Jakarta (ANTARA) - Gubuk liar kembali memenuhi bantaran sungai Banjir Kanal Barat (BKB) di Jati Pulo, Jakarta Barat setelah sebelumnya sempat dibersihkan oleh pemerintah DKI Jakarta pada 2017 lalu.

Gubuk liar itu membentang sepanjang satu kilometer. Gubuk liar yang dibangun dari kayu, triplek, dan terpal tersebut mengakibatkan kawasan Jati Pulo tampak kumuh dan juga kotor.

"Lihat aja mas, bantaran sungai dijadiin gubuk. Mereka udah ga peduli ada lahan sedikit saja, sikat (bangun gubuk)," ujar Basir, salah seorang warga di Jati Pulo, Rabu.

Baca juga: Anies : Jakarta telah jadi simpul persatuan Indonesia

Baca juga: Gubernur DKI: Operasi yustisia selama ini tidak adil

Baca juga: Anies Baswedan: Alkhairaat harus terus menjadi mata air cemerlang

Menurut Basir, warga yang menghuni gubuk liar itu bukan asli warga Jakarta, kebanyakan dari mereka berasa dari luar Ibu Kota. Sempat beberapa kali ditertibkan, namun tak lama gubuk-gubuk liar itu kembali berdiri.

"Kita mah ga bisa apa-apa. Udah ditertibkan balik lagi, ditertibkan balik lagi," ujarnya.

Dari penelusuran, hampir seluruh penghuni merupakan pemulung barang bekas. Namun beberapa diantaranya juga memiliki sepeda motor.

Menurut Basir, saat malam gubuk liar itu sering dijadikan tempat prostitusi. Beberapa di antaranya pun memiliki usaha dengan membuka warung.

"Kalau malam itu banyak (PSK) yang mangkal," kata dia.

Salah satu penghuni Gubuk, Imas (48), mengaku terpaksa mendirikan hunian untuk dapat tetap bertahan hidup di Jakarta. Ia juga tidak peduli apabila harus digusur, karena bagi dia, sangat mudah mencari lahan dan mendirikan gubuk kembali.

"Ah kita mah mudah, 2x3 aja bisa jadi rumah. Yang penting bisa tidur," kata perempuan yang juga seorang pemulung barang bekas ini.

Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mendorong Pemprov untuk melakukan pendataan terhadap warga yang datang ke Ibu Kota.

Menurut dia, Jakarta memang kota terbuka bagi siapa saja, namun yang patut digarisbawahi harus ada aturan jelas agar mereka tidak menjadi beban.

Kata dia, pendatang semestinya memiliki jaminan ketika sampai di Ibu Kota. Jaminan yang dimaksud seperti memiliki kemampuan untuk bersaing, dan jaminan tempat tinggal.

"Perlu diatur. Bukan berarti Jakarta menutup diri tapi Jakarta perlu mengatur, sehingga orang yang datang ke Jakarta bisa berkompetisi mampu menghadapi tantangan berat," kata dia.