Klungkung (ANTARA) - Desa Adat Karangsari yang terletak di Desa Suana, Kecamatan Nusa Penida, terdiri dari 3 banjar (Banjar Pupuan, Banjar Karangsari dan Banjar Pidada) melaksanakan Upacara Pitra Yadnya (ngaben) yang bersifat massal, yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

"Yadnya pengabenan ini adalah bentuk dari kewajiban masing-masing warga, namun karena terbentur pendanaan, maka Desa Adat Karangsari merancang kegiatan Ngaben Masal ini untuk meringankan biaya yang dikeluarkan warga utamanya warga yang kurang mampu, terus juga mengeratkan gotong royong dalam menyama braya," kata Ketua Panitia Ngaben Massal, Mangku Gede I Nyoman Dunia, di Pantai Karangsari, Nusa penida, pada Minggu.

Baca juga: Jawa-Bali dan Nusa Tenggara berpotensi kekeringan ekstrem

Ia mengatakan bagi warga yang memiliki "Sawe" (tulang dari kerabat yang meninggal dan sudah digali) dikenakan biaya secara urunan. Selain itu, pada pelaksanaannya tetap berpatokan dengan duase (Hari baik) agar rangkaian dari Ngaben Masal ini bisa terlaksana tanpa hambatan hingga prosesi berakhir.

Menurutnya, pelaksanaan Ngaben Massal yang berada di Nusa Penida ini, memiliki ciri khas yang terletak saat proses Bade diarak dengan menyisir pinggir Pantai Karangsari. Hal ini dikarenakan keberadaan dari kuburan (sema) terletak berdekatan dengan posisi dari kawasan Pantai Karangsari ini.

Krama Banjar Desa Adat Karangsari mengangkat Bade yang berisi 48 Sawe dengan menempuh jarak 400 meter hingga tiba di tempat pembakaran, dengan melewati pesisir pantai. Bade yang tingginya mencapai 9 meter ini, dibawa dengan cara diarak.

Sebelum melakukan prosesi Ngaben Massal, masyarakat melalui proses Upacara Ngerapuh atau Ngelungah. Upacara ini ditunjukkan bagi ibu - ibu yang pernah memiliki bayi yang meninggal saat berada dalam kandungan.

Pihaknya juga menjelaskan, upacara ini bertujuan untuk mengantar roh yang masih suci dengan langsung menghanyut sekah warga di Pantai Karangsari yang mengikuti Ngerapuh. Dengan harapan agar roh dari para kerabat yang diikutkan dalam Ngaben Massal ini, kembali bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir dari proses Upacara Pitra Yadnya ini, dilakukan pembakaran dari 14 "petulangan" yang terdiri dari Lembu, Gajah Mina dan Singa dan disaksikan oleh seluruh masyarakat. Setelah itu, hasil dari pembakaran berupa abu tersebut, dibawa untuk selanjutnya dihanyutkan di laut.

Baca juga: Kain tenun diharapkan jadi busana modern kaum milenial
Baca juga: Bali sosialisasikan "Road Show Bali Blues Festival 2019"