Banjarmasin (ANTARA) - Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) yang juga membidangi lingkungan hidup mengonsultasikan mengenai mutu air sungai di provinsinya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta.

"Kita perlu mengonsultasikan mengenai sungai kita dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) buat menanggulangi permasalahan air sungai tersebut," ujar Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel H Riswandi SIP di Banjarmasin, sebelum berkonsultasi, Selasa (9/7).

Pasalnya, tutur anggota DPRD Kalsel tiga periode itu, kondisi di provinsinya yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut sudah tercemar oleh berbagai limbah dan kurang layak lagi untuk dikonsumsi.

Sebagai contoh pencemaran limbah industri atau kegiatan usaha pertambangan, seperti air raksa (mercory) serta logam berat yang bila terkonsumsi bisa membuat kematian dan cacat fisik.

Begitu pula limbah berupa tinja sebagai sebab akibat dari keberadaan jamban apung di sungai-sungai yang sekarang masih banyak terlibat pada hampir semua kabupaten di Kalsel.

Sedangkan air sungai di Kalsel yang kini berpenduduk empat juta jiwa lebih masih merupakan sumber air baku untuk konsumsi sebagian warga masyarakat setempat atau yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) tersebut.

Baca juga: Nelayan Mukomuko keluhkan dangkalnya muara sungai

"Dalam konsultasi dengan Kementerian LHK tersebut kita juga membicarakan rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan pencemaran atau pengelolaan sungai," kata Riswandi yang tidak lagi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2019.

"Kita berharap ke depan, dengan revisi Perda tentang Pencemaran Sungai, kondisi mutu air sungai semakin baik atau setidaknya tingkat pencemaran kita minimalkan," ujar wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Perda tentang Pencemaran Sungai di Kalsel tersebut hanya mengatur sungai lintas daerah kabupaten/kota yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi (Pemprov), lanjut mantan pegawai Departemen Keuangan Republik Indonesia (Depkeu RI) yang terjun ke dunia politik awal tahun 2000-an itu.

"Konsultasi dengan Kementerian LHK kali ini bukan atas nama Komisi III DPRD Kalsel, tetapi dari Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda pencemaran sungai di provinsi yang luas wilayahnya sekitar 3,7 juta hektare dan terbagi 13 kabupaten/kota tersebut," demikian Riswandi.

Sementara sejumlah pemerintah kabupaten/kota (Pemkab/Pemkot) di Kalsel dalam beberapa tahun belakangan melakukan aksi mengangkat atau mengalihkan jamban apung tersebut dari sungai ke tebing/darat.

Gerakan menghilangkan jamban apung guna meningkatkan kualitas air sungai atau mengurangi bakteri koli yang bisa menjadi penyebab muntaber akibat pencemaran limbah tinja.

Baca juga: Pengamat: pengolahan air bersih di Jakarta perlu biaya besar
Baca juga: Debit Sungai Barito naik, tongkang dilarang lewat Jembatan Muara Teweh