BRG: Sekat kanal berbasis karet alam efektif jaga gambut tetap basah
28 Juni 2019 16:50 WIB
Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia Haris Gunawan (kedua dari kanan) mengunjungi lokasi tempat dipasangnya sekat kanal (canal blocking) berbasis komposit karet di Desa Patra Tani, Kecamatan Belida, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Jumat (28/6/2019). (ist)
Palembang (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut memastikan sejumlah sekat kanal berbasis karet alam cukup efektif untuk menjaga lahan gambut tetap basah pada musim kemarau.
Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia Haris Gunawan mengatakan hal tersebut setelah mengunjungi lokasi tempat dipasangnya sekat kanal (canal blocking) berbasis komposit karet di Desa Patra Tani, Kecamatan Belida, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Jumat.
"Berdasarkan pantauan kami, teknologi canal blocking ini sangat efektif karena memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan sekat kanal konvensional," kata Haris.
Ia mengatakan, teknologi yang dikembangkan pusat penelitian karet ini akan terus dikembangkan para peneliti agar lebih optimal lagi.
Seperti diketahui, setiap musim kemarau diperlukan tata kelola air di lahan gambut guna mencegah terjadinya kebakaran lahan akibat kekeringan.
Sekat kanal berbasis komposit karet ini diperuntukkan untuk menjaga level air 40 cm di parit kanal. Hal ini merupakan salah satu upaya mitigasi bencana kebakaran di areal gambut yang sering terjadi sebelumnya di lokasi tersebut.
Haris mengatakan restorasi gambut di Sumsel merupakan yang ketiga terluas di Indonesia, setelah Riau dan Kalimantan.
Oleh karena itu, sinergi para pihak menjadi kebutuhan untuk menemukan terobosan yang implementatif dan solutif dalam upaya percepatan restorasi dan mitigasi bencana di kawasan gambut.
Selain itu sinergi juga dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian di wilayah sekitar wilayah gambut.
Menurutnya, sangat dibutuhkan riset kolaboratif berbagai lembaga terkait untuk membangun model restorasi gambut tropis.
Hal ini sangat penting karena Indonesia memiliki target luasan restorasi lahan gambut mencapai 2 juta hektare.
"Kegiatan riset dan pengembangan terkait gambut harus terus dilakukan dan tidak hanya bersifat temporer," kata Haris.
Teknologi canal blocking berbasis komposit karet alam sangat efektif karena memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan sekat kanal konvensional. Meskipun begitu masih dirasa perlu untuk terus dilakukan riset lanjutan, bersamaan dengan pendekatan integrasi dengan aspek sosial masyarakat.
Sebelumnya, cakupan program restorasi gambut di Sumatera Selatan (Sumsel) yang semula 168.000 hektare ditambah 40.000 hektare lagi berdasarkan data penambahan area yang rusak setelah kejadian kebakaran hutan dan pada 2015.
Cakupan program restorasi gambut ditambah karena masih ada lahan gambut yang terbakar, pembukaan lahan di wilayah gambut utuh, serta perubahan data peta gambut sepanjang 2016-2017.*
Baca juga: Restorasi gambut di Sumsel butuh Rp92 miliar
Baca juga: Cakupan program restorasi gambut Sumsel ditambah 40.000 hektare
Deputi IV Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia Haris Gunawan mengatakan hal tersebut setelah mengunjungi lokasi tempat dipasangnya sekat kanal (canal blocking) berbasis komposit karet di Desa Patra Tani, Kecamatan Belida, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Jumat.
"Berdasarkan pantauan kami, teknologi canal blocking ini sangat efektif karena memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan sekat kanal konvensional," kata Haris.
Ia mengatakan, teknologi yang dikembangkan pusat penelitian karet ini akan terus dikembangkan para peneliti agar lebih optimal lagi.
Seperti diketahui, setiap musim kemarau diperlukan tata kelola air di lahan gambut guna mencegah terjadinya kebakaran lahan akibat kekeringan.
Sekat kanal berbasis komposit karet ini diperuntukkan untuk menjaga level air 40 cm di parit kanal. Hal ini merupakan salah satu upaya mitigasi bencana kebakaran di areal gambut yang sering terjadi sebelumnya di lokasi tersebut.
Haris mengatakan restorasi gambut di Sumsel merupakan yang ketiga terluas di Indonesia, setelah Riau dan Kalimantan.
Oleh karena itu, sinergi para pihak menjadi kebutuhan untuk menemukan terobosan yang implementatif dan solutif dalam upaya percepatan restorasi dan mitigasi bencana di kawasan gambut.
Selain itu sinergi juga dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian di wilayah sekitar wilayah gambut.
Menurutnya, sangat dibutuhkan riset kolaboratif berbagai lembaga terkait untuk membangun model restorasi gambut tropis.
Hal ini sangat penting karena Indonesia memiliki target luasan restorasi lahan gambut mencapai 2 juta hektare.
"Kegiatan riset dan pengembangan terkait gambut harus terus dilakukan dan tidak hanya bersifat temporer," kata Haris.
Teknologi canal blocking berbasis komposit karet alam sangat efektif karena memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan sekat kanal konvensional. Meskipun begitu masih dirasa perlu untuk terus dilakukan riset lanjutan, bersamaan dengan pendekatan integrasi dengan aspek sosial masyarakat.
Sebelumnya, cakupan program restorasi gambut di Sumatera Selatan (Sumsel) yang semula 168.000 hektare ditambah 40.000 hektare lagi berdasarkan data penambahan area yang rusak setelah kejadian kebakaran hutan dan pada 2015.
Cakupan program restorasi gambut ditambah karena masih ada lahan gambut yang terbakar, pembukaan lahan di wilayah gambut utuh, serta perubahan data peta gambut sepanjang 2016-2017.*
Baca juga: Restorasi gambut di Sumsel butuh Rp92 miliar
Baca juga: Cakupan program restorasi gambut Sumsel ditambah 40.000 hektare
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: