Palu (ANTARA) - Banyaknya pengungsi korban gempa dan likuefaksi di Kelurahan Balaroa Kota Palu yang kehilangan harta benda, pekerjaan, sanak keluarga dan tempat tinggal yang hingga kini belum memperoleh bantuan baik dari pemerintah daerah terutama pemerintah pusat membuat mereka semakin tertekan.

Dalam rapat akbar yang dihadiri ratusan perwakilan pengungsi yang diinisiasi oleh Forum Korban Gempa dan Likuefaksi Balaroa di Palu, Sabtu, setidaknya ada sejumlah poin tuntutan yang disepakati dalam rapat tersebut.

Tuntutan ribuan pengungsi yang dibacakan Ketua Forum Korban Likuefaksi Balaroa Abdurahman Kasim itu antara lain, satu, meminta pemerintah agar memanusiakan pengungsi yang sampai hari ini masih tinggal di tenda-tenda pengungsi.

"Termasuk pengungsi yang mengontrak dan tinggal kos-kosan serta numpang di rumah keluarga. Intinya berikan kepastian hidup dan penghidupan yang layak sesuai UUD Pasal 27 Ayat 2 bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," ucapnya.

Kedua, kata dia, korban mendesak Pemerintah pusat, Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu, untuk segera menyalurkan dana Jaminan Hidup (Jadup) kepada sekitar 12 ribu korban.

"Tiga, percepat pembangunan Hunian Tetap (Huntap) untuk korban. Empat, segera realisasikan santunan ahli waris dan dana stimulan yang belum di terima seluruh ahli waris dan korban yang rumahnya rusak," lanjutnya.

Lima, meminta pemerintah untuk memperjelas status lahan lokasi atau tanah pengungsi di kawasan likuefaksi.

"Enam, transparansi dana bantuan melalui Pemprov Sulteng dan Kota Palu baik dari dalam maupun Luar Negeri. Tujuh, bersihkan dan amankan lahan milik korban di kawasan likuefaksi dari penjarahan, sebab di lokasi itu, masih banyak jasad keluarga kami yang belum sempat dievakuasi," ujarnya.

Sekretaris Forum Korban Gempa dan Likuefaksi Balaroa Agus Manggona menerangkan, dari hasil kesepakatan dengan para korban, jika hak-hak tersebut tidak ditunaikan oleh pemerintah selaku pelayan masyarakat, maka mereka siap menggelar demonstrasi besar-besaran.

"Pertama, kami akan membangun kamp-kamp pengungsian di depan Kantor Walikota Palu dan Gubernur Sulteng. Kedua, kami akan kembali membangun pemukiman di lokasi yang terdampak likuefaksi atau masuk zona merah," ucapnya.

Ketiga, kata dia, korban bertekad dan berkomitmen tidak akan menggunakan hak pilih baik dalam pemilihan Gubernur Sulteng maupun pemilihan Walikota Palu pada Tahun 2020 mendatang, sebab tidak berguna memilih pemimpin jika tidak memiliki kepekaan pada krisis (sense of crisis) terhadap warga yang menjadi pengungsi korban bencana.*


Baca juga: Pengungsi korban likuefaksi Balaroa serukan tolak bayar pajak

Baca juga: Pemerintah jamin hak atas tanah korban bencana Sulteng