Pengungsi korban likuefaksi Balaroa serukan tolak bayar pajak
6 Juli 2019 12:39 WIB
Pengungsi korban likuefaksi Balaroa mengikuti dan menyampaikan aspirasi dalam rapat akbar yang diselenggaran Forum Korban Likuefaksi Balaroa, di Palu, Sabtu (6/7). (Antaranews Sulteng/Muh. Arsyandi)
Palu (ANTARA) - Ratusan pengungsi korban gempa dan likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kota Palu menyerukan aksi penolakan pembayaran pajak.
Aksi itu mereka lakukan sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap pemerintah daerah terutama pusat yang tidak memberikan sepenuhnya hak dan kewajiban kepada korban yang kehilangan sanak keluarga, harta benda dan tempat tinggal saat bencana 28 September 2018 tersebut terjadi.
"Poin tambahan jangan membayar pajak dalam bentuk apapun. Bagaimana kita mau bayar pajak sementara pemerintah tidak peduli dengan hak-hak kita yang menjadi korban bencana," kata ketua Forum Likuefaksi Balaroa, Abdurahman Kasim dalam rapat akbar yang dihadiri ratusan pengungsi korban likuefaksi Balaroa di Palu, Sabtu.
Baca juga: Pemerintah jamin hak atas tanah korban bencana Sulteng
Menurutnya percuma jika para pengungsi korban bencana membayar pajak jika hak-hak mereka saja tidak diakomodir. Padahal pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai pelayan masyarakat wajib untuk menunaikan hak-hak tersebut.
"Belum ada kepastian tentang nasib kita sebagai korban bencana alam, baik itu menyangkut dana Jaminan Hidup (Jadup), hunian tetap, status lokasi milik korban bencana yang terdampak, masih maraknya aksi penjarahan di lokasi likefaksi serta kondisi pengungsi yang hingga kini masih tinggal di tenda-tenda, kos-kosan dan rumah keluarga," jelasnya.
Baca juga: Aksi pencurian di kawasan pengungsian likuefaksi Balaroa merajalela
Ia berharap seruan aksi itu mendapat dukungan dan diikuti oleh pengungsi korban bencana lainnya yang mengalami nasib serupa.
Selain itu, dalam waktu dekat mereka juga berencana menggelar aksi besar-besaran mendirikan tenda pengungsian di depan Kantor Wali Kota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah hingga hak-hak mereka ditunaikan oleh pemerintah daerah dan pusat selaku pengambil kebijakan.
"Yang penting aksi demo yang kita lakukan jangan sampai membakar ban, kendaraan dan fasilitas umum karena itu masuk pelanggaran pidana dan hukumnya penjara," katanya.
Memasuki bulan ke sembilan pasca bencana, belasan ribuan pengungsi masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebagian terpaksa memilih mengontrak kos-kosan dan tinggal di rumah sanak saudara.
Hak-hak yang seharusnya diterima oleh pengungsi seperti dana jadup, huntara, dana stimulan apalagi huntap juga belum tersalurkan secara merata.
Baca juga: Ribuan warga korban likuifaksi Balaroa Palu tuntut keadilan
Baca juga: Menanti kebijakan pemerintah pulihkan korban pascabencana Sulteng
Aksi itu mereka lakukan sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap pemerintah daerah terutama pusat yang tidak memberikan sepenuhnya hak dan kewajiban kepada korban yang kehilangan sanak keluarga, harta benda dan tempat tinggal saat bencana 28 September 2018 tersebut terjadi.
"Poin tambahan jangan membayar pajak dalam bentuk apapun. Bagaimana kita mau bayar pajak sementara pemerintah tidak peduli dengan hak-hak kita yang menjadi korban bencana," kata ketua Forum Likuefaksi Balaroa, Abdurahman Kasim dalam rapat akbar yang dihadiri ratusan pengungsi korban likuefaksi Balaroa di Palu, Sabtu.
Baca juga: Pemerintah jamin hak atas tanah korban bencana Sulteng
Menurutnya percuma jika para pengungsi korban bencana membayar pajak jika hak-hak mereka saja tidak diakomodir. Padahal pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai pelayan masyarakat wajib untuk menunaikan hak-hak tersebut.
"Belum ada kepastian tentang nasib kita sebagai korban bencana alam, baik itu menyangkut dana Jaminan Hidup (Jadup), hunian tetap, status lokasi milik korban bencana yang terdampak, masih maraknya aksi penjarahan di lokasi likefaksi serta kondisi pengungsi yang hingga kini masih tinggal di tenda-tenda, kos-kosan dan rumah keluarga," jelasnya.
Baca juga: Aksi pencurian di kawasan pengungsian likuefaksi Balaroa merajalela
Ia berharap seruan aksi itu mendapat dukungan dan diikuti oleh pengungsi korban bencana lainnya yang mengalami nasib serupa.
Selain itu, dalam waktu dekat mereka juga berencana menggelar aksi besar-besaran mendirikan tenda pengungsian di depan Kantor Wali Kota Palu dan Gubernur Sulawesi Tengah hingga hak-hak mereka ditunaikan oleh pemerintah daerah dan pusat selaku pengambil kebijakan.
"Yang penting aksi demo yang kita lakukan jangan sampai membakar ban, kendaraan dan fasilitas umum karena itu masuk pelanggaran pidana dan hukumnya penjara," katanya.
Memasuki bulan ke sembilan pasca bencana, belasan ribuan pengungsi masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebagian terpaksa memilih mengontrak kos-kosan dan tinggal di rumah sanak saudara.
Hak-hak yang seharusnya diterima oleh pengungsi seperti dana jadup, huntara, dana stimulan apalagi huntap juga belum tersalurkan secara merata.
Baca juga: Ribuan warga korban likuifaksi Balaroa Palu tuntut keadilan
Baca juga: Menanti kebijakan pemerintah pulihkan korban pascabencana Sulteng
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: