CORE: Industri manufaktur perlu ditata untuk atasi defisit transaksi
28 Juni 2019 15:30 WIB
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memberikan keterangan dalam sebuah kegiatan. (Antara/Muhammad Zulfikar)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa pemerintahan mendatang perlu mengatasi defisit transaksi berjalan yang saat ini masih terjadi.
"Dalam lima tahun ke depan perlu ada perubahan transformasi secara struktural untuk mengatasi defisit transaksi berjalan," saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Cara mengatasinya, menurut dia, adalah dengan memperbaiki dan menata industri manufaktur.
Salah satu masalah defisit perdagangan yang saat ini masih terjadi adalah karena lemahnya ekspor, sementara ketergantungan impor terhadap luar negeri masih sangat tinggi.
"Sehingga ketika ingin mendorong program seperti infrastruktur harus diikuti dengan kenaikan impor secara besar-besaran," imbuhnya.
Lebih lanjut, Faisal menegaskan bahwa hal itu disebabkan oleh lemahnya keterkaitan antara industri satu dengan yang lain, baik industri yang ada di hulu, hilir maupun perantara.
Begitu juga keterkaitan antara industri yang besar dan industri yang kecil, katanya.
Karena itu, keterkaitan antara industri di dalam negeri harus diperkuat dengan cara memperbaiki infrastruktur yang mengakomodasi mobilitas antar industri.
Baca juga: Core Indonesia harapkan capres paparkan industri manufaktur saat debat
Baca juga: BI naikkan sasaran defisit transaksi berjalan ke 2,5-3 persen PDB
Baca juga: Presiden Jokowi akui defisit transaksi dan perdagangan persoalan besar
"Dalam lima tahun ke depan perlu ada perubahan transformasi secara struktural untuk mengatasi defisit transaksi berjalan," saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Cara mengatasinya, menurut dia, adalah dengan memperbaiki dan menata industri manufaktur.
Salah satu masalah defisit perdagangan yang saat ini masih terjadi adalah karena lemahnya ekspor, sementara ketergantungan impor terhadap luar negeri masih sangat tinggi.
"Sehingga ketika ingin mendorong program seperti infrastruktur harus diikuti dengan kenaikan impor secara besar-besaran," imbuhnya.
Lebih lanjut, Faisal menegaskan bahwa hal itu disebabkan oleh lemahnya keterkaitan antara industri satu dengan yang lain, baik industri yang ada di hulu, hilir maupun perantara.
Begitu juga keterkaitan antara industri yang besar dan industri yang kecil, katanya.
Karena itu, keterkaitan antara industri di dalam negeri harus diperkuat dengan cara memperbaiki infrastruktur yang mengakomodasi mobilitas antar industri.
Baca juga: Core Indonesia harapkan capres paparkan industri manufaktur saat debat
Baca juga: BI naikkan sasaran defisit transaksi berjalan ke 2,5-3 persen PDB
Baca juga: Presiden Jokowi akui defisit transaksi dan perdagangan persoalan besar
Pewarta: Katriana
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2019
Tags: