Walhi: Kepemimpinan baru hentikan izin korporasi di hutan primer
1 Juli 2019 12:25 WIB
(Dari kiri ke kanan) Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional Walhi Boy Evan Sembiring, Direktur Eksekutif Walhi Jambi Rudiansyah, Saidi, Budiman dan Juru Kampanye Nasional Walhi Edo Rakhman berbicara dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta, Kamis (21/02/2019). (ANTARA News/Martha Herlinawati Simanjuntak)
Jakarta (ANTARA) - Juru Kampanye Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia Edo Rakhman mengharapkan kepemimpinan baru presiden dan wakil presiden untuk periode 2019-2020, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, memastikan terwujudnya penghentian total pemberian izin korporasi di hutan primer dan lahan gambut.
"Kebijakan untuk menghentikan total pemberian izin kepada korporasi pada hutan primer dan lahan gambut, harus segera di wujudkan, termasuk melakukan penegakan hukum keras kepada korporasi-korporasi yang kurang ajar dan melakukan perampasan, perusakan sumber kehidupan masyarakat dan juga menghukum korporasi yang terbukti melakukan pembakaran lahan," kata Edo kepada Antara, Jakarta, Senin.
Untuk menjawab ketimpangan penguasaan lahan, maka pemerintah ke depan harus menjamin masyarakat diberi akses kelola yang lebih besar, termasuk di lahan gambut.
Pemerintahan lima tahun ke depan di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin juga didorong untuk melindungi wilayah pesisir dari kegiatan ekstraktif.
"Kami juga mendesak presiden agar mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi wilayah 0-4 mil sebagai fishing ground nelayan kecil atau nelayan tradisional sehingga harus dibebaskan dari kegiatan industri ekstraktif," ujarnya.
Menurut dia, laut Indonesia harus bebas dari penangkapan ikan secara ilegal dan juga harus bebas dari sampah.
Pemimpin ke depan diharapkan memberikan perlindungan tertinggi terhadap aspek sosial dan lingkungan dari setiap rencana pembangunan infrastruktur, bukan mengabaikannya.
"Tanah, hak wilayah kelola dan sumber penghidupan warga tidak boleh diambil semena-mena oleh pengembang infrastruktur," tuturnya.
Edo menuturkan pekerjaan berikutnya bagi pemerintahan periode 2019-2020 adalah lebih serius mendudukkan isu perubahan iklim dalam setiap pengambilan keputusan, khususnya yang berpengaruh pada sumbangan emisi gas rumah kaca.
Dia menuturkan perlu penguatan dan percepatan upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkan komitmen Indonesia menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca dengan usaha sendiri.
Demikian juga upaya untuk menghentikan penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik, harus segera dilakukan, dan pemerintah ke depan harus meningkatkan energi bersih terbarukan untuk menggantikan penggunaan energi kotor atau energi fosil.
"Melindungi wilayah kelola rakyat adalah pekerjaan yang paling utama presiden, termasuk melindungi ekosistem-ekosistem esensial yang menjadi ciri khas ekosistem di Indonesia dan juga tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Walhi harapkan pemerintah maksimalkan perhutanan sosial
Baca juga: Walhi : Banjir Morowali Utara disebabkan masifnya perambahan hutan
Baca juga: Soal pulau reklamasi, Walhi tetap rekomendasikan bongkar bangunan
"Kebijakan untuk menghentikan total pemberian izin kepada korporasi pada hutan primer dan lahan gambut, harus segera di wujudkan, termasuk melakukan penegakan hukum keras kepada korporasi-korporasi yang kurang ajar dan melakukan perampasan, perusakan sumber kehidupan masyarakat dan juga menghukum korporasi yang terbukti melakukan pembakaran lahan," kata Edo kepada Antara, Jakarta, Senin.
Untuk menjawab ketimpangan penguasaan lahan, maka pemerintah ke depan harus menjamin masyarakat diberi akses kelola yang lebih besar, termasuk di lahan gambut.
Pemerintahan lima tahun ke depan di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin juga didorong untuk melindungi wilayah pesisir dari kegiatan ekstraktif.
"Kami juga mendesak presiden agar mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi wilayah 0-4 mil sebagai fishing ground nelayan kecil atau nelayan tradisional sehingga harus dibebaskan dari kegiatan industri ekstraktif," ujarnya.
Menurut dia, laut Indonesia harus bebas dari penangkapan ikan secara ilegal dan juga harus bebas dari sampah.
Pemimpin ke depan diharapkan memberikan perlindungan tertinggi terhadap aspek sosial dan lingkungan dari setiap rencana pembangunan infrastruktur, bukan mengabaikannya.
"Tanah, hak wilayah kelola dan sumber penghidupan warga tidak boleh diambil semena-mena oleh pengembang infrastruktur," tuturnya.
Edo menuturkan pekerjaan berikutnya bagi pemerintahan periode 2019-2020 adalah lebih serius mendudukkan isu perubahan iklim dalam setiap pengambilan keputusan, khususnya yang berpengaruh pada sumbangan emisi gas rumah kaca.
Dia menuturkan perlu penguatan dan percepatan upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkan komitmen Indonesia menurunkan 29 persen emisi gas rumah kaca dengan usaha sendiri.
Demikian juga upaya untuk menghentikan penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik, harus segera dilakukan, dan pemerintah ke depan harus meningkatkan energi bersih terbarukan untuk menggantikan penggunaan energi kotor atau energi fosil.
"Melindungi wilayah kelola rakyat adalah pekerjaan yang paling utama presiden, termasuk melindungi ekosistem-ekosistem esensial yang menjadi ciri khas ekosistem di Indonesia dan juga tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Walhi harapkan pemerintah maksimalkan perhutanan sosial
Baca juga: Walhi : Banjir Morowali Utara disebabkan masifnya perambahan hutan
Baca juga: Soal pulau reklamasi, Walhi tetap rekomendasikan bongkar bangunan
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: