MPR akan wariskan tujuh poin rekomendasi
5 Juli 2019 18:51 WIB
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay (kiri) pada diskusi "Empat Pilar: MPR dalam Sistem Presidensial" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (5-7-2019). (Foto: Riza Harahap)
Jakarta (ANTARA) - MPR RI periode 2014 sampai dengan 2019 membuat rancangan rekomendasi berisi tujuh poin yang putusnya menjelang akhir masa tugasnya, kemudian mewariskannya kepada MPR RI periode berikutnya.
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Saleh Partaonan Daulay pada diskusi "Empat Pilar: MPR dalam Sistem Presidensial" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, menyebutkan salah satu poin dari tujuh poin rekomendasi tersebut adalah menghidupkan lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan arah pembangunan negara.
Baca juga: Pakar usulkan MPR hidupkan lagi GBHN
Menurut Saleh Partaonan Daulay, rekomendasi tersebut konteksnya adalah bagaimana agar poin-poin dalam rekomendasi itu bisa dilaksanakan dalam bentuk apa, apakah amendemen konstitusi atau yang lainnya.
"Persoalannya selama ini apakah semua fraksi-fraksi di MPR mau melakukan amendemen konstitusi lagi. Apalah melakukan amendemen konstitusi itu mudah?" katanya.
Selama masa tugas MPR RI periode 2014 s.d. 2019, kata Saleh Partonan, sudah membahas usulan amendemen UUD NRI Tahun 1945, termasuk di dalamnya ada usulan untuk menghidupkan kembali GBHN. Akan tetapi, realitasnya sikap fraksi-fraksi di MPR RI tidak semuanya sama.
"Karena usulan tidak sama, usulan amendemen konstitusi itu sulit berjalan," katanya.
Menurut dia, peta komposisi partai-partai politik pendukung pemerintah pada MPR RI periode mendatang berubah lagi.
"Apakah semua partai-partai politik, terutama partai pemenang pemilu mau melakukan amendemen itu?" katanya.
Dalam pandangan Saleh Partaonan, untuk menghidupkan kembali GBHN harus melalui amendemen konstitusi. Namun, banyak partai yang sangat berhati-hati dalam hal usulan amendemen konstitusi karena khawatir setelah menyetujui, kemudian muncul bermacam-macam usulan. Bahkan, bisa jadi kewenangan pemerintah bisa berkurang.
Baca juga: Zulkifli: banyak masukan untuk amandemen UUD 45
Saleh juga mengakui bahwa MPR RI periode 2014 s.d. 2019 menjalankan tugasnya berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh MPR RI periode 2009 s.d. 2014.
Namun, realitasnya sulit menjalankan rekomendasi itu karena di MPR RI periode saat ini sangat beragam kepentingan.
"Di MPR RI ada 10 fraksi plus kelompk DPD RI," katanya.
Menurut dia, pada usulan amendemen konstitusi yang dibahas MPR RI periode 2014 s.d. 2019 meskipun sudah mengerucut menjadi amendemen terbatas, hanya menghidupkan GBHN dan menambahkan kewenangan MPR sebagai pengawas GBHN, praktiknya sulit dilakukan.
"Dikhawatirkan, kalau amendemen dilakukan, akan banyak kepentingan lain yang ikut membonceng untuk mengusulkan yang lainnya," katanya. ***2***
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Saleh Partaonan Daulay pada diskusi "Empat Pilar: MPR dalam Sistem Presidensial" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat, menyebutkan salah satu poin dari tujuh poin rekomendasi tersebut adalah menghidupkan lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan arah pembangunan negara.
Baca juga: Pakar usulkan MPR hidupkan lagi GBHN
Menurut Saleh Partaonan Daulay, rekomendasi tersebut konteksnya adalah bagaimana agar poin-poin dalam rekomendasi itu bisa dilaksanakan dalam bentuk apa, apakah amendemen konstitusi atau yang lainnya.
"Persoalannya selama ini apakah semua fraksi-fraksi di MPR mau melakukan amendemen konstitusi lagi. Apalah melakukan amendemen konstitusi itu mudah?" katanya.
Selama masa tugas MPR RI periode 2014 s.d. 2019, kata Saleh Partonan, sudah membahas usulan amendemen UUD NRI Tahun 1945, termasuk di dalamnya ada usulan untuk menghidupkan kembali GBHN. Akan tetapi, realitasnya sikap fraksi-fraksi di MPR RI tidak semuanya sama.
"Karena usulan tidak sama, usulan amendemen konstitusi itu sulit berjalan," katanya.
Menurut dia, peta komposisi partai-partai politik pendukung pemerintah pada MPR RI periode mendatang berubah lagi.
"Apakah semua partai-partai politik, terutama partai pemenang pemilu mau melakukan amendemen itu?" katanya.
Dalam pandangan Saleh Partaonan, untuk menghidupkan kembali GBHN harus melalui amendemen konstitusi. Namun, banyak partai yang sangat berhati-hati dalam hal usulan amendemen konstitusi karena khawatir setelah menyetujui, kemudian muncul bermacam-macam usulan. Bahkan, bisa jadi kewenangan pemerintah bisa berkurang.
Baca juga: Zulkifli: banyak masukan untuk amandemen UUD 45
Saleh juga mengakui bahwa MPR RI periode 2014 s.d. 2019 menjalankan tugasnya berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh MPR RI periode 2009 s.d. 2014.
Namun, realitasnya sulit menjalankan rekomendasi itu karena di MPR RI periode saat ini sangat beragam kepentingan.
"Di MPR RI ada 10 fraksi plus kelompk DPD RI," katanya.
Menurut dia, pada usulan amendemen konstitusi yang dibahas MPR RI periode 2014 s.d. 2019 meskipun sudah mengerucut menjadi amendemen terbatas, hanya menghidupkan GBHN dan menambahkan kewenangan MPR sebagai pengawas GBHN, praktiknya sulit dilakukan.
"Dikhawatirkan, kalau amendemen dilakukan, akan banyak kepentingan lain yang ikut membonceng untuk mengusulkan yang lainnya," katanya. ***2***
Pewarta: Riza Harahap
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: