Ombudsman "jemput bola" persoalan PPDB SMA di Bali
5 Juli 2019 16:14 WIB
Para Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali saat menerima laporan dan pengaduan masyarakat terkait proses PPDB SMA di Disdik Bali di Denpasar, Jumat (5/7/2019) (ANTARA/Ni Luh Rhisma)
Denpasar (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali melakukan upaya "jemput bola" dengan membentuk posko di Dinas Pendidikan guna menampung laporan atau pengaduan masyarakat terkait sejumlah persoalan yang dihadapi para orang tua siswa dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA.
"Kami membuka posko pengaduan di Disdik Bali untuk 'jemput bola' karena kami memang selalu memberikan perhatian terhadap proses PPDB di Provinsi Bali," kata Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab di Denpasar, Jumat.
Para orang tua siswa terlihat antusias menyampaikan keluhan mereka terkait proses PPDB SMA tahun ini. Mayoritas keluhan yang disampaikan terkait pemanfaatan surat domisili yang diduga tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Ada juga yang menyampaikan keluhan tidak adanya SMA negeri dalam radius lebih dari dua kilometer, sehingga menutup kemungkinan diterima di SMA negeri, maupun ada yang mengadu kesulitan untuk diterima di SMA swasta karena pendaftaran sudah ditutup.
Baca juga: Apeksi rekomendasikan evaluasi sistem zonasi dalam PPDB
Dengan upaya "jemput bola" itu yang bertajuk "Ombudsman Mesadu" tersebut, sekaligus menjadi bentuk reaksi cepat dari ORI Bali karena langsung akan dikomunikasikan dengan Disdik Bali.
Di sisi lain, Umar menyayangkan jika sampai ada intervensi dari para pejabat maupun politisi dalam proses PPDB. "Seharusnya para pejabat atau politisi itu memberikan edukasi kepada publik mengenai proses PPDB ini agar mengikuti ketentuan yang berlaku," ucapnya.
Kalau menggunakan kewenangan untuk mengintervensi prosesnya, Ombudsman Bali khawatir tidak akan terjadi proses yang transparan dalam PPDB kali ini.
Pihaknya sangat berharap konsistensi dari Dinas Pendidikan untuk menjalankan Permendikbud 51 Tahun 2018 terkait kuota PPDB.
Baca juga: Puluhan pendaftar PPDB protes perbedaan jarak rumah
"Jika ada kebuntuan dalam proses penerimaan, tentu Dinas Pendidikan melakukan konsultasi ke Kemendikbud apa yang ada di lapangan. Tidak boleh mengambil langkah sendiri tanpa konsultasi ke Kemendikbud," katanya.
Umar mengingatkan regulasi soal PPDB yang diatur dalam Permendikbud bukan peraturan yang dibuat pemerintah daerah, tetapi yang dibuat Kementerian sehingga diskresi yang diambil daerah harus bisa mendapatkan opini dari Kemendikbud.
Pihaknya sangat menyayangkan jika peristiwa dibukanya gelombang kedua PPDB sampai terulang lagi, yang hari ini merupakan waktu pengumuman siapa-siapa calon siswa yang diterima di masing-masing SMA negeri di Pulau Dewata.
Baca juga: Sistem PPDB zonasi di Mataram di apresiasi wali murid
"Seharusnya ada pelajaran, ada antisipasi. Tahun lalu begini, tahun ini berubah. Kalau memang tidak ada perubahan, kami tentu sangat menyayangkan," katanya.
Mengenai wacana optimalisasi daya tampung sekolah yang sempat mengemuka dalam pertemuan DPRD Bali dengan Disdik Bali pada Kamis (4/7) jika diartikan penambahan kelas yang melampaui kuota, Umar berpandangan hal itu tidak jauh bedanya dengan membuka pendaftaran gelombang kedua yang keluar dari ketentuan yang berlaku.
"Kami membuka posko pengaduan di Disdik Bali untuk 'jemput bola' karena kami memang selalu memberikan perhatian terhadap proses PPDB di Provinsi Bali," kata Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab di Denpasar, Jumat.
Para orang tua siswa terlihat antusias menyampaikan keluhan mereka terkait proses PPDB SMA tahun ini. Mayoritas keluhan yang disampaikan terkait pemanfaatan surat domisili yang diduga tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Ada juga yang menyampaikan keluhan tidak adanya SMA negeri dalam radius lebih dari dua kilometer, sehingga menutup kemungkinan diterima di SMA negeri, maupun ada yang mengadu kesulitan untuk diterima di SMA swasta karena pendaftaran sudah ditutup.
Baca juga: Apeksi rekomendasikan evaluasi sistem zonasi dalam PPDB
Dengan upaya "jemput bola" itu yang bertajuk "Ombudsman Mesadu" tersebut, sekaligus menjadi bentuk reaksi cepat dari ORI Bali karena langsung akan dikomunikasikan dengan Disdik Bali.
Di sisi lain, Umar menyayangkan jika sampai ada intervensi dari para pejabat maupun politisi dalam proses PPDB. "Seharusnya para pejabat atau politisi itu memberikan edukasi kepada publik mengenai proses PPDB ini agar mengikuti ketentuan yang berlaku," ucapnya.
Kalau menggunakan kewenangan untuk mengintervensi prosesnya, Ombudsman Bali khawatir tidak akan terjadi proses yang transparan dalam PPDB kali ini.
Pihaknya sangat berharap konsistensi dari Dinas Pendidikan untuk menjalankan Permendikbud 51 Tahun 2018 terkait kuota PPDB.
Baca juga: Puluhan pendaftar PPDB protes perbedaan jarak rumah
"Jika ada kebuntuan dalam proses penerimaan, tentu Dinas Pendidikan melakukan konsultasi ke Kemendikbud apa yang ada di lapangan. Tidak boleh mengambil langkah sendiri tanpa konsultasi ke Kemendikbud," katanya.
Umar mengingatkan regulasi soal PPDB yang diatur dalam Permendikbud bukan peraturan yang dibuat pemerintah daerah, tetapi yang dibuat Kementerian sehingga diskresi yang diambil daerah harus bisa mendapatkan opini dari Kemendikbud.
Pihaknya sangat menyayangkan jika peristiwa dibukanya gelombang kedua PPDB sampai terulang lagi, yang hari ini merupakan waktu pengumuman siapa-siapa calon siswa yang diterima di masing-masing SMA negeri di Pulau Dewata.
Baca juga: Sistem PPDB zonasi di Mataram di apresiasi wali murid
"Seharusnya ada pelajaran, ada antisipasi. Tahun lalu begini, tahun ini berubah. Kalau memang tidak ada perubahan, kami tentu sangat menyayangkan," katanya.
Mengenai wacana optimalisasi daya tampung sekolah yang sempat mengemuka dalam pertemuan DPRD Bali dengan Disdik Bali pada Kamis (4/7) jika diartikan penambahan kelas yang melampaui kuota, Umar berpandangan hal itu tidak jauh bedanya dengan membuka pendaftaran gelombang kedua yang keluar dari ketentuan yang berlaku.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: