Mahasiswa Universitas Brawijaya ciptakan pelapis kaca pendingin
1 Juli 2019 16:53 WIB
Tiga mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang pencipta pelapis kaca yang berfungsi sebagai pendingin dan swabersih (Humas Universitas Brawijaya)
Malang (ANTARA) - Tiga mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang bekerja sama menciptakan alat pelapis kaca yang sekaligus berfungsi sebagai pendingin dan swabersih.
Salah seorang perwakilan tim, Dhafi Alvian di Malang, Senin, mengemukakan dengan memperlakukan plasma nitrogen pada lapisan TiO2, kaca bersifat dingin dan tetap bersih.
Cara kerja teknik tersebut, dengan memanfaatkan sifat fotokatalis dan sifat super hidrofilik pada lapisan. Sifat super hidrofilik berperan sebagai penurun suhu pada gedung, sedangkan sifat fotokatalis memberikan efek degradasi partikel, bakteri, dan virus sehingga kaca tetap bersih.
"Untuk deteksi penurunan suhu dengan prototype gedung yang kami buat, menggunakan adruino nano dengan thermistor sebagai pengukur suhu," kata Dhafi.
Dhafi menambahkan inovasi yang saat ini masih dalam bentuk prototype tersebut, telah mendapatkan pendanaan pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM PE) tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Menurut Dhafi, kaca merupakan material yang umum digunakan pada rumah, gedung, kendaraan, dan berbagai macam alat, baik sebagai penutup maupun pelindung. Kaca pada gedung pencakar langit sering terpapar sinar matahari, akibatnya peningkatan suhu pada ruangan yang berdampak pada penggunaan pengkondisi ruangan berupa air conditioner (AC).
Penggunaan AC yang begitu banyak memicu kenaikan penggunaan energi yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Penggunaan kaca juga tidak lepas dari kegiatan pembersihan yang dilakukan oleh tenaga profesional. Mahalnya biaya dan tingginya angka kecelakaan kerja juga menjadi permasalahan tersendiri.
"Berawal dari kondisi inilah kami tergerak untuk melakukan riset dan alhamdulillah akhirnya lahir pelapis kaca pendingin dan swabersih," ucapnya.
Selain Dhafi Alvian, dua mahasiswa lain yang berkolaborasi dalam riset tersebut adalah Janssen Wongkalanujaya dan Safira Rachmaniar yang dibimbing oleh dosen Dr. Eng. Masruroh, M.Si.
Selain telah mendapatkan pendanaan PKM PE, tim ini juga baru mendapat medali emas di ajang Young Scientiest International Seminar and Expo (YSIS) 2019 untuk kategori Environment and Energy yang diselenggarakan Universitas Brawijaya pada Senin – Selasa (24-25/6).
Janssen beserta timnya mengaku senang karena mendapatkan hasil terbaik dalam ajang YSIS. Harapannya kaca dengan perlakuan ini dapat dikomersialisasikan dan lebih beragam penggunaannya pada berbagai bidang.
"Keunggulan dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik spin coating yang lebih mudah, murah, dan cepat apabila dibandingkan dengan metode lain," katanya.
Baca juga: Alat pelacak korban gempa dikembangkan mahasiswa Universitas Brawijaya
Baca juga: Greenola Mahasiswa Universitas Brawijaya raih tiga medali di Korsel
Baca juga: UB Forest dorong inovasi produk kopi bernilai tambah
Salah seorang perwakilan tim, Dhafi Alvian di Malang, Senin, mengemukakan dengan memperlakukan plasma nitrogen pada lapisan TiO2, kaca bersifat dingin dan tetap bersih.
Cara kerja teknik tersebut, dengan memanfaatkan sifat fotokatalis dan sifat super hidrofilik pada lapisan. Sifat super hidrofilik berperan sebagai penurun suhu pada gedung, sedangkan sifat fotokatalis memberikan efek degradasi partikel, bakteri, dan virus sehingga kaca tetap bersih.
"Untuk deteksi penurunan suhu dengan prototype gedung yang kami buat, menggunakan adruino nano dengan thermistor sebagai pengukur suhu," kata Dhafi.
Dhafi menambahkan inovasi yang saat ini masih dalam bentuk prototype tersebut, telah mendapatkan pendanaan pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM PE) tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Menurut Dhafi, kaca merupakan material yang umum digunakan pada rumah, gedung, kendaraan, dan berbagai macam alat, baik sebagai penutup maupun pelindung. Kaca pada gedung pencakar langit sering terpapar sinar matahari, akibatnya peningkatan suhu pada ruangan yang berdampak pada penggunaan pengkondisi ruangan berupa air conditioner (AC).
Penggunaan AC yang begitu banyak memicu kenaikan penggunaan energi yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Penggunaan kaca juga tidak lepas dari kegiatan pembersihan yang dilakukan oleh tenaga profesional. Mahalnya biaya dan tingginya angka kecelakaan kerja juga menjadi permasalahan tersendiri.
"Berawal dari kondisi inilah kami tergerak untuk melakukan riset dan alhamdulillah akhirnya lahir pelapis kaca pendingin dan swabersih," ucapnya.
Selain Dhafi Alvian, dua mahasiswa lain yang berkolaborasi dalam riset tersebut adalah Janssen Wongkalanujaya dan Safira Rachmaniar yang dibimbing oleh dosen Dr. Eng. Masruroh, M.Si.
Selain telah mendapatkan pendanaan PKM PE, tim ini juga baru mendapat medali emas di ajang Young Scientiest International Seminar and Expo (YSIS) 2019 untuk kategori Environment and Energy yang diselenggarakan Universitas Brawijaya pada Senin – Selasa (24-25/6).
Janssen beserta timnya mengaku senang karena mendapatkan hasil terbaik dalam ajang YSIS. Harapannya kaca dengan perlakuan ini dapat dikomersialisasikan dan lebih beragam penggunaannya pada berbagai bidang.
"Keunggulan dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik spin coating yang lebih mudah, murah, dan cepat apabila dibandingkan dengan metode lain," katanya.
Baca juga: Alat pelacak korban gempa dikembangkan mahasiswa Universitas Brawijaya
Baca juga: Greenola Mahasiswa Universitas Brawijaya raih tiga medali di Korsel
Baca juga: UB Forest dorong inovasi produk kopi bernilai tambah
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: