan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dalam mengembangkan perusahaan rintisan.
"Negara-negara di Asia Tenggara punya populasi anak muda yang besar, banyak yang dapat dikolaborasikan," kata Direktur Institute for Startup KAIST, Steve Ahn, di kampus KAIST di Daejeon, Selasa, saat kunjungan Antara dalam program kolaborasi organisasi media ASEAN dan Korea, dari Korea Press Foundation, Selasa.
Startup KAIST, yang berdiri sejak 2014 lalu, ingin mendorong agar anak-anak muda tertarik untuk mengembangkan usahanya sendiri. Salah satu usaha mereka untuk menumbuhkan jiwa perusahaan rintisan di kalangan anak muda adalah dengan menggandeng institut dari negara lain dalam program kerja sama.
Ahn menyatakan, hingga saat ini mereka belum menandatangani kesepakatan dengan negara di Asia Tenggara untuk startup, namun mereka pernah bekerja sama dengan Ecole Polytechnique, Prancis, untuk pertukaran pelajar dan pengajar startup.
Baca juga: Palo Alto sediakan layanan untuk startup
Institute for Startup KAIST memberikan pendidikan mengenai perusahaan rintisan bagi mahasiswa KAIST, Steve menyatakan mereka melakukan pendekatan yang berbeda dengan pendidikan wirausaha di sekolah bisnis.
KAIST terkenal dengan jurusan teknik sehingga yang mereka ajarkan adalah bagaimana dapat mengembangkan teknologi yang dipelajari mahasiswa ke dalam produk nyata dan membuat perusahaan rintisan.
Salah satu program yang ditawarkan Startup KAIST bernama K-School, berupa mata kuliah kewirausahaan yakni mahasiswa tetap berkuliah di jurusan teknik dan mengambil mata kuliah bisnis di Startup KAIST.
Setiap tahun, Startup KAIST menelurkan sekitar 20 perusahaan rintisan. Total hingga saat ini ada 93 perusahaan rintisan jebolan Startup KAIST. Tapi, Startup KAIST tidak mewajibkan mahasiswa yang tergabung dalam kuliah ini membuat sebuah perusahaan rintisan sebagai syarat kelulusan.
"Yang kami ajarkan adalah mental berwirausaha. Tapi, sebagian besar dari mahasiswa kami punya startup sendiri," kata Ahn.
Sebagian besar perusahaan rintisan lulusan Institute for Startup KAIST bergerak di bidang teknologi, antara lain bidang perangkat keras, perangkat lunak maupun bioteknologi.
Baca juga: Bekraf: Pelaku usaha rintisan tidak perlu risaukan pajak digital
Baca juga: D.Camp Gangnam, membangun mimpi para startup Korea
Baca juga: Kemnaker minta "startup" pariwisata kembangkan ekonomi digital
"Negara-negara di Asia Tenggara punya populasi anak muda yang besar, banyak yang dapat dikolaborasikan," kata Direktur Institute for Startup KAIST, Steve Ahn, di kampus KAIST di Daejeon, Selasa, saat kunjungan Antara dalam program kolaborasi organisasi media ASEAN dan Korea, dari Korea Press Foundation, Selasa.
Startup KAIST, yang berdiri sejak 2014 lalu, ingin mendorong agar anak-anak muda tertarik untuk mengembangkan usahanya sendiri. Salah satu usaha mereka untuk menumbuhkan jiwa perusahaan rintisan di kalangan anak muda adalah dengan menggandeng institut dari negara lain dalam program kerja sama.
Ahn menyatakan, hingga saat ini mereka belum menandatangani kesepakatan dengan negara di Asia Tenggara untuk startup, namun mereka pernah bekerja sama dengan Ecole Polytechnique, Prancis, untuk pertukaran pelajar dan pengajar startup.
Baca juga: Palo Alto sediakan layanan untuk startup
Institute for Startup KAIST memberikan pendidikan mengenai perusahaan rintisan bagi mahasiswa KAIST, Steve menyatakan mereka melakukan pendekatan yang berbeda dengan pendidikan wirausaha di sekolah bisnis.
KAIST terkenal dengan jurusan teknik sehingga yang mereka ajarkan adalah bagaimana dapat mengembangkan teknologi yang dipelajari mahasiswa ke dalam produk nyata dan membuat perusahaan rintisan.
Salah satu program yang ditawarkan Startup KAIST bernama K-School, berupa mata kuliah kewirausahaan yakni mahasiswa tetap berkuliah di jurusan teknik dan mengambil mata kuliah bisnis di Startup KAIST.
Setiap tahun, Startup KAIST menelurkan sekitar 20 perusahaan rintisan. Total hingga saat ini ada 93 perusahaan rintisan jebolan Startup KAIST. Tapi, Startup KAIST tidak mewajibkan mahasiswa yang tergabung dalam kuliah ini membuat sebuah perusahaan rintisan sebagai syarat kelulusan.
"Yang kami ajarkan adalah mental berwirausaha. Tapi, sebagian besar dari mahasiswa kami punya startup sendiri," kata Ahn.
Sebagian besar perusahaan rintisan lulusan Institute for Startup KAIST bergerak di bidang teknologi, antara lain bidang perangkat keras, perangkat lunak maupun bioteknologi.
Baca juga: Bekraf: Pelaku usaha rintisan tidak perlu risaukan pajak digital
Baca juga: D.Camp Gangnam, membangun mimpi para startup Korea
Baca juga: Kemnaker minta "startup" pariwisata kembangkan ekonomi digital
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019
Tags: