Surabaya (ANTARA News) - Direktur Gratifikasi KPK Lambok Hutahuruk menjamin pihaknya tidak akan menahan pengusaha bila mereka mau melaporkan kasus gratifikasi ke KPK. "Kalau tak ingin kena sanksi hukum, laporkan saja kasus gratifikasi ke KPK. Pelapor akan selamat," katanya di Graha Kadin Jatim di Surabaya, Selasa. Di depan puluhan pengusaha dalam Sosialisasi Pidana Korupsi dalam Dunia Usaha, ia mengatakan jaminan itu tertuang dalam pasal 12-c UU 33/1999 juncto UU 20/2001. "Pasal 12-c menyebutkan bahwa perkara gratifikasi tidak berlaku bila dilaporkan ke KPK, apalagi identitas pelapor akan kami lindungi," katanya. Didampingi Ketua Kadin Jatim Ir Erlangga Satriagung, ia mengatakan gratifikasi berbeda dengan suap, karena suap dilakukan dengan komitmen (perjanjian). "Kalau gratifikasi itu tidak ada komitmen, tapi memunculkan utang budi dan selalu terkait dengan jabatan penerima `hadiah`," katanya. Menurut dia, pasal 12-b dan pasal 13 UU 31/1999 merinci gratifikasi adalah uang, barang, komisi, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas wisata, dan lainnya. "Kalau tidak dilaporkan, pemberi dan penerima akan kami jerat, karena merugikan negara, tapi jangan khawatir bahwa kalau hanya parsel Rp500 ribu ya nggak masalah," katanya. Ia mengaku budaya korupsi diawali dari kebiasaan pemberian dari pengusaha kepada pejabat, namun hal itu tak disadari bila terkait dengan jabatan yang bersangkutan. "Pemberian itu sekedar dianggap tanda terimakasih, tapi itulah gratifikasi, karena budaya memberi di masa lalu saling berbalas, tapi `hadiah` sekarang bersifat satu arah," katanya. Oleh karena itu, katanya, budaya memberi dan sopan santun seringkali dimanfaatkan sebagai modus operandi gratifikasi yang tidak hanya kepada pejabat yang bersangkutan, tapi juga diberikan kepada keluarganya. "Pengusaha sering bingung untuk memberikan parsel kepada pejabat saat lebaran atau Natal, kemudian mereka juga bingung untuk memberi hadiah perkawinan atau ulang tahun kepada keluarga pejabat," katanya. Bila parsel atau hadiah itu, katanya, nilainya mencapai Rp500 ribu atau di bawah Rp1 juta tentu masih dapat dipahami, tapi bila "hadiah" itu nilainya mencapai Rp8 juta atau Rp20 juta tentu sudah tidak wajar. "Bahkan, saya pernah menemukan hadiah yang diberikan para pengusaha sudah berupa wanita-wanita cantik asal Uzbekistan. Itu budaya pairing yang susah dihitung jumlah gratifikasinya," katanya.(*)