Serapan APBD rendah, DPRD Bekasi serukan kadis tinggalkan jabatan
5 Juli 2019 09:56 WIB
Gedung Bupati Bekasi di Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Desa Sukamahi, Kecamatan Cikarang Pusat. (Foto: Pradita Kurniawan Syah).
Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2019 Kabupaten Bekasi, Jawa Barat saat ini masih rendah, baru mencapai 23,74 persen dari total anggaran Rp5,9 triliun.
Kasubbag evaluasi penyerapan anggaran pada bagian administrasi sekretariat daerah Kabupaten Bekasi, Widi Mulyawan di Cikarang, Jawa Barat, Jumat, mengatakan dari total belanja Rp5.934.434.605.773 hingga pertengahan tahun ini anggaran yang diserap baru mencapai Rp1.408.854.951.823.
Angka itu jauh dari target yang ditetapkan yakni Rp3.881.355.244.011 atau 65,40 persen. Serapan anggaran itu terbagi dalam dua jenis penggunaan yakni belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pada belanja tidak langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp2.845.768.869.119. Dari jumlah tersebut, target penyerapan hingga Juni 2019 sebesar Rp1.477.991.435.799 atau 51,94 persen.
Namun yang terserap hanya sebesar Rp1.029.314.732.235 atau 36,17 persen. Untuk belanja langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp3.088.755.736.654 dengan target serapan sebesar Rp2.403.363.808.212 atau 77,81 persen. Hanya, pada realisasinya anggaran yang terserap hanya Rp379.540.219.588 atau 12,29 persen.
Rendahnya serapan belanja langsung menyebabkan persentase pengerjaan kegiatan fisik buruk. Dari 4.432 kegiatan fisik, baru terealisasi 18,37 persen. Rendahnya serapan anggaran itu menyebabkan terjadinya selisih dari target dan realisasi sebesar Rp2.472.500.292.188 atau 41,66 persen.
"Jika dibandingkan tahun sebelumnya, kondisi ini relatif tidak jauh berbeda. Biasanya rendahnya serapan anggaran salah satunya disebabkan oleh perangkat daerah yang kurang tepat menetapkan rencana kerja sehingga targetnya tidak tercapai. Untuk itu, penyerapan anggaran tahun ini diminta untuk segera dimaksimalkan," kata Widi.
Ironisnya, kata dia, jika diurutkan berdasarkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serapan terendah justru terdapat pada instansi yang selalu mendapat porsi anggaran terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Pada APBD 2019, dinas yang bertugas pada pembangunan infrastruktur itu mendapat anggaran Rp727.083.439.000 atau terbesar dari OPD lainnya.
Akan tetapi hingga Juni 2019 anggaran yang berhasil mereka serap hanya Rp4.299.974.995 atau 0,59 persen dengan pekerjaan fisik yang telah terealisasi hanya 3,82 persen. Jumlah itu jauh dari target yang mereka tetapkan yakni Rp202.111.428.700 atau 27,48 persen dengan pengerjaan fisik 66,62 persen.
Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja sebenarnya telah mengintruksikan semua OPD untuk segera memaksimalkan penyerapan anggaran mengingat penyerapan anggaran hanya tinggal beberapa bulan saja.
Saat ini, Dinas PUPR merupakan OPD yang memperoleh anggaran terbesar. Namun, serapan anggarannya justru terbilang paling rendah. Sejak kepala dinas terdahulunya, Jamaludin terjerat kasus suap oleh KPK bersama mantan Bupati Neneng Hasanah Yasin serta sejumlah pejabat lainnya tahun lalu, Dinas PUPR praktis tidak memiliki kepala dinas definitif hingga sekarang.
Bahkan pada rotasi terakhir, Eka Supria Atmaja justru membiarkan posisi kepala Dinas PUPR tetap tidak berpenghuni. Serapan rendah lainnya di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan. Anggaran terbesar kedua setelah Dinas PUPR memiliki anggaran Rp524 miliar tetapi yang baru terserap hanya Rp34,6 miliar atau 6,60 persen.
Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi melancarkan rekomendasi tegas terhadap kinerja pemerintah daerah. Salah satunya untuk mengganti jajaran OPD. Rekomendasi itu disampaikan setelah serapan anggaran yang dilakukan Pemerintah (Pemkab) Bekasi rendah.
Parahnya, hal itu terjadi di setiap tahun anggaran. Terbaru, karena banyak anggaran tidak digunakan, sisa lebih pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2018 menembus angka Rp1.029.219.164.178.
"Kami minta Bupati untuk segera mengevaluasi OPD yang tidak mampu melaksanakan kegiatan," kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti.
Menurutnya, fenomena rendahnya penyerapan anggaran itu sering terjadi setiap tahunnya. Untuk itu, Bupati Bekasi harus tegas mengevaluasi OPD yang setiap tahunnya mengalami serapan rendah.
"Jika akhir tahun serapannya dibawah 70 persen, kepala dinas (kadis)-nya wajib meninggalkan jabatannya," tegasnya.
Jejen menjelaskan, serapan anggaran dinilai penting karena berkaitan dengan tercapainya program yang dicanangkan setiap kedinasan, terutama yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Misalnya untuk membangun beberapa sekolah anggaran Rp10 miliar, kemudian yang terserap hanya Rp5 miliar, berarti ada sekolah yang tidak dibangun.
Namun, serapan anggaran pada sektor urusan wajib pelayanan dasar sebenarnya dalam kategori baik yakni terserap sebanyak 77,80 persen. Urusan wajib itu terdiri atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketentraman serta ketertiban umum dan sosial.
Kasubbag evaluasi penyerapan anggaran pada bagian administrasi sekretariat daerah Kabupaten Bekasi, Widi Mulyawan di Cikarang, Jawa Barat, Jumat, mengatakan dari total belanja Rp5.934.434.605.773 hingga pertengahan tahun ini anggaran yang diserap baru mencapai Rp1.408.854.951.823.
Angka itu jauh dari target yang ditetapkan yakni Rp3.881.355.244.011 atau 65,40 persen. Serapan anggaran itu terbagi dalam dua jenis penggunaan yakni belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pada belanja tidak langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp2.845.768.869.119. Dari jumlah tersebut, target penyerapan hingga Juni 2019 sebesar Rp1.477.991.435.799 atau 51,94 persen.
Namun yang terserap hanya sebesar Rp1.029.314.732.235 atau 36,17 persen. Untuk belanja langsung, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp3.088.755.736.654 dengan target serapan sebesar Rp2.403.363.808.212 atau 77,81 persen. Hanya, pada realisasinya anggaran yang terserap hanya Rp379.540.219.588 atau 12,29 persen.
Rendahnya serapan belanja langsung menyebabkan persentase pengerjaan kegiatan fisik buruk. Dari 4.432 kegiatan fisik, baru terealisasi 18,37 persen. Rendahnya serapan anggaran itu menyebabkan terjadinya selisih dari target dan realisasi sebesar Rp2.472.500.292.188 atau 41,66 persen.
"Jika dibandingkan tahun sebelumnya, kondisi ini relatif tidak jauh berbeda. Biasanya rendahnya serapan anggaran salah satunya disebabkan oleh perangkat daerah yang kurang tepat menetapkan rencana kerja sehingga targetnya tidak tercapai. Untuk itu, penyerapan anggaran tahun ini diminta untuk segera dimaksimalkan," kata Widi.
Ironisnya, kata dia, jika diurutkan berdasarkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serapan terendah justru terdapat pada instansi yang selalu mendapat porsi anggaran terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Pada APBD 2019, dinas yang bertugas pada pembangunan infrastruktur itu mendapat anggaran Rp727.083.439.000 atau terbesar dari OPD lainnya.
Akan tetapi hingga Juni 2019 anggaran yang berhasil mereka serap hanya Rp4.299.974.995 atau 0,59 persen dengan pekerjaan fisik yang telah terealisasi hanya 3,82 persen. Jumlah itu jauh dari target yang mereka tetapkan yakni Rp202.111.428.700 atau 27,48 persen dengan pengerjaan fisik 66,62 persen.
Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja sebenarnya telah mengintruksikan semua OPD untuk segera memaksimalkan penyerapan anggaran mengingat penyerapan anggaran hanya tinggal beberapa bulan saja.
Saat ini, Dinas PUPR merupakan OPD yang memperoleh anggaran terbesar. Namun, serapan anggarannya justru terbilang paling rendah. Sejak kepala dinas terdahulunya, Jamaludin terjerat kasus suap oleh KPK bersama mantan Bupati Neneng Hasanah Yasin serta sejumlah pejabat lainnya tahun lalu, Dinas PUPR praktis tidak memiliki kepala dinas definitif hingga sekarang.
Bahkan pada rotasi terakhir, Eka Supria Atmaja justru membiarkan posisi kepala Dinas PUPR tetap tidak berpenghuni. Serapan rendah lainnya di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Pertanahan. Anggaran terbesar kedua setelah Dinas PUPR memiliki anggaran Rp524 miliar tetapi yang baru terserap hanya Rp34,6 miliar atau 6,60 persen.
Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi melancarkan rekomendasi tegas terhadap kinerja pemerintah daerah. Salah satunya untuk mengganti jajaran OPD. Rekomendasi itu disampaikan setelah serapan anggaran yang dilakukan Pemerintah (Pemkab) Bekasi rendah.
Parahnya, hal itu terjadi di setiap tahun anggaran. Terbaru, karena banyak anggaran tidak digunakan, sisa lebih pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2018 menembus angka Rp1.029.219.164.178.
"Kami minta Bupati untuk segera mengevaluasi OPD yang tidak mampu melaksanakan kegiatan," kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti.
Menurutnya, fenomena rendahnya penyerapan anggaran itu sering terjadi setiap tahunnya. Untuk itu, Bupati Bekasi harus tegas mengevaluasi OPD yang setiap tahunnya mengalami serapan rendah.
"Jika akhir tahun serapannya dibawah 70 persen, kepala dinas (kadis)-nya wajib meninggalkan jabatannya," tegasnya.
Jejen menjelaskan, serapan anggaran dinilai penting karena berkaitan dengan tercapainya program yang dicanangkan setiap kedinasan, terutama yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Misalnya untuk membangun beberapa sekolah anggaran Rp10 miliar, kemudian yang terserap hanya Rp5 miliar, berarti ada sekolah yang tidak dibangun.
Namun, serapan anggaran pada sektor urusan wajib pelayanan dasar sebenarnya dalam kategori baik yakni terserap sebanyak 77,80 persen. Urusan wajib itu terdiri atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketentraman serta ketertiban umum dan sosial.
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: