Artikel
Harapan pelaku industri pada periode kedua Jokowi
Oleh Sella Panduarsa Gareta
29 Juni 2019 10:47 WIB
Illustrasi: Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) didampingi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (keempat kanan), Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf (kelima kanan) dan Gubernur Banten Wahidin Halim (kedua kiri) meninjau rumah tahan gempa disela-sela pembukaan Trade Expo Indonesia ke-33 di Tangerang, Banten (ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan demikian, pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin akan menjadi presiden-wakil presiden periode 2019-2024.
Jokowi kembali menjadi presiden untuk periode kedua. Kontan saja putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai membawa dampak positif bagi stabilitas politik Indonesia.
Selain itu, putusan itu juga memberikan kepastian pada pengusaha, sehingga tidak lagi menunggu untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang industri manufaktur yang selama ini terkesan menunggu dan melihat situasi politik Tanah Air untuk berinvestasi.
Sektor industri manufaktur merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Hal tersebut tercermin dari kontribusi sektor industri manufaktur dari tahun ke tahun, yang menunjukkan bahwa sektor ini memberikan sumbangan terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibanding sektor lainnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, PDB sektor industri 2018 mencapai Rp2.947,3 triliun atau berkontribusi 19,82 persen terhadap PDB nasional yang sebesar Rp14.837 triliun.
Manufaktur juga memberikan kontribusi ekonomi yang besar dalam transformasi struktur ekonomi bangsa dari sektor pertanian ke arah industri.
Untuk itu, penting menjaga agar industri manufaktur di dalam negeri dapat tumbuh dengan baik dan lancar tanpa adanya kebijakan yang menghambat, di mana hal ini menjadi harapan bagi kalangan industri.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengatakan penting bagi industri otomotif untuk pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dapat menghambat pertumbuhan industri.
Selain itu, industri yang menjadi andalan nasional ini juga perlu didukung oleh kebijakan yang mampu memajukan manufaktur otomotif di dalam negeri, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan ekspor.
Ekspor kendaraan mobil secara utuh sepanjang Januari-April 2019 meningkat 16,2 persen dibandingkan tahun lalu, yakni menjadi 90.236 unit dari 77.637 unit.
"Pekerjaan rumahnya masih banyak, misalnya regulasi soal mobil listrik dan mobil hibrid," ujar Jongki.
Jongki berharap regulasi tersebut dapat segera selesai dan diimplementasikan, sehingga industri otomotif nasional semakin maju dan berdaya saing.
Dalam hal ini, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai program percepatan pengembangan kendaraan listrik tengah dimatangkan.
Guna mengakselerasinya, pemerintah menyiapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur agar para pelaku industri otomotif tertartik untuk investasi.
Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif.
Dalam upaya meningkatkan ekspor, Jongki mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia perlu peka terhadap perkembangan pasar global yang terjadi, sehingga dapat memutuskan kebijakan yang mampu mendukung peningkatan ekspor produk otomotif.
Berbagai upaya tersebut diyakini akan menciptakan industri otomotif yang berdaya saing di kawasan, bahkan secara global.
Industri lain yang juga selalu menopang perekonomian adalah industri makanan dan minuman.
Senada dengan Gaikindo, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) melalui Adhi S Lukman menyampaikan pemerintahan terpilih perlu mengevaluasi kebijakan yang menghambat dan berbiaya tinggi.
"Hal ini agar pemerintah fokus dalam penguatan industri dan peningkatan daya saing untuk penetrasi pasar global," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman.
Persoalan lain yang tidak kalah penting yakni menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kepastian usaha, sehingga menumbuhkan kepercayaan kepada dunia usaha.
Dunia usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan perkara sengketa Pilpres 2019 yang menetapkan pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.
“Ya, kami gembira kalau ini memang sudah selesai dan kita bisa melanjutkan lagi. Jadi, sekarang kita sudah tahu ke depannya bagaimana,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani.
Dengan berlanjutnya pemerintahan Presiden Joko Widodo, katanya, dunia usaha sudah memahami berbagai kebijakan yang sudah berjalan dengan baik dan yang belum diimplementasikan.
Dalam hal ini, Kadin telah menyampaikan masukannya kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam berbagai hal, di antaranya soal ketenagakerjaan dan perpajakan.
Saat ini, lanjut Shinta, pemerintah dan dunia usaha mencoba untuk menjabarkan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat.
“Jadi, kita lihat regulasi, kebijakan yang kadang-karang sudah baik pun, tapi pelaksanaannya yang sulit. Kemudian, perizinan pusat dan daerah juga perlu disempurnakan. Yang penting implementasinya,” tukas Shinta.
Dalam mengatasi defisit neraca perdagangan, Shinta menyampaikan bahwa Indonesia perlu melihat kondisi perekonomian global yang saat ini tengah mengalami penurunan.
“Faktor eksternal ini memegang peranan penting. Ada penurunan ekspor, sementara kita masih tergantung dengan impor, memang sulit,” ungkapnya.
Kendati demikian, Shinta menyepakati untuk melakukan peningkatan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dicanangkan Jokowi untuk mendorong daya saing Indonesia.
“Pengembangan SDM memang itu sudah sesuai dan menjadi kunci utama. Karena tanpa adanya peningkatan produktivitas SDM, kita akan sulit bersaing,” ujarnya.
Terkait tim ekonomi Jokowi di era pemerintahan kedua, Kadin berharap, tim tersebut merupakan orang-orang profesional di bidangnya dan mengerti situasi lapangan.
“Tapi, faktor utamanya adalah koordinasi dan implementasi,” pungkas Shinta.
Jokowi kembali menjadi presiden untuk periode kedua. Kontan saja putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai membawa dampak positif bagi stabilitas politik Indonesia.
Selain itu, putusan itu juga memberikan kepastian pada pengusaha, sehingga tidak lagi menunggu untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang industri manufaktur yang selama ini terkesan menunggu dan melihat situasi politik Tanah Air untuk berinvestasi.
Sektor industri manufaktur merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Hal tersebut tercermin dari kontribusi sektor industri manufaktur dari tahun ke tahun, yang menunjukkan bahwa sektor ini memberikan sumbangan terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibanding sektor lainnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, PDB sektor industri 2018 mencapai Rp2.947,3 triliun atau berkontribusi 19,82 persen terhadap PDB nasional yang sebesar Rp14.837 triliun.
Manufaktur juga memberikan kontribusi ekonomi yang besar dalam transformasi struktur ekonomi bangsa dari sektor pertanian ke arah industri.
Untuk itu, penting menjaga agar industri manufaktur di dalam negeri dapat tumbuh dengan baik dan lancar tanpa adanya kebijakan yang menghambat, di mana hal ini menjadi harapan bagi kalangan industri.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengatakan penting bagi industri otomotif untuk pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dapat menghambat pertumbuhan industri.
Selain itu, industri yang menjadi andalan nasional ini juga perlu didukung oleh kebijakan yang mampu memajukan manufaktur otomotif di dalam negeri, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan ekspor.
Ekspor kendaraan mobil secara utuh sepanjang Januari-April 2019 meningkat 16,2 persen dibandingkan tahun lalu, yakni menjadi 90.236 unit dari 77.637 unit.
"Pekerjaan rumahnya masih banyak, misalnya regulasi soal mobil listrik dan mobil hibrid," ujar Jongki.
Jongki berharap regulasi tersebut dapat segera selesai dan diimplementasikan, sehingga industri otomotif nasional semakin maju dan berdaya saing.
Dalam hal ini, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai program percepatan pengembangan kendaraan listrik tengah dimatangkan.
Guna mengakselerasinya, pemerintah menyiapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur agar para pelaku industri otomotif tertartik untuk investasi.
Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif.
Dalam upaya meningkatkan ekspor, Jongki mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia perlu peka terhadap perkembangan pasar global yang terjadi, sehingga dapat memutuskan kebijakan yang mampu mendukung peningkatan ekspor produk otomotif.
Berbagai upaya tersebut diyakini akan menciptakan industri otomotif yang berdaya saing di kawasan, bahkan secara global.
Industri lain yang juga selalu menopang perekonomian adalah industri makanan dan minuman.
Senada dengan Gaikindo, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) melalui Adhi S Lukman menyampaikan pemerintahan terpilih perlu mengevaluasi kebijakan yang menghambat dan berbiaya tinggi.
"Hal ini agar pemerintah fokus dalam penguatan industri dan peningkatan daya saing untuk penetrasi pasar global," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman.
Persoalan lain yang tidak kalah penting yakni menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kepastian usaha, sehingga menumbuhkan kepercayaan kepada dunia usaha.
Dunia usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan perkara sengketa Pilpres 2019 yang menetapkan pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.
“Ya, kami gembira kalau ini memang sudah selesai dan kita bisa melanjutkan lagi. Jadi, sekarang kita sudah tahu ke depannya bagaimana,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani.
Dengan berlanjutnya pemerintahan Presiden Joko Widodo, katanya, dunia usaha sudah memahami berbagai kebijakan yang sudah berjalan dengan baik dan yang belum diimplementasikan.
Dalam hal ini, Kadin telah menyampaikan masukannya kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam berbagai hal, di antaranya soal ketenagakerjaan dan perpajakan.
Saat ini, lanjut Shinta, pemerintah dan dunia usaha mencoba untuk menjabarkan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat.
“Jadi, kita lihat regulasi, kebijakan yang kadang-karang sudah baik pun, tapi pelaksanaannya yang sulit. Kemudian, perizinan pusat dan daerah juga perlu disempurnakan. Yang penting implementasinya,” tukas Shinta.
Dalam mengatasi defisit neraca perdagangan, Shinta menyampaikan bahwa Indonesia perlu melihat kondisi perekonomian global yang saat ini tengah mengalami penurunan.
“Faktor eksternal ini memegang peranan penting. Ada penurunan ekspor, sementara kita masih tergantung dengan impor, memang sulit,” ungkapnya.
Kendati demikian, Shinta menyepakati untuk melakukan peningkatan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dicanangkan Jokowi untuk mendorong daya saing Indonesia.
“Pengembangan SDM memang itu sudah sesuai dan menjadi kunci utama. Karena tanpa adanya peningkatan produktivitas SDM, kita akan sulit bersaing,” ujarnya.
Terkait tim ekonomi Jokowi di era pemerintahan kedua, Kadin berharap, tim tersebut merupakan orang-orang profesional di bidangnya dan mengerti situasi lapangan.
“Tapi, faktor utamanya adalah koordinasi dan implementasi,” pungkas Shinta.
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: