Artikel
Aktivitas penambangan minyak liar dapat memicu kebakaran Tahura
Oleh Muhammad Hanapi
7 Juli 2019 20:35 WIB
Lingkungan yang tercemar akibat aktifitas penambangan minyak secara liar di Kawasan Tahura Kabuaten Batanghari. Aktifitas penambangan minyak secara liar dapat memicu kebakaran Tahura Kabupaten Batanghari. ANTARA/Ist/am.
Jambi (ANTARA) - Aktifitas penambangan minyak mentah secara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifudin di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, mengancam terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan itu.
Penambangan minyak secara ilegal tanpa prosedur keamanan dan penambangan minyak yang tidak sesuai aturan tersebut, sewaktu-sewaktu dapat menjadi sumber api sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan kebakaran.
Terlebih saat ini keadaan cuaca kering yang memasuki musim kemarau. Kondisi itu kian menimbulkan kekhawatiran terhadap kebakaran hutan di sana.
Saat ini dari 15.830 hektare luas Tahura Sultan Taha Syaifudin, 200 hektare lebih kawasan Tahura yang berada di Desa Bungku dan Desa Pompa Air Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, telah menjadi kawasan penambangan minyak ilegal oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Terdapat ratusan sumur-sumur dan mesin bor minyak ilegal yang menyemburkan minyak mentah ke atas permukaan dalam setiap harinya.
Tidak terhitung berapa ribu liter minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi oleh para penambang minyak ilegal.
Setiap tetes dan liter minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi tersebut berpotensi menimbulkan api bila terjadi kesalahan dalam penambangan minyak itu. Tidak hanya minyak mentah, bahkan beberapa sumur bor minyak terkadang mengeluarkan gas.
Proses penambangan minyak mentah yang sangat minim akan prosedur keselamatan tersebut tidak hanya mengancam kebakaran hutan dan lahan, namun turut mengancam keselamatan para penambang dan penduduk sekitar.
Peralatan yang digunakan dalam menambang minyak, semua berpotensi menimbulkan percikan-percikan api yang dapat menyebabkan kebakaran. Dalam melakukan penambangan, sejumlah besar oknum menggunakan kendaraan roda dua yang telah dimodifikasi, mesin motor yang beroperasi tanpa henti selama berjam-jam sesekali dapat memercikkan api.
Selain itu dalam proses memindahkan minyak mentah, pompa air yang biasa di gunakan untuk menyedot air, oleh oknum penambang minyak digunakan untuk menyedot minyak mentah dari bak penampungan menuju kendaraan-kendaraan pengangkut minyak ilegal.
Sedikit saja terjadi kesalahan, pompa air yang bekerja menggunakan dinamo tersebut dapat memercikkan api yang dapat menimbulkan ledakan, karena yang semestinya digunakan menyedot air malah digunakan menyedot minyak mentah.
Kejadian-kejadian yang dikhawatirkan tersebut bukan semata-mata deskripsi belaka, namun sejak maraknya penambangan minyak ilegal pada awal tahun 2018 lalu di Desa Bungku, Desa Pompa Air dan di kawasan Tahura tersebut, sudah terjadi beberapa ledakan yang disebabkan oleh alat-alat yang digunakan dalam proses penambangan minyak secara ilegal tersebut. Bahkan sudah terdapat beberapa kejadian memakan korban jiwa dalam ledakan yang menyebabkan kebakaran itu.
Meski demikian sejauh ini tidak menimbulkan efek jera bagi oknum penambang, namun kabar berita tersebut semakin menambah para oknum penambang minyak ilegal membuka kawasan penambang minyak. Bahkan kawasan penambangan minyak ilegal tersebut semakin meluas, dan saat ini jumlah sumur bor di kawasan itu mencapai ribuan.
“Terlebih saat ini memasuki musim kemarau, sejumlah vegetasi di kawasan Tahura itu sudah mengalami kekeringan, jika terdapat percikan api, dapat dipastikan akan terjadi kebakaran besar, sehingga saat ini kita sangat mengkhawatirkan aktivitas ilegal driling itu, karena sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Parlaungan.
Dijelaskannya, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka menertibkan pelaku penambangan minyak secara ilegal itu. Namun bagaikan jamur, satu oknum yang berhasil diamankan, oknum-oknum lain berdatangan melakukan penambangan di kawasan Tahura tersebut.
Para oknum itu seolah tak memiliki ketakutan dalam melakukan aktifitas penambangan minyak secara ilegal di kawasan hutan yang dilindungi oleh negara tersebut.
Padahal aparat terkait baik dari Pertamina dan kepolisian kerap melakukan operasi penertiban sumur minyak liar tersebut. Bahkan Polda Jambi dan Polres Batanghari kerap melakukan penangkapan terhadap oknum pelaku penambangan liar baik yang melakukan penambangan maupun awak angkutan yang membawa minyak untuk dijual ke luar daerah.
"Dari proses penertiban bersama aparat gabungan hingga melaporkan ke kementrian sudah kami lakukan, namun tidak sediktipun oknum penambang minyak illegal itu bergeming," kata Parlaungan.
Ketua Lembaga Pemantau, Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) Jambi Tri Joko mengatakan, aktivitas Ilegal Driling tersebut sangat mengancam terjadinya kebakaran hutan di kawasan Tahura. Secara Personality dan kelembagaan Tri Joko sangat mencemaskan keadaan cuaca saat ini dengan kondisi dan keadaan di Tahura. Terdapat beberapa titik yang cukp dikhawatirkan di kawasan Tahura itu, terutama kawasan Tahura yang dirambah dan dijadikan lokasi penambangan minyak.
Tri Joko berharap pemerintah dapat melakukan upaya-upaya pengembalian fungsi dari Tahura tersebut, setidaknya dilakukan reklamasi terhadap kawasan yang dirambah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Kita mendorong pengembalian fungsi Tahura itu, setidaknya dilakukan reklamasi," kata Tri Joko.
Dijelaskannya, berdasarkan pengambilan gambar di beberapa titik kawasan tahura yang telah berubah menjadi kawasan penambangan minyak ilegal, kondisinya sangat memprihatinkan. Tidak lagi terdapat keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.
Tumbuh-tumbuhan mati, aliran-aliran sungai tercemar, binatang-binatang yang biasa berkeliaran mencari makan kini sudah tidak terlihat. Lingkungan menjadi kering dan gersang, bahkan di musim kemarau ini sangat dikhawatirkan terjadinya kebakaran.
Saat ini tidak hanya warga pendatang dan warga didaerah itu yang melakukan penambangan minyak secara ilegal. Karena ketidaktahuan aturan dan mengikuti para oknum, sejumlah warga Suku Anak Dalam (SAD) yang minim akan pengetahuan tersebut turut terlibat dalam proses penambangan minyak secara ilegal.
LP2LH berharap ada kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah daerah, meski kebijakan tersebut menabrak aturan, namun setidaknya terdapat solusi baik bagi keselamatan Tahura maupun bagi warga SAD yang terlibat dalam proses penambangan minyak ilegal itu.
"Bila pemerintah membuat kebijakan, pasti nabrak aturan namanya saja kebijakan, namun setidaknya ada win-win solution yang dihadirkan dari kebijakan itu," kata Tri Joko.
Menurut Tri Joko, saat ini yang harus dilakukan yakni sama-sama saling menjaga agar hal-hal yang dikhawatirkan tersebut tidak terjadi. Selain itu seluruh pihak segera melakukan sosialisasi terhadap hasil rapat yang dilakukan oleh pemerintah provinsi bersama beberapa stakeholder terkait pada 19 Juni 2019. Dimana dalam rapat tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan di antaranya, pembentukan tim terpadu yang dikomandoi oleh gubernur, melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan oknum terkait bahaya illegal driling dan tahura.
Selanjutnya melakukan penindakan terhadap para oknum penambang minyak secara ilegal, dan melakukan reboisasi terhadap kawasan-kawasan yang telah rusak dan tercemar akibat aktivitas illegal driling. Namun hasil rapat oleh Pemerintah Provinsi itu masih terkendala oleh biaya operasional dalam melaksanakan hasil rapat tersebut.
Sementara di hari yang sama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut melakukan rapat, di mana kesimpulan hasil rapat itu yakni KLHK akan melakukan langkah penindakan melalui upaya hukum.
"Yang pasti dengan keadaan cuaca saat ini aktifitas illegal driling tersebut sangat mengkhawatirkan dan mengancam terjadinya kebakaran, sehingga kita diuntut untuk lebih waspada," kata Tri Joko.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, pada Maret 2019 lalu telah membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran (Brigdalkar) Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Taha Syaifudin Jambi. Brigdalkar yang beranggotakan 15 orang tersebut secara rutin melakukan patroli ke kawasan Tahura, terutama kawasan yang rawan akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Di mana terdapat beberapa titik lokasi rawan kebakaran di kawasan Tahura tersebut, diantaranya Kawasan Tahura di Desa Bungku dan Desa Pomp Air, yang saat terdapat kawasan penambangan minyak secara ilegal. Selanjutnya kawasan Tahura di Dusun senami, dari Pal 10 sampai dengan pal 15. Di mana di kawasan tersebut terdapat sejumlah oknum yang melakukan aktifitas pembakaran arang.
Selain itu di pal 15 tersebut juga merupakan lokasi kebakaran yang menghanguskan puluhan hektar kawasan tahura pada tahun 2015 yang lalu.
"Karena baru dibentuk, saat ini tim brigdalkar kita masih kekurangan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran khusus kawasan hutan," kata Sandi Ketua Tim Brigdalkar Tahura Sultan Taha Syaifudin.
Saat ini tim Brigdalkan tersebut hanya memiliki kendaraan roda dua sebanyak lima unit yang digunakan untuk patroli dan kendaraan roda empat double kabin sebagai mobilisasi tim. Namun alat pemadam kebakaran seperti pompa air, pompa air portabel, dan tanki air belum ada.
Meski demikian tim Brigdalkar tersebut turut tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Kabupaten, jika terjadi kebakaran di kawasan tahura dapat meminta bantuan dari satgas tersebut.
Baca juga: Menjaga gambut, solusi antisipatif kekeringan dan karhutla
Baca juga: Mengatasi kekeringan dengan upaya terstruktur
Penambangan minyak secara ilegal tanpa prosedur keamanan dan penambangan minyak yang tidak sesuai aturan tersebut, sewaktu-sewaktu dapat menjadi sumber api sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan kebakaran.
Terlebih saat ini keadaan cuaca kering yang memasuki musim kemarau. Kondisi itu kian menimbulkan kekhawatiran terhadap kebakaran hutan di sana.
Saat ini dari 15.830 hektare luas Tahura Sultan Taha Syaifudin, 200 hektare lebih kawasan Tahura yang berada di Desa Bungku dan Desa Pompa Air Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, telah menjadi kawasan penambangan minyak ilegal oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Terdapat ratusan sumur-sumur dan mesin bor minyak ilegal yang menyemburkan minyak mentah ke atas permukaan dalam setiap harinya.
Tidak terhitung berapa ribu liter minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi oleh para penambang minyak ilegal.
Setiap tetes dan liter minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi tersebut berpotensi menimbulkan api bila terjadi kesalahan dalam penambangan minyak itu. Tidak hanya minyak mentah, bahkan beberapa sumur bor minyak terkadang mengeluarkan gas.
Proses penambangan minyak mentah yang sangat minim akan prosedur keselamatan tersebut tidak hanya mengancam kebakaran hutan dan lahan, namun turut mengancam keselamatan para penambang dan penduduk sekitar.
Peralatan yang digunakan dalam menambang minyak, semua berpotensi menimbulkan percikan-percikan api yang dapat menyebabkan kebakaran. Dalam melakukan penambangan, sejumlah besar oknum menggunakan kendaraan roda dua yang telah dimodifikasi, mesin motor yang beroperasi tanpa henti selama berjam-jam sesekali dapat memercikkan api.
Selain itu dalam proses memindahkan minyak mentah, pompa air yang biasa di gunakan untuk menyedot air, oleh oknum penambang minyak digunakan untuk menyedot minyak mentah dari bak penampungan menuju kendaraan-kendaraan pengangkut minyak ilegal.
Sedikit saja terjadi kesalahan, pompa air yang bekerja menggunakan dinamo tersebut dapat memercikkan api yang dapat menimbulkan ledakan, karena yang semestinya digunakan menyedot air malah digunakan menyedot minyak mentah.
Kejadian-kejadian yang dikhawatirkan tersebut bukan semata-mata deskripsi belaka, namun sejak maraknya penambangan minyak ilegal pada awal tahun 2018 lalu di Desa Bungku, Desa Pompa Air dan di kawasan Tahura tersebut, sudah terjadi beberapa ledakan yang disebabkan oleh alat-alat yang digunakan dalam proses penambangan minyak secara ilegal tersebut. Bahkan sudah terdapat beberapa kejadian memakan korban jiwa dalam ledakan yang menyebabkan kebakaran itu.
Meski demikian sejauh ini tidak menimbulkan efek jera bagi oknum penambang, namun kabar berita tersebut semakin menambah para oknum penambang minyak ilegal membuka kawasan penambang minyak. Bahkan kawasan penambangan minyak ilegal tersebut semakin meluas, dan saat ini jumlah sumur bor di kawasan itu mencapai ribuan.
“Terlebih saat ini memasuki musim kemarau, sejumlah vegetasi di kawasan Tahura itu sudah mengalami kekeringan, jika terdapat percikan api, dapat dipastikan akan terjadi kebakaran besar, sehingga saat ini kita sangat mengkhawatirkan aktivitas ilegal driling itu, karena sangat berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Parlaungan.
Dijelaskannya, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka menertibkan pelaku penambangan minyak secara ilegal itu. Namun bagaikan jamur, satu oknum yang berhasil diamankan, oknum-oknum lain berdatangan melakukan penambangan di kawasan Tahura tersebut.
Para oknum itu seolah tak memiliki ketakutan dalam melakukan aktifitas penambangan minyak secara ilegal di kawasan hutan yang dilindungi oleh negara tersebut.
Padahal aparat terkait baik dari Pertamina dan kepolisian kerap melakukan operasi penertiban sumur minyak liar tersebut. Bahkan Polda Jambi dan Polres Batanghari kerap melakukan penangkapan terhadap oknum pelaku penambangan liar baik yang melakukan penambangan maupun awak angkutan yang membawa minyak untuk dijual ke luar daerah.
"Dari proses penertiban bersama aparat gabungan hingga melaporkan ke kementrian sudah kami lakukan, namun tidak sediktipun oknum penambang minyak illegal itu bergeming," kata Parlaungan.
Ketua Lembaga Pemantau, Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) Jambi Tri Joko mengatakan, aktivitas Ilegal Driling tersebut sangat mengancam terjadinya kebakaran hutan di kawasan Tahura. Secara Personality dan kelembagaan Tri Joko sangat mencemaskan keadaan cuaca saat ini dengan kondisi dan keadaan di Tahura. Terdapat beberapa titik yang cukp dikhawatirkan di kawasan Tahura itu, terutama kawasan Tahura yang dirambah dan dijadikan lokasi penambangan minyak.
Tri Joko berharap pemerintah dapat melakukan upaya-upaya pengembalian fungsi dari Tahura tersebut, setidaknya dilakukan reklamasi terhadap kawasan yang dirambah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Kita mendorong pengembalian fungsi Tahura itu, setidaknya dilakukan reklamasi," kata Tri Joko.
Dijelaskannya, berdasarkan pengambilan gambar di beberapa titik kawasan tahura yang telah berubah menjadi kawasan penambangan minyak ilegal, kondisinya sangat memprihatinkan. Tidak lagi terdapat keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.
Tumbuh-tumbuhan mati, aliran-aliran sungai tercemar, binatang-binatang yang biasa berkeliaran mencari makan kini sudah tidak terlihat. Lingkungan menjadi kering dan gersang, bahkan di musim kemarau ini sangat dikhawatirkan terjadinya kebakaran.
Saat ini tidak hanya warga pendatang dan warga didaerah itu yang melakukan penambangan minyak secara ilegal. Karena ketidaktahuan aturan dan mengikuti para oknum, sejumlah warga Suku Anak Dalam (SAD) yang minim akan pengetahuan tersebut turut terlibat dalam proses penambangan minyak secara ilegal.
LP2LH berharap ada kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah daerah, meski kebijakan tersebut menabrak aturan, namun setidaknya terdapat solusi baik bagi keselamatan Tahura maupun bagi warga SAD yang terlibat dalam proses penambangan minyak ilegal itu.
"Bila pemerintah membuat kebijakan, pasti nabrak aturan namanya saja kebijakan, namun setidaknya ada win-win solution yang dihadirkan dari kebijakan itu," kata Tri Joko.
Menurut Tri Joko, saat ini yang harus dilakukan yakni sama-sama saling menjaga agar hal-hal yang dikhawatirkan tersebut tidak terjadi. Selain itu seluruh pihak segera melakukan sosialisasi terhadap hasil rapat yang dilakukan oleh pemerintah provinsi bersama beberapa stakeholder terkait pada 19 Juni 2019. Dimana dalam rapat tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan di antaranya, pembentukan tim terpadu yang dikomandoi oleh gubernur, melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan oknum terkait bahaya illegal driling dan tahura.
Selanjutnya melakukan penindakan terhadap para oknum penambang minyak secara ilegal, dan melakukan reboisasi terhadap kawasan-kawasan yang telah rusak dan tercemar akibat aktivitas illegal driling. Namun hasil rapat oleh Pemerintah Provinsi itu masih terkendala oleh biaya operasional dalam melaksanakan hasil rapat tersebut.
Sementara di hari yang sama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut melakukan rapat, di mana kesimpulan hasil rapat itu yakni KLHK akan melakukan langkah penindakan melalui upaya hukum.
"Yang pasti dengan keadaan cuaca saat ini aktifitas illegal driling tersebut sangat mengkhawatirkan dan mengancam terjadinya kebakaran, sehingga kita diuntut untuk lebih waspada," kata Tri Joko.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, pada Maret 2019 lalu telah membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran (Brigdalkar) Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Taha Syaifudin Jambi. Brigdalkar yang beranggotakan 15 orang tersebut secara rutin melakukan patroli ke kawasan Tahura, terutama kawasan yang rawan akan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Di mana terdapat beberapa titik lokasi rawan kebakaran di kawasan Tahura tersebut, diantaranya Kawasan Tahura di Desa Bungku dan Desa Pomp Air, yang saat terdapat kawasan penambangan minyak secara ilegal. Selanjutnya kawasan Tahura di Dusun senami, dari Pal 10 sampai dengan pal 15. Di mana di kawasan tersebut terdapat sejumlah oknum yang melakukan aktifitas pembakaran arang.
Selain itu di pal 15 tersebut juga merupakan lokasi kebakaran yang menghanguskan puluhan hektar kawasan tahura pada tahun 2015 yang lalu.
"Karena baru dibentuk, saat ini tim brigdalkar kita masih kekurangan sarana dan prasarana pemadaman kebakaran khusus kawasan hutan," kata Sandi Ketua Tim Brigdalkar Tahura Sultan Taha Syaifudin.
Saat ini tim Brigdalkan tersebut hanya memiliki kendaraan roda dua sebanyak lima unit yang digunakan untuk patroli dan kendaraan roda empat double kabin sebagai mobilisasi tim. Namun alat pemadam kebakaran seperti pompa air, pompa air portabel, dan tanki air belum ada.
Meski demikian tim Brigdalkar tersebut turut tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Karhutla Kabupaten, jika terjadi kebakaran di kawasan tahura dapat meminta bantuan dari satgas tersebut.
Baca juga: Menjaga gambut, solusi antisipatif kekeringan dan karhutla
Baca juga: Mengatasi kekeringan dengan upaya terstruktur
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2019
Tags: