Polisi limpahkan kasus pengadaan BBM mantan Direktur PLN ke kejaksaan
28 Juni 2019 13:43 WIB
Petugas merapikan barang bukti uang saat ungkap kasus Tindak pidana korupsi dalam pengadaan BBM jenis high speed diesel (HSD) di PT PLN pada tahun anggaran 2010 di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28-6-2019). Polri menyita hasil korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis HSD oleh tersangka Nur Pamudji, mantan Direktur Energi Primer PT PLN pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp173 miliar. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Republik Indonesia akan melimpahkan kasus pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel (HSD) oleh tersangka Nur Pamudji, mantan Direktur Energi Primer PT Pembangkit Listrik Negara (PLN) pada tahun anggaran 2010 ke Kejaksaan Agung.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Djoko Purwanto di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, menyebut pemberkasan kasus telah lengkap.
"Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P-21 berdasarkan surat Kejaksaan Agung," ujar Brigjen Djoko.
Baca juga: Polri sita hasil korupsi BBM mantan direktur PLN Rp173 miliar
Ia mengatakan bahwa pihaknya memerlukan proses cukup panjang dan tidak mudah dalam memenuhi kecukupan alat bukti korupsi tersangka Nur Pamudji yang menyebabkan kerugian negara.
Sebelumnya, Djoko menyebut pengadaan BBM jenis HSD bermula saat tersangka Nur bertemu HW selaku Presiden Direktur PT Trans-Pasific Petrochemical Indontama (PT TPPI) untuk membahas pasokan untuk PT PLN.
Nur memerintahkan panitia pengadaan PT PLN pada tahun 2010 untuk memenangkan Tuban Konsorsium PT TPPI untuk dijadikan pemasok BBM jenis HSD untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok dan PLTGU Belawan.
"Tuban Konsorsium ditetapkan sebagai pemenang lelang untuk Lot II PLTGU Tambak Lorok dan Lot IV PLTGU Belawan walaupun tidak layak dan tidak memenuhi syarat," ucap Djoko.
Ia menyebutkan kontrak lelang tersebut berlaku dari 10 Desember 2010 s.d. 2014 selama 4 tahun. Namun, pada tahun 2011, Tuban Konsorsium tidak mampu memasok BBM jenis HSD tersebut sehingga akhirnya kontrak diputus.
"Oleh karena itu, PT PLN harus mencari pemasok BBM baru untuk menganti sehingga PT PLN harus membayar lebih mahal dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium," terangnya.
Baca juga: KPK dalami saksi Nicke Widyawati proses kontrak PLTU Riau-1
Oleh sebab itu, PT PLN mengalami kerugian hingga Rp188 miliar. Berkas perkara tersangka Nur Pamudji sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Kejaksaan Agung Nomor B-104 /F.3/Ft.1/12/2018 tanggal 14 Desember 2018.
Berkas perkara meliputi keterangan 60 saksi, saksi ahli pengadaan barang/jasa LKPP, ahli keuangan negara, ahli hukum tata negara dan administrasi, ahli hukum perusahaan korporasi, dan ahli penghitungan kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan RI, serta keterangan tersangka.
Jumlah kerugian negara berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI No. 9/LH/XXI/02/2018 dengan perkara tersebut adalah sebesar Rp188 miliar.
Nur Pamudji disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Djoko Purwanto di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, menyebut pemberkasan kasus telah lengkap.
"Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P-21 berdasarkan surat Kejaksaan Agung," ujar Brigjen Djoko.
Baca juga: Polri sita hasil korupsi BBM mantan direktur PLN Rp173 miliar
Ia mengatakan bahwa pihaknya memerlukan proses cukup panjang dan tidak mudah dalam memenuhi kecukupan alat bukti korupsi tersangka Nur Pamudji yang menyebabkan kerugian negara.
Sebelumnya, Djoko menyebut pengadaan BBM jenis HSD bermula saat tersangka Nur bertemu HW selaku Presiden Direktur PT Trans-Pasific Petrochemical Indontama (PT TPPI) untuk membahas pasokan untuk PT PLN.
Nur memerintahkan panitia pengadaan PT PLN pada tahun 2010 untuk memenangkan Tuban Konsorsium PT TPPI untuk dijadikan pemasok BBM jenis HSD untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok dan PLTGU Belawan.
"Tuban Konsorsium ditetapkan sebagai pemenang lelang untuk Lot II PLTGU Tambak Lorok dan Lot IV PLTGU Belawan walaupun tidak layak dan tidak memenuhi syarat," ucap Djoko.
Ia menyebutkan kontrak lelang tersebut berlaku dari 10 Desember 2010 s.d. 2014 selama 4 tahun. Namun, pada tahun 2011, Tuban Konsorsium tidak mampu memasok BBM jenis HSD tersebut sehingga akhirnya kontrak diputus.
"Oleh karena itu, PT PLN harus mencari pemasok BBM baru untuk menganti sehingga PT PLN harus membayar lebih mahal dari nilai kontrak dengan Tuban Konsorsium," terangnya.
Baca juga: KPK dalami saksi Nicke Widyawati proses kontrak PLTU Riau-1
Oleh sebab itu, PT PLN mengalami kerugian hingga Rp188 miliar. Berkas perkara tersangka Nur Pamudji sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Kejaksaan Agung Nomor B-104 /F.3/Ft.1/12/2018 tanggal 14 Desember 2018.
Berkas perkara meliputi keterangan 60 saksi, saksi ahli pengadaan barang/jasa LKPP, ahli keuangan negara, ahli hukum tata negara dan administrasi, ahli hukum perusahaan korporasi, dan ahli penghitungan kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan RI, serta keterangan tersangka.
Jumlah kerugian negara berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI No. 9/LH/XXI/02/2018 dengan perkara tersebut adalah sebesar Rp188 miliar.
Nur Pamudji disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 200 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: