Artikel
Upaya pemerintah padukan pendidikan vokasi dengan dunia usaha
Oleh M Razi Rahman
9 Juli 2019 12:13 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (16/5/2019). Ratas itu membahas pendidikan dan pelatihan vokasi. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Jakarta (ANTARA) - Psikiater Austria, Victor E Frankl (1905-1997) pernah menyatakan bahwa "Setiap orang memiliki vokasi atau tugas khusus dalam hidupnya, setiap orang harus menjalankan penugasan nyata yang akan membutuhkan pemenuhan hidupnya".
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna dari vokasi adalah "pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi atau keahlian".
Sedangkan di era digitalisasi seperti ini, rasanya lumrah bila banyak pendidikan vokasi yang membutuhkan penguasaan atas berbagai ilmu dan teknologi digital yang sedang berkembang pesat seperti sekarang.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti menyatakan pemerintah perlu lebih mengembangkan ekonomi digital di Nusantara.
Hal itu dapat dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar mendukung optimalisasi peranan pendidikan vokasi guna menciptakan SDM bidang literasi digital yang memadai.
Dalam rangka mengoptimalkan pendidikan vokasi membutuhkan kerja sama banyak pihak, seperti pemerintah daerah dan juga industri.
Indra berpendapat bahwa dengan sinergi keduanya, maka diharapkan dapat membuat kurikulum dan pengajaran yang tepat sasaran karena sesuai dengan kebutuhan industri.
Pemerintah daerah, juga harus mampu mengidentifikasi potensi daerahnya agar bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kurikulum dan industri yang ada di daerah tersebut.
Sedangkan terkait pengembangan ekonomi digital yang diharapkan mampu menyentuh semua sektor, pemerintah daerah juga sebaiknya memiliki perencanaan yang matang soal pengembangan fasilitas SMK yang mendukung kegiatan praktik para siswa.
Ia menilai bahwa pengembangan pendidikan vokasi masih menemui banyak hambatan, seperti mengenai kurangnya fasilitas penunjang, tempat praktik dan juga laboratorium.
Kurangnya fasilitas ini, menyebabkan para siswa yang menempuh pendidikan vokasi tidak memiliki cukup sarana untuk mengembangkan keahliannya dan sulit mengikuti perkembangan industri.
Idealnya, SMK memiliki laboratorium yang dilengkapi dengan alat atau teknologi terbaru untuk memudahkan mereka melakukan lokakarya (workshop).
Aktivitas lokakarya tersebut nantinya akan sangat membantu mereka untuk bisa mempraktikkan ilmunya agar bisa digunakan di dunia pekerjaan nantinya.
Selain itu, pendidikan vokasi seharusnya mengedepankan pelatihan keterampilan praktis yang sangat bergantung pada alat.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyarankan pemerintah harus bisa menurunkan angka pengangguran dari lulusan vokasi.
Andry menyatakan seharusnya lulusan pendidikan vokasi seperti SMK sudah bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri karena dibekali keterampilan khusus.
Terpadu-terintegrasi
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan jajarannya beberapa waktu lalu juga menekankan pentingnya melakukan perbaikan dan reformasi di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi secara terpadu dan terintegrasi.
Dengan menjalankan langkah pembenahan tersebut secara tepat, maka Indonesia dinilai juga akan dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya terhadap bonus demografi yang puncaknya pada sekitar 2030 mendatang.
Presiden juga telah mendorong peningkatan kerja sama terkait hal itu dengan negara lain, misalnya dengan Australia.
Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla juga telah menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman tiga lembaga pendidikan tinggi swasta Indonesia bersama beberapa institusi pendidikan Swiss di Kota Lausanne, Swiss. Kerja sama ini sekaligus menyiratkan upaya perguruan tinggi di Indonesia untuk menerapkan sistem pembelajaran vokasi yang berkualitas.
Terkait hal itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu pilar utama dalam kebijakan pemerataan ekonomi, yang direalisasikan antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi.
Kementerian Perindustrian selama ini giat membangun pendidikan vokasi yang memiliki konsep "link and match" antara pelaku industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Langkah tersebut juga merupakan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang juga untuk menyiapkan tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan dunia usaha saat ini.
Menperin mengemukakan bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional, selain merevitalisasi sektor industri manufaktur, juga perlu dilakukan pembenahan di sektor pendidikan. Khususnya pendidikan vokasi yang fokus kepada sektor manufaktur dan ekonomi digital karena akan menjadi kunci pertumbuhan industri dan ekonomi Indonesia selanjutnya.
Oleh karena itu, Indonesia harus merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM). Sebab, lanjutnya, pendidikan ini yang menjadi basis manufaktur dan ekonomi digital pada masa mendatang.
Kemenperin mendorong pelaku industri bersama pemangku kepentingan terkait seperti lembaga riset dan perguruan tinggi untuk aktif melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan dalam upaya menciptakan inovasi di sektor manufaktur.
Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Plan International Indonesia, untuk mengembangkan sistem pelatihan digital inklusif berbasis kompetensi untuk tenaga kerja muda.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono menyampaikan bahwa kerja sama ini memungkinkan dukungan sistem pembelajaran digital untuk program pelatihan berbasis kompetensi di balai latihan kerja.
Apalagi, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2018 menyebutkan tingkat pengangguran pada kaum muda usia 15-24 tahun sebesar 19,68 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional sebesar 5,13 persen. Sementara itu, kebutuhan akan tenaga kerja terampil meningkat rata-rata 3,2 juta pekerja tiap tahun.
Dengan maraknya fokus pemerintah untuk menyiapkan lulusan pendidikan vokasi yang siap bersaing di era industri 4.0, maka pemerintah dinilai telah bergerak ke arah yang tepat. Namun pemerintah jangan sampai melupakan untuk tetap memadukannya dengan kebutuhan industri nasional yang hingga saat ini masih belum terpenuhi.
Baca juga: Kementerian Ketenagakerjaan kembangkan sistem pelatihan digital
Baca juga: Presiden dorong kerja sama RI-Australia dalam pendidikan vokasi
Baca juga: Vokasi UI tambah dua program studi baru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna dari vokasi adalah "pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi atau keahlian".
Sedangkan di era digitalisasi seperti ini, rasanya lumrah bila banyak pendidikan vokasi yang membutuhkan penguasaan atas berbagai ilmu dan teknologi digital yang sedang berkembang pesat seperti sekarang.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti menyatakan pemerintah perlu lebih mengembangkan ekonomi digital di Nusantara.
Hal itu dapat dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar mendukung optimalisasi peranan pendidikan vokasi guna menciptakan SDM bidang literasi digital yang memadai.
Dalam rangka mengoptimalkan pendidikan vokasi membutuhkan kerja sama banyak pihak, seperti pemerintah daerah dan juga industri.
Indra berpendapat bahwa dengan sinergi keduanya, maka diharapkan dapat membuat kurikulum dan pengajaran yang tepat sasaran karena sesuai dengan kebutuhan industri.
Pemerintah daerah, juga harus mampu mengidentifikasi potensi daerahnya agar bisa dikembangkan dan disesuaikan dengan kurikulum dan industri yang ada di daerah tersebut.
Sedangkan terkait pengembangan ekonomi digital yang diharapkan mampu menyentuh semua sektor, pemerintah daerah juga sebaiknya memiliki perencanaan yang matang soal pengembangan fasilitas SMK yang mendukung kegiatan praktik para siswa.
Ia menilai bahwa pengembangan pendidikan vokasi masih menemui banyak hambatan, seperti mengenai kurangnya fasilitas penunjang, tempat praktik dan juga laboratorium.
Kurangnya fasilitas ini, menyebabkan para siswa yang menempuh pendidikan vokasi tidak memiliki cukup sarana untuk mengembangkan keahliannya dan sulit mengikuti perkembangan industri.
Idealnya, SMK memiliki laboratorium yang dilengkapi dengan alat atau teknologi terbaru untuk memudahkan mereka melakukan lokakarya (workshop).
Aktivitas lokakarya tersebut nantinya akan sangat membantu mereka untuk bisa mempraktikkan ilmunya agar bisa digunakan di dunia pekerjaan nantinya.
Selain itu, pendidikan vokasi seharusnya mengedepankan pelatihan keterampilan praktis yang sangat bergantung pada alat.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyarankan pemerintah harus bisa menurunkan angka pengangguran dari lulusan vokasi.
Andry menyatakan seharusnya lulusan pendidikan vokasi seperti SMK sudah bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri karena dibekali keterampilan khusus.
Terpadu-terintegrasi
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan jajarannya beberapa waktu lalu juga menekankan pentingnya melakukan perbaikan dan reformasi di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi secara terpadu dan terintegrasi.
Dengan menjalankan langkah pembenahan tersebut secara tepat, maka Indonesia dinilai juga akan dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya terhadap bonus demografi yang puncaknya pada sekitar 2030 mendatang.
Presiden juga telah mendorong peningkatan kerja sama terkait hal itu dengan negara lain, misalnya dengan Australia.
Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla juga telah menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman tiga lembaga pendidikan tinggi swasta Indonesia bersama beberapa institusi pendidikan Swiss di Kota Lausanne, Swiss. Kerja sama ini sekaligus menyiratkan upaya perguruan tinggi di Indonesia untuk menerapkan sistem pembelajaran vokasi yang berkualitas.
Terkait hal itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu pilar utama dalam kebijakan pemerataan ekonomi, yang direalisasikan antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi.
Kementerian Perindustrian selama ini giat membangun pendidikan vokasi yang memiliki konsep "link and match" antara pelaku industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Langkah tersebut juga merupakan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, yang juga untuk menyiapkan tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan dunia usaha saat ini.
Menperin mengemukakan bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional, selain merevitalisasi sektor industri manufaktur, juga perlu dilakukan pembenahan di sektor pendidikan. Khususnya pendidikan vokasi yang fokus kepada sektor manufaktur dan ekonomi digital karena akan menjadi kunci pertumbuhan industri dan ekonomi Indonesia selanjutnya.
Oleh karena itu, Indonesia harus merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM). Sebab, lanjutnya, pendidikan ini yang menjadi basis manufaktur dan ekonomi digital pada masa mendatang.
Kemenperin mendorong pelaku industri bersama pemangku kepentingan terkait seperti lembaga riset dan perguruan tinggi untuk aktif melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan dalam upaya menciptakan inovasi di sektor manufaktur.
Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Plan International Indonesia, untuk mengembangkan sistem pelatihan digital inklusif berbasis kompetensi untuk tenaga kerja muda.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono menyampaikan bahwa kerja sama ini memungkinkan dukungan sistem pembelajaran digital untuk program pelatihan berbasis kompetensi di balai latihan kerja.
Apalagi, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2018 menyebutkan tingkat pengangguran pada kaum muda usia 15-24 tahun sebesar 19,68 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional sebesar 5,13 persen. Sementara itu, kebutuhan akan tenaga kerja terampil meningkat rata-rata 3,2 juta pekerja tiap tahun.
Dengan maraknya fokus pemerintah untuk menyiapkan lulusan pendidikan vokasi yang siap bersaing di era industri 4.0, maka pemerintah dinilai telah bergerak ke arah yang tepat. Namun pemerintah jangan sampai melupakan untuk tetap memadukannya dengan kebutuhan industri nasional yang hingga saat ini masih belum terpenuhi.
Baca juga: Kementerian Ketenagakerjaan kembangkan sistem pelatihan digital
Baca juga: Presiden dorong kerja sama RI-Australia dalam pendidikan vokasi
Baca juga: Vokasi UI tambah dua program studi baru
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: