Jakarta (ANTARA News) - Persoalan pembangunan Sistem Pertahanan Nasional (SPN) bukan semata-mata karena keterbatasan anggaran dan lemahnya koordinasi antarsektor, tetapi juga kekurangan tenaga ahli yang menguasai pertahanan, teknologi militer sekaligus keuangan negara (`techno military economy`). "Ini kekurangan besar kita. Jadi, persoalan SPN, terutama menyangkut pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), bukan hanya soal keterbatasan anggaran belanja negara, tetapi juga kekurangan sumberdaya manusia (SDM) atau tenaga ahli yang mengusai 'techno military economy' itu," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mutammimul Ula, mengenai salah satu kesimpulan rapat kerja komisinya, di Jakarta, Senin. Dipimpin Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, Rapat Kerja (Raker) itu berlangsung dengan Menhan Juwono Sudarsono, Menkeu Sri Mulyani dan MenPPN/Ketua Bappenas Paskah Suzetta. Dalam Raker itulah, lanjut Mutammimul, muncul perbincangan serius tentang amat dibutuhkannya tenaga ahli kebijakan pertahanan. "Dia harus benar-benar menguasai detilnya kebijakan pertahanan seperti postur, strategi dan doktrin (pertahanan negara), menguasai detil beragam alutsista, seperti spesifikasi, kelemahan dan kelebihan dalam pertempuran," ujarnya. Mutammimul juga berpendapat, tenaga ahli dimaksud pun harus benar-benar menguasai strategi kebijakan ekonomi dan keuangan negara. "Bukan saja bagaimana keuangan digunakan secara efektif dan efisien, tetapi bagaimana menyiasati pengadaan alutsista dalam situasi fiskal atau anggaran belanja negara yang terengah-engah," katanya lagi. Padaa saat-saat seperti sekarang ini, katanya, Indonesia amat membutuhkan tenaga ahli itu. "Apalagi ketika volume APBN kita yang terbatas untuk membiayai pertahanan negara yang sifatnya urgen, di tengah makin beratnya beban pembayaran utang domestik dan utang luar negeri, adanya beban subsidi BBM, dan kebutuhan dasar rakyat yang lain," katanya. Ditambahkannya, sebetulnya ahli-ahli di bidang `techno military economy` sangat diperlukan, baik di sektor pertahanan dan birokrasi (Departemen Keuangan dan Bappenas), juga di lingkungan politisi dan kalangan kampus. "Ini demi menjamin adanya Sistem Pertahanan Nasional yang berwibawa, sekaligus kontrol negara terhadap institusi pertahanan dan keamanan," katanya lagi. (*)