Jakarta (ANTARA News) - Ide untuk menjual Indonesia secara keseluruhan dalam bentuk promosi Visit Indonesia Year (VIY) 2008 untuk menarik wisatawan merupakan kesalahan besar, karena wisatawan lebih mengenal produk wisatanya langsung daripada negara tujuan. "Menjual Indonesia itu kesalahan besar, seharusnya tidak `Visit Indonesia Year` tetapi `Visit Toba Year`, `Visit Raja Ampat Year`, `Visit Musi Year`. Ini bukan masalah nasionalisme, tetapi wisatawan lebih mengenal tempat tujuan wisatanya, jadi yang harus dijual tujuan wisatanya," kata anggota DPR RI Komisi X, Joko Santoso, dalam diskusi Munas Ke-2 Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri), di Jakarta, Selasa. Menurut dia, VIY 2008 hanya merupakan brand image untuk citra baik Indonesia saja. Tetapi justru yang harus diiklankan adalah tujuan wisatanya. "Kita perlu melihat kebutuhan dari segi wisatawannya, sehingga fasilitas dan layanan harus sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Toilet Bandar Udara Soekarno-Hatta merupakan cermin dari kita karena itu perlu dirawat," ujar dia. Menurut Joko, obyek wisata bahari Tanjung Lesung tidak kalah menarik dengan Gold Coast yang dimiliki Australia, tetapi tidak adanya dukungan infrastruktur yang baik membuat wisatawan yang menuju ke obyek wisata tersebut seperti melalui "neraka". Dia mengatakan, masalah keamanan jangan dijadikan alasan untuk tidak meningkatkan pariwisata. Aksi teror bom tidak hanya terjadi di Indonesia, karena di Spanyol pun terjadi dan tidak menyurutkan pemerintahnya untuk mensiasatinya guna meningkatkan angka wisatawan. "Bom juga meledak di Spanyol tetapi mereka bisa siasati. Thailand justru menjual tragedi Tsunami sebagai pengembangan pariwisata," ujar dia. Menurut dia, Presiden harus diketuk hatinya untuk mau melihat pariwisata sebagai "warung pariwisata" yang tidak boleh di "tutup" di tengah terpuruknya perekonomian. Pariwisata adalah sumber pemasukan negara yang hanya dengan anggaran Rp1 triliun mampu menghasilkan lebih dari Rp40 triliun. Bahkan Presiden Guatemala pernah berniat untuk merubah nama negara menjadi Guatemaya agar peradaban kuno Bangsa Maya diakui dunia sebagai bagian dari Guatemala, ujar dia. "Dua puluh juta wisatawan masuk ke Malaysia. Dan kita hanya bisa marah ketika Malaysia bilang mereka `Truly Asia`," tambah Joko. Dengan adanya Otonomi Daerah (Otda) seharusnya banyak peluang untuk memajukan pariwisata daerah, katanya. Seharusnya pemerintah pusat membuat kebijakan untuk memberikan sokongan dana bagi daerah yang memiliki potensi wisata besar. Tetapi pada saat daerah tersebut telah mampu menjalankan wisatanya secara mandiri maka sokongan dana harus dialihkan pada daerah lain yang juga memiliki potensi besar untuk pariwisata. (*)