Jakarta (ANTARA News) - Negara harus siap mengambil tanggung jawab membayar ganti rugi pada korban luapan lumpur panas di Sidoarjo, jika PT Lapindo Brantas Inc. tidak lagi dapat membayar karena dinyatakan pailit. "Lapindo sebagai perusahaan yang membayar ganti rugi terus menerus mungkin suatu ketika dinyatakan pailit. Kalau demikian, siapa yang akan mengambil alih? Pada akhirnya, negara yang mengambil alih," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, Kamis, yang ditemui setelah acara Seminar Nasional "Membahas Masalah Bangsa Dalam Dua Dimensi Hukum dan Politik". Ia menuturkan, jika memang semburan lumpur panas disebabkan manusia, maka PT Lapindo Brantas Inc. belum tentu dapat membayar semua ganti rugi. "Sampai berapa lama dia dapat membayar," katanya. Untuk itu, sebagai alternatif, maka negara turun tangan untuk menyelesaikan ganti rugi. Sebelumnya, Vice President (VP) PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), Andi Darusalam Tabussala, mengatakan bahwa pihaknya berjanji pembayaran 20 persen "down payment" (dp/uang muka ganti rugi) yang belum cair akan dibayarkan maksimal dua pekan dari Rabu (13/2). Sementara itu, terkait dengan keputusan Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (19/2) mengenai laporan Tim Pengawasan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Badan Musyawarah (Bamus) gagal mengambil langkah lanjutan. Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, usai memimpin Rapat Bamus di Gedung DPR/MPR Jakarta menjelaskan, Bamus belum memutuskan apakah DPR akan melanjutkan penggunaan hak interpelasi atau memperpanjang masa kerja TP2LS. Hal itu karena adanya perbedaan persepsi mengenai keputusan rapat paripurna DPR. Karena itu, Bamus hanya sepakat diselenggarakan rapat konsultasi antara pimpinan fraksi dan pimpinan DPR untuk menyamakan persepsi. Agenda utama rapat konsultasi yang akan diselenggarakan pada Jumat (22/2) adalah memutar ulang rekaman persidangan pada Rapat Paripurna DPR. Oleh karena itu, menurut Yusril, adanya perbedaan pendapat ini harus dibicarakan ulang di tingkat Rapat Paripurna. Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa diwarnai perbedaan pendapat di kalangan anggota DPR yakni apakah melanjutkan penggunaan hak interpelasi atau memperpanjang masa kerja TP2LS. Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno juga terjadi penolakan laporan hasil TP2LS DPR RI. (*)