BKSDA-IAR Indonesia lepasliarkan lima orangutan
2 Juli 2019 10:55 WIB
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dan IAR Indonesia kembali melepasliarkan lima orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalbar. (Istimewa)
Pontianak (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) dan IAR Indonesia kembali melepasliarkan lima orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalbar.
Direktur Program IAR Indonesia, Karmele Llano Sanchez, dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Selasa, mengatakan pelepasliaran kelima orangutan tersebut untuk mengembalikan sifat alami orangutan itu.
"Sebelum dilepasliarkan kelima orang utan tersebut telah menjalani masa rehabilitasi, seperti belajar kemampuan dasar untuk bertahan hidup di alam seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang, yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit," ungkapnya.
Baca juga: 90 persen orangutan berada di luar hutan lindung
Menurut dia, saat ini IAR Indonesia tercatat menampung lebih dari 100 orangutan untuk direhabilitasi.
"Kelima orangutan tersebut dulunya merupakan orangutan bekas peliharaan yang berhasil diselamatkan dan kemudian menyelesaikan masa rehabilitasi di IAR Indonesia. Mereka adalah satu orangutan jantan bernama Bujing, dan empat orangutan betina bernama Kibo, Japik, Manis, dan Santi," jelasnya.
Ia menambahkan, untuk masing-masing orangutan, proses rehabilitasi yang dijalankan tidak bisa dibilang singkat. Proses ini dapat mencapai tujuh hingga delapan tahun tergantung kemampuan masing-masing orangutan tersebut.
"Waktu yang dibutuhkan sekitar dua hari, bahkan juga menempuh perjalanan dengan perahu motor air, Jumat (28/6), dan kegiatan pelepasliaran orangutan kali ini juga melibatkan kaum perempuan dari dusun setempat kawasan TNBBBR," terangnya.
Baca juga: BKSDA siap identifikasi keberadaan orangutan di Wajok Hilir
Menurut dia, pelibatan kaum perempuan ini sangat penting dalam upaya konservasi orangutan dan lingkungannya dengan cara tidak merusak hutan. "TNBBBR dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus, survei dari tim IAR Indonesia juga menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah," jelasnya.
Dari kajian yang pernah dilakukan juga oleh tim ahli dari IAR Indonesia, di lokasi TNBBBR resor Mentatai yang menjadi lokasi pelepasliaran orangutan, tidak ditemukan keberadaan orangutan dan dinyatakan orangutan wilayah ini telah punah dalam 20 hingga 30 tahun terakhir.
Oleh karena itu upaya untuk pelepasan orangutan sangat penting sekali, dan sampai saat ini IAR Indonesia telah melepaskan 41 orangutan di TNBBBR sejak tahun 2016.
"Kami juga menurunkan tim monitoring yang terdiri dari warga desa penyangga kawasan TNBBBR untuk mencatat perilaku orangutan setiap dua menit dari orangutan bangun sampai tidur lagi setiap harinya yang berlangsung selama satu hingga dua tahun untuk memastikan orangutan yang dilepaskan bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya," jelasnya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta mengajak semua masyarakat untuk gencarkan mengkampanyekan dan pendidikan konservasi secara masif terutama kepada generasi muda agar ke depan lebih peduli pada konservasi lingkungan dan satwa liar.
"Sebagai lokasi pelepasliaran orangutan, kawasan TNBBBR harus dijaga agar orangutan yang dilepasliarkan dapat membentuk populasi baru, sehingga orangutan tetap lestari. Untuk itu perlu dukungan dari berbagai pihak untuk ikut menjaga kawasan taman nasional sebagai habitat orangutan, karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak dapat bekerja sendiri," terangnya.
Baca juga: Belasan satwa dilindungi dilepasliarkan di Siantang
Baca juga: BKSDA Kalbar lepas liarkan seekor kelempiau dan dua elang
Direktur Program IAR Indonesia, Karmele Llano Sanchez, dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Selasa, mengatakan pelepasliaran kelima orangutan tersebut untuk mengembalikan sifat alami orangutan itu.
"Sebelum dilepasliarkan kelima orang utan tersebut telah menjalani masa rehabilitasi, seperti belajar kemampuan dasar untuk bertahan hidup di alam seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang, yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit," ungkapnya.
Baca juga: 90 persen orangutan berada di luar hutan lindung
Menurut dia, saat ini IAR Indonesia tercatat menampung lebih dari 100 orangutan untuk direhabilitasi.
"Kelima orangutan tersebut dulunya merupakan orangutan bekas peliharaan yang berhasil diselamatkan dan kemudian menyelesaikan masa rehabilitasi di IAR Indonesia. Mereka adalah satu orangutan jantan bernama Bujing, dan empat orangutan betina bernama Kibo, Japik, Manis, dan Santi," jelasnya.
Ia menambahkan, untuk masing-masing orangutan, proses rehabilitasi yang dijalankan tidak bisa dibilang singkat. Proses ini dapat mencapai tujuh hingga delapan tahun tergantung kemampuan masing-masing orangutan tersebut.
"Waktu yang dibutuhkan sekitar dua hari, bahkan juga menempuh perjalanan dengan perahu motor air, Jumat (28/6), dan kegiatan pelepasliaran orangutan kali ini juga melibatkan kaum perempuan dari dusun setempat kawasan TNBBBR," terangnya.
Baca juga: BKSDA siap identifikasi keberadaan orangutan di Wajok Hilir
Menurut dia, pelibatan kaum perempuan ini sangat penting dalam upaya konservasi orangutan dan lingkungannya dengan cara tidak merusak hutan. "TNBBBR dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus, survei dari tim IAR Indonesia juga menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah," jelasnya.
Dari kajian yang pernah dilakukan juga oleh tim ahli dari IAR Indonesia, di lokasi TNBBBR resor Mentatai yang menjadi lokasi pelepasliaran orangutan, tidak ditemukan keberadaan orangutan dan dinyatakan orangutan wilayah ini telah punah dalam 20 hingga 30 tahun terakhir.
Oleh karena itu upaya untuk pelepasan orangutan sangat penting sekali, dan sampai saat ini IAR Indonesia telah melepaskan 41 orangutan di TNBBBR sejak tahun 2016.
"Kami juga menurunkan tim monitoring yang terdiri dari warga desa penyangga kawasan TNBBBR untuk mencatat perilaku orangutan setiap dua menit dari orangutan bangun sampai tidur lagi setiap harinya yang berlangsung selama satu hingga dua tahun untuk memastikan orangutan yang dilepaskan bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya," jelasnya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta mengajak semua masyarakat untuk gencarkan mengkampanyekan dan pendidikan konservasi secara masif terutama kepada generasi muda agar ke depan lebih peduli pada konservasi lingkungan dan satwa liar.
"Sebagai lokasi pelepasliaran orangutan, kawasan TNBBBR harus dijaga agar orangutan yang dilepasliarkan dapat membentuk populasi baru, sehingga orangutan tetap lestari. Untuk itu perlu dukungan dari berbagai pihak untuk ikut menjaga kawasan taman nasional sebagai habitat orangutan, karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak dapat bekerja sendiri," terangnya.
Baca juga: Belasan satwa dilindungi dilepasliarkan di Siantang
Baca juga: BKSDA Kalbar lepas liarkan seekor kelempiau dan dua elang
Pewarta: Andilala
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: