Pengamat usulkan Jokowi "magangkan" menteri ekonomi sebelum Oktober
1 Juli 2019 21:36 WIB
Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo (kiri) dan KH Ma'ruf Amin (kedua kiri) menghadiri Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 di gedung KPU, Jakarta, Minggu (30/6/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/WSJ. (ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal mengusulkan Presiden Jokowi untuk "memagangkan" beberapa menteri ekonomi sebelum mengumumkan jajaran kabinet periode kedua kepemimpinannya Oktober mendatang.
Menurut Fithra yang dihubungi di Jakarta, Senin, hal itu dilakukan untuk mendukung reformasi birokrasi dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor.
"Bulan Oktober ini momentumnya (reformasi birokrasi) karena ada pengumuman kabinet atau mungkin Pak Jokowi bisa mulai dari sekarang yaitu dengan 'memagangkan' beberapa menteri (sebelum umumkan kabinet baru)," katanya.
Menurut Fithra, sejauh ini ada sejumlah menteri yang dinilai belum optimal dalam mendorong ekspor dan investasi sehingga perlu direshuffle. Menteri-menteri tersebut diantaranya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman serta Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Ia pun mengusulkan agar posisi-posisi tersebut bisa diisi oleh kalangan profesional, bukan dari partai politik. Reshuffle juga dinilai bisa dilakukan lantaran tidak ada beban politik sehingga bisa fokus melakukan perbaikan.
Menurut Fithra, opsi "memagangkan" sejumlah menteri, terutama di kementerian sektoral, diharapkan dapat memberikan respon positif terhadap para investor.
"Dan meski tidak cukup panjang waktunya, tapi bisa kelihatan kinerjanya dalam tiga bulan ke depan," imbuhnya.
Ia menambahkan, selama ini kinerja sejumlah menteri, terutama di kementerian sektoral tidak maksimal. Segala upaya pemerintah, termasuk memberikan berbagai insentif, deregulasi dan debirokratisasi, qkan percuma jika tidak mampu dilaksanakan dengan baik di kementerian sektoral.
"Karena permasalahan kita selama ini ya begitu, di kementerian sektoral, meski Kementerian Keuangan sudah memberi banyak insentif, deregulasi dan debirokratisasi, tapi kementerian sektoral belum mampu menjawabnya dengan baik sehingga mereka perlu menunjukan kesungguhan," tukasnya.
Menurut Fithra yang dihubungi di Jakarta, Senin, hal itu dilakukan untuk mendukung reformasi birokrasi dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor.
"Bulan Oktober ini momentumnya (reformasi birokrasi) karena ada pengumuman kabinet atau mungkin Pak Jokowi bisa mulai dari sekarang yaitu dengan 'memagangkan' beberapa menteri (sebelum umumkan kabinet baru)," katanya.
Menurut Fithra, sejauh ini ada sejumlah menteri yang dinilai belum optimal dalam mendorong ekspor dan investasi sehingga perlu direshuffle. Menteri-menteri tersebut diantaranya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman serta Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Ia pun mengusulkan agar posisi-posisi tersebut bisa diisi oleh kalangan profesional, bukan dari partai politik. Reshuffle juga dinilai bisa dilakukan lantaran tidak ada beban politik sehingga bisa fokus melakukan perbaikan.
Menurut Fithra, opsi "memagangkan" sejumlah menteri, terutama di kementerian sektoral, diharapkan dapat memberikan respon positif terhadap para investor.
"Dan meski tidak cukup panjang waktunya, tapi bisa kelihatan kinerjanya dalam tiga bulan ke depan," imbuhnya.
Ia menambahkan, selama ini kinerja sejumlah menteri, terutama di kementerian sektoral tidak maksimal. Segala upaya pemerintah, termasuk memberikan berbagai insentif, deregulasi dan debirokratisasi, qkan percuma jika tidak mampu dilaksanakan dengan baik di kementerian sektoral.
"Karena permasalahan kita selama ini ya begitu, di kementerian sektoral, meski Kementerian Keuangan sudah memberi banyak insentif, deregulasi dan debirokratisasi, tapi kementerian sektoral belum mampu menjawabnya dengan baik sehingga mereka perlu menunjukan kesungguhan," tukasnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: