Ini saran Indef saat hadapi kemarau soal pangan
1 Juli 2019 17:54 WIB
ILustrasi. Kondisi tanah sawah retak-retak akibat kemarau di Desa Sukaraja, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Minggu (30/06/2019). (Foto Warga)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom INDEF Rusli Abdullah mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga ketersediaan pangan saat memasuki musim kemarau yang saat ini melanda sejumlah daerah Indonesia.
Musim kemarau, menurut Rusli, berdampak pada menurunnya produksi pangan di sejumlah daerah sehingga dikhawatirkan mengakibatkan harga pangan seperti beras melambung tinggi.
"Antisipasi bulan Agustus beras akan naik karena dampak kekeringan terutama di Jawa bagian selatan," kata Rusli Abdullah saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya dan berpotensi menimpa 28 provinsi.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa pemerintah perlu memantau daerah mana saja yang terdampak kekeringan dan menjaga pasokan pangan di daerah tersebut dengan menggunakan stok beras dari Bulog.
"Beras Bulog itu juga banyak melimpah dan bisa diupayakan dan disalurkan ke daerah yang terkena kekeringan," ujarnya.
Dia juga menegaskan perlu rutin dilakukannya pengawasan oleh pemerintah daerah dan juga dinas pertanian setempat untuk mengantisipasi adanya pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga.
Selain itu, Rusli menyebut bahan pangan alternatif seperti jagung dan singkong juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras bagi daerah yang terdampak kekeringan.
Baca juga: Pengamat: Perbanyak pembuatan embung atasi kemarau
Baca juga: Pengamat: pemerintah perlu lakukan konservasi sumber air
Baca juga: Puluhan hektare sawah di Tasikmalaya terancam gagal panen
Musim kemarau, menurut Rusli, berdampak pada menurunnya produksi pangan di sejumlah daerah sehingga dikhawatirkan mengakibatkan harga pangan seperti beras melambung tinggi.
"Antisipasi bulan Agustus beras akan naik karena dampak kekeringan terutama di Jawa bagian selatan," kata Rusli Abdullah saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya dan berpotensi menimpa 28 provinsi.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa pemerintah perlu memantau daerah mana saja yang terdampak kekeringan dan menjaga pasokan pangan di daerah tersebut dengan menggunakan stok beras dari Bulog.
"Beras Bulog itu juga banyak melimpah dan bisa diupayakan dan disalurkan ke daerah yang terkena kekeringan," ujarnya.
Dia juga menegaskan perlu rutin dilakukannya pengawasan oleh pemerintah daerah dan juga dinas pertanian setempat untuk mengantisipasi adanya pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga.
Selain itu, Rusli menyebut bahan pangan alternatif seperti jagung dan singkong juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras bagi daerah yang terdampak kekeringan.
Baca juga: Pengamat: Perbanyak pembuatan embung atasi kemarau
Baca juga: Pengamat: pemerintah perlu lakukan konservasi sumber air
Baca juga: Puluhan hektare sawah di Tasikmalaya terancam gagal panen
Pewarta: Yogi Rachman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: