Ambon (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa yang menamakan dirinya Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Maluku mendesak Komisi B DPRD Maluku merekomendasikan penghentian pembangunan irigasi Waibobi di Kabupaten Seram Bagian Timur karena belum mengantongi izin Amdal.

"Karena belum mengantongi izin Amdal maka proyek ini harus dihentikan untuk sementara waktu dalam rangka penyelamatan uang negara," kata Koordinator lapangan, Alwi Rumadan di Ambon, Rabu.

Rekomendasi komisi untuk menghentikan proyek pembangunan irigasi Waibobi itu diperlukan karena adanya dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2012, katanya.

Desakan tersebut disampaikan pendemo saat diterima ketua komisi B DPRD Maluku, Ever Kermite bersama anggota komisi dan dihadiri Kepala BWS Maluku, Haryono Utomo dan Plt Kadis Lingkungan Hidup provinsi, Roy Syauta.

Mereka mendesak pihak balai sebagai institusi teknis menjelaskan dan bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut dan mendesak Kejati Maluku memeriksa kontraktornya.

Ketua komisi B DPRD Maluku Evert Kermite mengatakan tidak bisa mengeluarkan rekomendasi untuk penghentian pembangunan proyek irigasi Waibobi.

"Komisi B hanya menangani persoalan izin Amdal dan kami sudah mendengar penjelasan langsung Plt Kadis Lingkungan Hidup, sedangkan mengenai pekerjaan fisik proyek merupakan urusan komisi C," ujar Evert.

Pembangunan irigasi Waibobi juga memiliki tujuan baik guna menunjang program pangan nasional sehingga tidak bisa diabaikan, ujarnya.

Sementara Plt Kadis Lingkungan Hidup provinsi, Roy Syauta menjelaskan, dokumen Amdal untuk pembangunan irigasi Waibobi sudah diproses sejak 19 April 2018.

Selanjutnya dokumen dinyatakan lengkap melalui rapat komisi Amdal untuk memutuskan layak atau tidaknya dikeluarkan dokumen tersebut dan mekanisme ini sudah dilakukan sampai diputuskan tanggal 19 Juli tahun lalu.

"Dari dinas juga sudah memproses SK kelayakan penerbitan izin Amdal untuk ditandatangani oleh Gubernur Maluku, namun saat itu terjadi transisi dan hanya ada Plh gubernur sehingga tidak bisa ditandatangani," jelas Syauta.

Pihak Dinas LH juga berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

"Dokumen Amdal tidak semestinya menghambat pembangunan kalau tidak merusak lingkungan, apalagi ada percepatan pembangunan di wilayah- wilayah tertinggal, biasanya disertai dengan anggaran, dan bersamaan dengan itu, mereka juga memproses izin Amdal," katanya.

Baca juga: Maluku rampungkan Amdal KEK Banda
Baca juga: Pakar: masyarakat Pulau Buru jangan konsumsi kepala ikan beracun