Artikel
Jalan terjal mengembangkan ekonomi digital
Oleh Yogi Rachman
6 Juli 2019 21:26 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan pengarahan dalam seminar internasional Transformasi Digital untuk Ekonomi Indonesia di Kantor BI, Jakarta, Senin (27/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Jakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi yang semakin canggih menumbuhkan alternatif baru dalam berbagai aspek, termasuk yang berkaitan dengan aktivitas perekonomian dan perdagangan.
Munculnya konsep ekonomi digital, membuat para pelaku ekonomi harus beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.
Berbagai negara di seluruh belahan dunia bahkan sudah mulai mencanangkan untuk fokus menggarap potensi ekonomi digital, salah satunya juga dilakukan oleh Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah membuat e-commerce road map demi mewujudkan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mencanangkan target pada 2020, nilai bisnis ekonomi digital Indonesia mencapai 130 miliar dolar AS atau setara Rp1.730 triliun.
Pemerintah juga menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis 10 miliar dolar AS.
Meski 50 persen dari total penduduk Indonesia telah menggunakan akses internet, namun pemerintah juga harus menerima fakta bahwa indeks literasi digital Indonesia masih tergolong rendah di antara negara Asia Tenggara lain.
Skipper Developer pada tahun 2019 mengeluarkan data bahwa pengguna internet Indonesia di dominasi oleh laki-laki sebanyak 52,5 persen, sedangkan perempuan hanya 47,5 persen.
Dari data tersebut juga disebutkan 65 persen atau 86,3 juta pengguna internet berada di Pulau Jawa, yang mencerminkan kesenjangan digital antara Jawa dan Luar Jawa.
Selain itu, infrastruktur di Indonesia masih dianggap belum mencukupi. Meski tarif data terbilang murah, namun bandwidth-nya masih rendah sekali
Tugas berat dan jalan terjal pun menanti pemerintah agar dapat mewujudkan impian sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Baca juga: Pengamat tekankan kolaborasi penting bagi pengembangan ekonomi digital
Baca juga: Presiden Jokowi akan angkat inovasi ekonomi digital di G20
Membangun ekosistem
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan bahwa pemerintah serius membangun ekosistem yang memadai agar para pelaku ekonomi digital Indonesia bisa terus berkembang, terutama dari segi infrastruktur dan peraturan.
Menurut dia, pemerintah saat ini fokus mewujudkan pemerataan koneksi internet cepat di seluruh wilayah Indonesia, seperti penyelesaian proyek Palapa Ring, yang dapat menjangkau semua Kabupaten dan Kotamadya di Indonesia.
Memang diakui saat ini, konektivitas jaringan internet di Indonesia sudah melebihi 90 persen. Namun, pemerintah masih punya pekerjaan rumah lain mengenai bagaimana memanfaatkan koneksi tersebut secara efektif.
Pemerintah juga menyiapkan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi agar masyarakat yang ingin bertransaksi secara digital bisa terlindungi datanya dengan aman.
Selain itu, Kemenkominfo juga tengah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui program Digital Talent Scholarship (DTS).
Program itu dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kemenkominfo bekerja sama dengan beberapa universitas negeri di Indonesia serta menyediakan tenaga pengajarnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut diakui olehnya penuh dengan tantangan, terutama dari segi waktu penyelesaian. Namun dia yakin potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus berkembang.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Ahmad A Ramli, berharap program DTS 2019 mampu mendorong generasi muda memanfaatkan peluang bisnis di bidang ekonomi digital.
"Ke depan kita akan memasuki ekonomi digital dan salah satu keunggulan Indonesia, kita akan menjadi pemain sharing economy dan digital economy yang baik," kata Ramli saat membuka Regional Digital Talent Scholarship (DTS) di Grha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta.
Menurut Ramli, ekonomi digital akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, karena hingga saat ini pertumbuhan pengguna internet terus meningkat.
Berdasarkan data Kemenkominfo jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2018 mengalami kenaikan 27,9 juta atau naik 10,12 persen dari 2017. "Jadi dalam satu tahun naik 27 juta pengguna internet. Ini adalah prospek industri yang baik," kata dia.
Pentingnya kolaborasi
Pengamat ekonomi Fithra Faisal menekankan kepada pemerintah bahwa kolaborasi antarlini sangat penting bagi pengembangan ekonomi digital di Indonesia, yang saat ini masih kurang terbangun.
Dia menyarankan pemerintah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti swasta, lembaga pendidikan, hingga komunitas untuk perkembangan ekonomi digital Indonesia ke depannya.
"Selama ini, kalau kita bicara kolaborasi, jangankan antarlini, kolaborasi kementerian saja masih kurang karena ego sektoralnya," kata Fithra.
Membangun kolaborasi, menurut dia, jauh lebih penting daripada sekadar membangun infrastruktur yang pada akhirnya membuat Indonesia terjebak hanya menjadi pasar.
Fithra mengatakan apabila kolaborasi antarempat lini utama tersebut terbangun dengan baik, bukan tidak mungkin nantinya akan muncul Silicon Valley Indonesia.
"Apa yang membuat Silicon Valley di Amerika diminati oleh para investor dan para inovator, karena mereka bukan hanya memiliki infrastruktur saja, tapi mereka memiliki kolaborasi," ujar dia.
Edukasi masyarakat
Sementara itu, ekonom universitas Indonesia Haryadin Mahardika mengatakan pemerintah perlu edukasi terhadap konsumen untuk membentuk pola pikir mendukung produk- produk lokal yang dijual melalui e-commerce dan tidak bergantung pada produk harga murah yang berasal dari luar negeri.
Melalui edukasi, menurut Haryadin, konsumen dapat mengetahui tidak hanya manfaat dan keuntungan ekonomi digital tapi juga dapat mengantisipasi agar persaingan ekonomi digital menjadi sehat.
Dia juga mengharapkan pemerintahan periode kedua Joko Widodo memiliki tim khusus untuk menangani masalah ekonomi digital, terutama yang bertugas mengkoordinasi usaha mempercepat aturan- aturan mengenai ekonomi digital baik keputusan pemerintah dan presiden.
Peneliti ekonomi itu juga mengharapkan aturan yang sudah berlaku tidak ditarik kembali jika sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
Haryadin mencontohkan seperti aturan pengenaan pajak terhadap e-commerce yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan yang hanya berlaku selama tiga bulan.
"Kalau seperti ini kan, kesannya Pemerintah takut sama perusahaan rintisan. Akhirnya malah tidak ada aturan yang mengatur soal ini," ujar Haryadin.
Terkait penetapan aturan terhadap berjalannya industri ekonomi digital, Haryadin mencontohkan Uni Eropa dalam pengaturan perusahaan raksasa- raksasa digital itu.
Menurut dia, Uni Eropa memberikan cukai hampir sebesar enam persen terhadap transaksi yang berasal dari luar wilayah Uni Eropa.
Pajak tersebut berguna untuk menciptakan keamanan bagi para pengusaha lokal yang berjualan di e-commerce dan menciptakan kestabilan harga.
Saat ini, kontribusi ekonomi digital pada tahun 2018 mencapai sekitar 8,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Jumlah tersebut tumbuh dibanding tahun 2017 yang kontribusinya hanya sebesar 7,3 persen terhadap PDB.
Prospek pertumbuhan ekonomi digital Indonesia ke depannya dianggap cukup cerah. Bahkan diperkirakan kontribusi ekonomi digital bisa mencapai 130 milliar dolar AS atau 11 persen terhadap PDB.
Baca juga: Ekonom: Edukasi konsumen mengenai ekonomi digital itu penting
Baca juga: Pemerintah wajib kontrol persaingan ekonomi digital, cegah oligopoli
Munculnya konsep ekonomi digital, membuat para pelaku ekonomi harus beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.
Berbagai negara di seluruh belahan dunia bahkan sudah mulai mencanangkan untuk fokus menggarap potensi ekonomi digital, salah satunya juga dilakukan oleh Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah membuat e-commerce road map demi mewujudkan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mencanangkan target pada 2020, nilai bisnis ekonomi digital Indonesia mencapai 130 miliar dolar AS atau setara Rp1.730 triliun.
Pemerintah juga menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis 10 miliar dolar AS.
Meski 50 persen dari total penduduk Indonesia telah menggunakan akses internet, namun pemerintah juga harus menerima fakta bahwa indeks literasi digital Indonesia masih tergolong rendah di antara negara Asia Tenggara lain.
Skipper Developer pada tahun 2019 mengeluarkan data bahwa pengguna internet Indonesia di dominasi oleh laki-laki sebanyak 52,5 persen, sedangkan perempuan hanya 47,5 persen.
Dari data tersebut juga disebutkan 65 persen atau 86,3 juta pengguna internet berada di Pulau Jawa, yang mencerminkan kesenjangan digital antara Jawa dan Luar Jawa.
Selain itu, infrastruktur di Indonesia masih dianggap belum mencukupi. Meski tarif data terbilang murah, namun bandwidth-nya masih rendah sekali
Tugas berat dan jalan terjal pun menanti pemerintah agar dapat mewujudkan impian sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020.
Baca juga: Pengamat tekankan kolaborasi penting bagi pengembangan ekonomi digital
Baca juga: Presiden Jokowi akan angkat inovasi ekonomi digital di G20
Membangun ekosistem
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan bahwa pemerintah serius membangun ekosistem yang memadai agar para pelaku ekonomi digital Indonesia bisa terus berkembang, terutama dari segi infrastruktur dan peraturan.
Menurut dia, pemerintah saat ini fokus mewujudkan pemerataan koneksi internet cepat di seluruh wilayah Indonesia, seperti penyelesaian proyek Palapa Ring, yang dapat menjangkau semua Kabupaten dan Kotamadya di Indonesia.
Memang diakui saat ini, konektivitas jaringan internet di Indonesia sudah melebihi 90 persen. Namun, pemerintah masih punya pekerjaan rumah lain mengenai bagaimana memanfaatkan koneksi tersebut secara efektif.
Pemerintah juga menyiapkan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi agar masyarakat yang ingin bertransaksi secara digital bisa terlindungi datanya dengan aman.
Selain itu, Kemenkominfo juga tengah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui program Digital Talent Scholarship (DTS).
Program itu dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kemenkominfo bekerja sama dengan beberapa universitas negeri di Indonesia serta menyediakan tenaga pengajarnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut diakui olehnya penuh dengan tantangan, terutama dari segi waktu penyelesaian. Namun dia yakin potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan terus berkembang.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Ahmad A Ramli, berharap program DTS 2019 mampu mendorong generasi muda memanfaatkan peluang bisnis di bidang ekonomi digital.
"Ke depan kita akan memasuki ekonomi digital dan salah satu keunggulan Indonesia, kita akan menjadi pemain sharing economy dan digital economy yang baik," kata Ramli saat membuka Regional Digital Talent Scholarship (DTS) di Grha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta.
Menurut Ramli, ekonomi digital akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, karena hingga saat ini pertumbuhan pengguna internet terus meningkat.
Berdasarkan data Kemenkominfo jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2018 mengalami kenaikan 27,9 juta atau naik 10,12 persen dari 2017. "Jadi dalam satu tahun naik 27 juta pengguna internet. Ini adalah prospek industri yang baik," kata dia.
Pentingnya kolaborasi
Pengamat ekonomi Fithra Faisal menekankan kepada pemerintah bahwa kolaborasi antarlini sangat penting bagi pengembangan ekonomi digital di Indonesia, yang saat ini masih kurang terbangun.
Dia menyarankan pemerintah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti swasta, lembaga pendidikan, hingga komunitas untuk perkembangan ekonomi digital Indonesia ke depannya.
"Selama ini, kalau kita bicara kolaborasi, jangankan antarlini, kolaborasi kementerian saja masih kurang karena ego sektoralnya," kata Fithra.
Membangun kolaborasi, menurut dia, jauh lebih penting daripada sekadar membangun infrastruktur yang pada akhirnya membuat Indonesia terjebak hanya menjadi pasar.
Fithra mengatakan apabila kolaborasi antarempat lini utama tersebut terbangun dengan baik, bukan tidak mungkin nantinya akan muncul Silicon Valley Indonesia.
"Apa yang membuat Silicon Valley di Amerika diminati oleh para investor dan para inovator, karena mereka bukan hanya memiliki infrastruktur saja, tapi mereka memiliki kolaborasi," ujar dia.
Edukasi masyarakat
Sementara itu, ekonom universitas Indonesia Haryadin Mahardika mengatakan pemerintah perlu edukasi terhadap konsumen untuk membentuk pola pikir mendukung produk- produk lokal yang dijual melalui e-commerce dan tidak bergantung pada produk harga murah yang berasal dari luar negeri.
Melalui edukasi, menurut Haryadin, konsumen dapat mengetahui tidak hanya manfaat dan keuntungan ekonomi digital tapi juga dapat mengantisipasi agar persaingan ekonomi digital menjadi sehat.
Dia juga mengharapkan pemerintahan periode kedua Joko Widodo memiliki tim khusus untuk menangani masalah ekonomi digital, terutama yang bertugas mengkoordinasi usaha mempercepat aturan- aturan mengenai ekonomi digital baik keputusan pemerintah dan presiden.
Peneliti ekonomi itu juga mengharapkan aturan yang sudah berlaku tidak ditarik kembali jika sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
Haryadin mencontohkan seperti aturan pengenaan pajak terhadap e-commerce yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan yang hanya berlaku selama tiga bulan.
"Kalau seperti ini kan, kesannya Pemerintah takut sama perusahaan rintisan. Akhirnya malah tidak ada aturan yang mengatur soal ini," ujar Haryadin.
Terkait penetapan aturan terhadap berjalannya industri ekonomi digital, Haryadin mencontohkan Uni Eropa dalam pengaturan perusahaan raksasa- raksasa digital itu.
Menurut dia, Uni Eropa memberikan cukai hampir sebesar enam persen terhadap transaksi yang berasal dari luar wilayah Uni Eropa.
Pajak tersebut berguna untuk menciptakan keamanan bagi para pengusaha lokal yang berjualan di e-commerce dan menciptakan kestabilan harga.
Saat ini, kontribusi ekonomi digital pada tahun 2018 mencapai sekitar 8,5 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Jumlah tersebut tumbuh dibanding tahun 2017 yang kontribusinya hanya sebesar 7,3 persen terhadap PDB.
Prospek pertumbuhan ekonomi digital Indonesia ke depannya dianggap cukup cerah. Bahkan diperkirakan kontribusi ekonomi digital bisa mencapai 130 milliar dolar AS atau 11 persen terhadap PDB.
Baca juga: Ekonom: Edukasi konsumen mengenai ekonomi digital itu penting
Baca juga: Pemerintah wajib kontrol persaingan ekonomi digital, cegah oligopoli
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: