Kontribusi industri oleokimia bagi ekonomi Indonesia terus meningkat
3 Juli 2019 16:23 WIB
Para pembicara sedang memberikan paparan dalam seminar Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) yang bertemakan "Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia" di Jakarta, Rabu (3/7/2019). (ANTARA/Subagyo)
Jakarta (ANTARA) - Kontribusi industri oleokimia, sebagai produk turunan sawit, bagi perekonomian Indonesia khususnya dalam menciptakan lapangan kerja, investasi, penerimaan pajak, pembangunan infrastruktur, dan stimulus ekonomi daerah, terus meningkat.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat di Jakarta, Rabu menjelaskan bahwa jumlah perusahaan oleokimia terus meningkat sepanjang tiga tahun terakhir.
Jumlah perusahaan oleokimia di Indonesia tahun 2016 tercatat sebanyak 17 perusahaan dengan kapasitas produksi 10,9 juta ton/tahun dan nilai investasi mencapai Rp4,7 triliun.
Selanjutnya dari 2017-2018 terdapat 19 perusahaan dan tahun 2019 naik menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produk oleokimia nasional sebanyak 11,326 juta ton/tahun.
Dalam seminar yang diselenggarakan Apolin bersama Majalah Sawit Indonesia bertemakan "Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia" itu, Rapolo menyatakan, penambahan investasi industri oleokimia pada awal 2019 mencapai Rp4,84 triliun.
Pada 2019, dari total kapasitas produksi oleokimia 11,326 juta ton terdiri atas fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton.
“Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ujar Rapolo dalam kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) itu.
Sementara itu, investasi oleokimia tahun 2017 sebesar Rp4,7 triliun di Dumai, kemudian tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Propinsi Riau.
Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS kode tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton dengan nilai 1,5 miliar dolar AS kemudian, tahun 2018 meningkat menjadi 2 juta ton senilai 2,3 miliar dolar AS.
Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik dan industri lainnya. “Pengembangan produk oleokimia juga menjadi tantangan ke depan. Riset menjadi tulang punggung industri ini dalam mengembangkan produk oleokimia,” katanya.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menambahkan, peran industri oleokimia sangat strategis karena mampu mengolah sumber daya minyak kelapa sawit yang melimpah dan menjadi building block bagi pertumbuhan industri hilir terkait.
Pada 2019 bertambah menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produksi oleokimia sebanyak 11.326.300 ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp4,84 triliun.
"Salah satu faktornya karena peringkat EODB (Ease of Doing Business) melalui berbagai fasilitas dan kemudahan investasi dari Pemerintah Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendorong dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri oleokimia nasional," katanya saat membuka acara.
Sektor oleokimia, dikatakan Abdul Rochim, termasuk sektor industri yang mendapatkan fasilitas perpajakan tax allowance dan tax holiday berkaitan investasi baru dan perluasan industri. Lebih dari 10 proyek perusahaan oleokimia telah mendapatkan tax incentive.
"Berdasarkan pengamatan kami, kebijakan insentif tax allowance dan tax holiday yang dikombinasikan pungutan sawit sangat efektif dan mampu mendorong Industri oleokimia," katanya.
Menurut dia, ada dua tantangan utama industri oleokimia yaitu pengamanan bahan baku industri dan inovasi menambah ragam jenis produk hilir.
"Sudah ada usulan dari Apolin untuk menyempurnakan tarif pungutan untuk menjamin pasokan bahan baku industri. Saat ini, sudah ada tim antarkementerian yang membahas persoalan ini," katanya.
Industri oleokimia sebagai building block aneka produk hilir, maka aktivitas riset untuk menghasilkan inovasi terkini menjadi ujung tombak dalam penguasaan pasar global. Diantaranya biolubricant, biosurfaktan, bioplastik, biopolymer hingga biomaterial canggih.
“Kekuatan industri oleokimia berbasis minyak sawit ini terletak pada kemampuan substitusi produk minyak bumi, sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” ujarnya.
Baca juga: Industri oleokimia diprediksi tumbuh positif pada 2019
Baca juga: Menperin resmikan pabrik oleokimia di Dumai
Baca juga: Sinar Mas perkenalkan unit baru oleokimia
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat di Jakarta, Rabu menjelaskan bahwa jumlah perusahaan oleokimia terus meningkat sepanjang tiga tahun terakhir.
Jumlah perusahaan oleokimia di Indonesia tahun 2016 tercatat sebanyak 17 perusahaan dengan kapasitas produksi 10,9 juta ton/tahun dan nilai investasi mencapai Rp4,7 triliun.
Selanjutnya dari 2017-2018 terdapat 19 perusahaan dan tahun 2019 naik menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produk oleokimia nasional sebanyak 11,326 juta ton/tahun.
Dalam seminar yang diselenggarakan Apolin bersama Majalah Sawit Indonesia bertemakan "Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia" itu, Rapolo menyatakan, penambahan investasi industri oleokimia pada awal 2019 mencapai Rp4,84 triliun.
Pada 2019, dari total kapasitas produksi oleokimia 11,326 juta ton terdiri atas fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton.
“Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ujar Rapolo dalam kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) itu.
Sementara itu, investasi oleokimia tahun 2017 sebesar Rp4,7 triliun di Dumai, kemudian tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Propinsi Riau.
Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS kode tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton dengan nilai 1,5 miliar dolar AS kemudian, tahun 2018 meningkat menjadi 2 juta ton senilai 2,3 miliar dolar AS.
Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik dan industri lainnya. “Pengembangan produk oleokimia juga menjadi tantangan ke depan. Riset menjadi tulang punggung industri ini dalam mengembangkan produk oleokimia,” katanya.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menambahkan, peran industri oleokimia sangat strategis karena mampu mengolah sumber daya minyak kelapa sawit yang melimpah dan menjadi building block bagi pertumbuhan industri hilir terkait.
Pada 2019 bertambah menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produksi oleokimia sebanyak 11.326.300 ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp4,84 triliun.
"Salah satu faktornya karena peringkat EODB (Ease of Doing Business) melalui berbagai fasilitas dan kemudahan investasi dari Pemerintah Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendorong dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri oleokimia nasional," katanya saat membuka acara.
Sektor oleokimia, dikatakan Abdul Rochim, termasuk sektor industri yang mendapatkan fasilitas perpajakan tax allowance dan tax holiday berkaitan investasi baru dan perluasan industri. Lebih dari 10 proyek perusahaan oleokimia telah mendapatkan tax incentive.
"Berdasarkan pengamatan kami, kebijakan insentif tax allowance dan tax holiday yang dikombinasikan pungutan sawit sangat efektif dan mampu mendorong Industri oleokimia," katanya.
Menurut dia, ada dua tantangan utama industri oleokimia yaitu pengamanan bahan baku industri dan inovasi menambah ragam jenis produk hilir.
"Sudah ada usulan dari Apolin untuk menyempurnakan tarif pungutan untuk menjamin pasokan bahan baku industri. Saat ini, sudah ada tim antarkementerian yang membahas persoalan ini," katanya.
Industri oleokimia sebagai building block aneka produk hilir, maka aktivitas riset untuk menghasilkan inovasi terkini menjadi ujung tombak dalam penguasaan pasar global. Diantaranya biolubricant, biosurfaktan, bioplastik, biopolymer hingga biomaterial canggih.
“Kekuatan industri oleokimia berbasis minyak sawit ini terletak pada kemampuan substitusi produk minyak bumi, sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” ujarnya.
Baca juga: Industri oleokimia diprediksi tumbuh positif pada 2019
Baca juga: Menperin resmikan pabrik oleokimia di Dumai
Baca juga: Sinar Mas perkenalkan unit baru oleokimia
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: