Jakarta (ANTARA) - Praktisi minyak dan gas (migas) Tumbur Parlindungan mengatakan bahwa Indonesia perlu lebih serius dalam menerapkan kepastian hukum untuk menggaet investor dari luar negeri untuk mengelola sumber daya migas.
"Negara lain kepastian hukumnya lebih baik dari kita, akhirnya mereka investasi di luar bukan di Indonesia," kata dia di Jakarta, Rabu, pada kegiatan bertema Eksplorasi Tanpa Investasi Migas.
Ia berpandangan jika Indonesia tidak bisa kompetitif dalam penerapan kepastian hukum, dikhawatirkan para inventor enggan menanamkan modal di Tanah Air.
Kepastian hukum tersebut diperlukan investor karena dalam pengelolaan migas membutuhkan periode jangka panjang sebab dikhawatirkan ada perubahan regulasi di tengah kesepakatan kerja. "Dalam proses ini jangan diubah dong, itu kepastian hukum yang diperlukan," katanya.
Selain kepastian hukum, pemerintah juga disarankan untuk mempermudah para investor dalam masalah administrasi seperti perizinan agar memberikan kenyamanan mereka dalam menanamkan modal.
"Bantu investor agar merasa nyaman berinvestasi di Indonesia," ujarnya.
Kemudian, ia juga menyinggung belum adanya konsistensi penuh dari pemerintah dalam menentukan garis waktu kepada para investor sehingga menimbulkan keraguan dalam menanamkan modal.
"Investor juga demikian, mereka akan bertanya kapan bisa berinvestasi dengan kepastian waktu namun kenyataannya berbelit-belit," katanya.
Ia mengatakan Indonesia memiliki sumber daya migas yang banyak, hanya saja belum bisa dikelola atau dieksplorasi dengan maksimal, sehingga dapat dikatakan sebagai suatu kerugian.
Dari segi ketenagakerjaan, Tumbur memberikan contoh dampak dari satu titik pengeboran minyak, setidaknya bisa menyerap 1.000 tenaga kerja di Indonesia.
"Banyangkan total ada 10 titik pengeboran minyak, sekian ribu tenaga kerja bisa terserap," ujar dia.
Baca juga: Pengembangan Blok Masela diyakini picu investasi migas
Praktisi: Indonesia perlu serius terapkan kepastian hukum migas
3 Juli 2019 16:10 WIB
Praktisi Minyak dan gas (Migas) Tumbur Parlindungan. (ANTARA/Muhammad Zulfikar)
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: