Bogor (ANTARA) - Direktur Rountable Ganoderma Management (RGM), Darmono Taniwiryono menyebutkan bahwa sektor pertanian kelapa sawit di Indonesia mengalami kerugian hingga triliunan rupiah per tahun akibat serangan jamur ganoderma.
"Di Indonesia, kerugian akibat serangan ganoderma mencapai triliunan rupiah per tahun. Risiko kegagalan yang tinggi terjadi di daerah-daerah endemik ganoderma," ujarnya kepada Antara usai seminar bertajuk 'Pemanfaatan Biopestisida dalam Pengendalian Serangan Genoderma' di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Menurutnya, berdasarkan sejarah, serangan ganoderma menunjukkan meningkat dari generasi ke generasi. Peremajaan kelapa sawit akan dikategorikan gagal jika saat mencapai usia 12 tahun harus diremajakan lagi karena serangan ganoderma.
"Dengan demikian aksi peremajaan sawit rakyat juga harus mempertimbangkan risiko jangka menengah tersebut," kata Darmono.
Belakangan, pemerintah memang berupaya keras untuk menyukseskan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan menggunakan bibit tanaman unggul bersertifikat, antara lain untuk mendongkrak produktivitas perkebunan sawit rakyat.
"Upaya tersebut sangat strategis karena komposisi perkebunan sawit rakyat mencapai 42 persen. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ikut berperan dalam penyediaan sebagian dana untuk peremajaan tersebut," terangnya.
Darmono mengatakan, penggunaan biopestisida menjadi pilihan banyak pihak karena dalam hal tertentu lebih menjanjikan dan lebih ramah lingkungan. Tapi, menggunakan biopestisida saja tidak cukup sehingga perlu mengintegrasikan komponen pengendalian lain.
"Perlu dilakukan 'rembug' bersama untuk mendapatkan kesepakatan kegiatan penelitian prioritas apa saja yang perlu dilakukan pada masa yang akan datang," tuturnya.(KR-MFS).
Baca juga: Menko Perekonomian: Peremajaan sawit upaya tingkatkan produksi
Serangan ganoderma rugikan pertanian sawit triliunan rupiah
3 Juli 2019 19:58 WIB
Direktur Rountable Ganoderma Management (RGM), Darmono Taniwiryono (kanan). (M Fikri Setiawan).
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: