Tiga desa di Bekasi dilanda kekeringan, Pemkab hanya kirim tangki air
27 Juni 2019 10:54 WIB
Warga Cibarusah, Kabupaten Bekasi terpaksa mengambil air dari sungai untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari akibat kekeringan yang melanda tiga desa di wilayah tersebut selama sepekan terakhir. ANTARA/Pradita Kurniawan Syah/am.
Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Tiga desa di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, masing-masing Desa Ridhomanah, Ridhogalih, dan Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, dilanda kekeringan sejak sepekan terakhir.
Warga Desa Ridhogalih Misra (45) di Bekasi, Kamis, mengatakan selama sepekan ini sumur bor yang biasa digunakan sebagai sumber air sehari-hari mulai mengering sehingga memaksa warga harus mengambil air di Kali Cihoe.
"Untung kalinya (Cihoe) dekat, sekitar 300 meter tapi masalahnya kenapa harus setiap tahun begini. Harus angkut-angkut air buat isi bak di rumah," katanya.
Bagi warga Kecamatan Cibarusah, kekeringan menjadi bencana rutin yang selalu terjadi setiap tahunnya. Meski begitu, kekeringan hanya ditanggulangi secara instan dengan mengirim air menggunakan mobil tangki.
Pada tahun 2017 lalu, ketiga desa itu pun mengalami kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi mencatat 2.659 kepala keluarga terdampak akibat kekeringan itu. Kondisi serupa terjadi pada 2018 dan tahun ini.
Warga Ridhomanah, Sardi (27) mengaku keran di rumahnya mulai mengering sejak Jumat, 21 Juni 2019. "Jadi awalnya air ngocornya kecil, saya sudah ada firasat pasti kering, nih. Eh bener pisan kering sampai sekarang," kata dia.
Seperti halnya warga lainnya, Sardi pun terpaksa mengambil air sungai yang ada di dekat rumahnya untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya.
"Kadang suka ada kiriman air tapi ya sama jauhnya. Kalau dibilang harusnya bukan dikirim air terus, tapi ada perbaikan gitu biar enggak gini mulu," ucapnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya mengatakan pihaknya telah mengirimkan bantuan melalui sejumlah mobil tangki.
"Ya kami sudah memberikan bantuan beberapa tangki untuk bantuan air bersih di Cibarusah. Terus kami lakukan untuk memenuhi kebutuhan warga yang kekeringan," ungkapnya.
Bantuan air bersih dikirim sejak minggu lalu ke berbagai kampung di tiga desa tersebut. Setiap kampung didistribusikan satu truk tangki berisi 5.000 liter air. Kendati demikian, bantuan air dianggap tidak maksimal karena setiap satu truk hanya mampu memenuhi kebutuhan 120 hingga 250 kepala keluarga.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi, Uju mengaku saat ini Pemkab Bekasi baru bisa menanggulangi bencana kekeringan dengan mengirimkan air bersih. Namun, bukan berarti tidak ada langkah lain yang dilakukan.
Menurut dia, sebelumnya pemkab telah melakukan pengeboran untuk mencari sumber air baru di Cibarusah. Bahkan, pengeboran dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit untuk menemukan sumber air.
Hanya saja, langkah itu tidak membuahkan hasil maksimal. Sumber air hanya ditemukan pada saat musim penghujan, namun ketika memasuki musim kemarau, sumber air baru itu pun mengering.
"Karena memang kondisinya demikian, sulit mencari sumber air di Cibarusah meski lokasinya dataran tinggi. Air dari Sungai Cipamingkis pun tidak maksimal, karena kalau musim kemarau debitnya turun juga," kata dia.
Kendati demikian, Uju menyatakan Pemkab Bekasi telah merencanakan pembangunan sejumlah embung di beberapa titik kekeringan. Embung tersebut dapat digunakan sebagai penampungan air pada musim hujan lalu menjadi sumber air pada kemarau.
"Embung itu sudah masuk ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan rencananya studi kelayakan akan dilakukan tahun depan, lalu fisiknya 2021," kata Uju.
Warga Desa Ridhogalih Misra (45) di Bekasi, Kamis, mengatakan selama sepekan ini sumur bor yang biasa digunakan sebagai sumber air sehari-hari mulai mengering sehingga memaksa warga harus mengambil air di Kali Cihoe.
"Untung kalinya (Cihoe) dekat, sekitar 300 meter tapi masalahnya kenapa harus setiap tahun begini. Harus angkut-angkut air buat isi bak di rumah," katanya.
Bagi warga Kecamatan Cibarusah, kekeringan menjadi bencana rutin yang selalu terjadi setiap tahunnya. Meski begitu, kekeringan hanya ditanggulangi secara instan dengan mengirim air menggunakan mobil tangki.
Pada tahun 2017 lalu, ketiga desa itu pun mengalami kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi mencatat 2.659 kepala keluarga terdampak akibat kekeringan itu. Kondisi serupa terjadi pada 2018 dan tahun ini.
Warga Ridhomanah, Sardi (27) mengaku keran di rumahnya mulai mengering sejak Jumat, 21 Juni 2019. "Jadi awalnya air ngocornya kecil, saya sudah ada firasat pasti kering, nih. Eh bener pisan kering sampai sekarang," kata dia.
Seperti halnya warga lainnya, Sardi pun terpaksa mengambil air sungai yang ada di dekat rumahnya untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya.
"Kadang suka ada kiriman air tapi ya sama jauhnya. Kalau dibilang harusnya bukan dikirim air terus, tapi ada perbaikan gitu biar enggak gini mulu," ucapnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya mengatakan pihaknya telah mengirimkan bantuan melalui sejumlah mobil tangki.
"Ya kami sudah memberikan bantuan beberapa tangki untuk bantuan air bersih di Cibarusah. Terus kami lakukan untuk memenuhi kebutuhan warga yang kekeringan," ungkapnya.
Bantuan air bersih dikirim sejak minggu lalu ke berbagai kampung di tiga desa tersebut. Setiap kampung didistribusikan satu truk tangki berisi 5.000 liter air. Kendati demikian, bantuan air dianggap tidak maksimal karena setiap satu truk hanya mampu memenuhi kebutuhan 120 hingga 250 kepala keluarga.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi, Uju mengaku saat ini Pemkab Bekasi baru bisa menanggulangi bencana kekeringan dengan mengirimkan air bersih. Namun, bukan berarti tidak ada langkah lain yang dilakukan.
Menurut dia, sebelumnya pemkab telah melakukan pengeboran untuk mencari sumber air baru di Cibarusah. Bahkan, pengeboran dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit untuk menemukan sumber air.
Hanya saja, langkah itu tidak membuahkan hasil maksimal. Sumber air hanya ditemukan pada saat musim penghujan, namun ketika memasuki musim kemarau, sumber air baru itu pun mengering.
"Karena memang kondisinya demikian, sulit mencari sumber air di Cibarusah meski lokasinya dataran tinggi. Air dari Sungai Cipamingkis pun tidak maksimal, karena kalau musim kemarau debitnya turun juga," kata dia.
Kendati demikian, Uju menyatakan Pemkab Bekasi telah merencanakan pembangunan sejumlah embung di beberapa titik kekeringan. Embung tersebut dapat digunakan sebagai penampungan air pada musim hujan lalu menjadi sumber air pada kemarau.
"Embung itu sudah masuk ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan rencananya studi kelayakan akan dilakukan tahun depan, lalu fisiknya 2021," kata Uju.
Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: