Menkeu: Pembenahan tata kelola undang investor pembiayaan hijau
26 Juni 2019 20:02 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara kepada sejumlah awak media usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (19/6/2019). ANTARA/Hanni Sofia/aa
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pentingnya tata kelola dan simplifikasi format pelaporan untuk mengundang minat investor dalam penerbitan surat utang berbasis lingkungan (green bond).
Sri Mulyani dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan pembenahan ini diperlukan karena investor global yang berminat dalam pembiayaan hijau masih sedikit.
Saat ini, meskipun minat para investor internasional cukup tinggi, green bond yang diterbitkan Indonesia sejak tahun 2018 dan 2019 belum sepenuhnya berbasis lingkungan.
Menurut Sri Mulyani, hal ini terlihat dari portofolio pembeli green bond milik pemerintah Indonesia yaitu sebanyak 29 persen merupakan investor hijau dan 71 persen adalah investor reguler.
"Dari preferensi pembeli dan dihubungkan dengan proyeknya, green bond Indonesia belum benar-benar menggambarkan sebagai green bond," ujar Sri Mulyani saat mengisi Seminar Sustainable Finance and Development in Emerging Markets: Challenges and Opportunities yang diselenggarakan Bloomberg Emerging + Frontier Forum 2019 di London, Selasa (25/6) waktu setempat.
Untuk itu, selain memperkuat tata kelola dan simplifikasi format pelaporan, hal lain yang perlu dilakukan adalah mendorong pembenahan dalam regulasi serta belajar pembuatan instrumen ke tempat lain.
Sri Mulyani juga mengajak swasta untuk berpartisipasi dalam pasar pembiayaan berbasis lingkungan dengan preferensi pembeli yang direfleksikan dengan sinyal kuat terhadap harga.
Namun, tambah dia, tidak hanya harga yang memegang peranan utama, karena stabilitas negara juga memegang andil yang sangat penting dalam isu pasar karbon dan harga karbon.
Baca juga: Menkeu optimistis obligasi hijau Indonesia diminati investor
Baca juga: OJK kaji aturan "green bond" jaga lingkungan
Sri Mulyani dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan pembenahan ini diperlukan karena investor global yang berminat dalam pembiayaan hijau masih sedikit.
Saat ini, meskipun minat para investor internasional cukup tinggi, green bond yang diterbitkan Indonesia sejak tahun 2018 dan 2019 belum sepenuhnya berbasis lingkungan.
Menurut Sri Mulyani, hal ini terlihat dari portofolio pembeli green bond milik pemerintah Indonesia yaitu sebanyak 29 persen merupakan investor hijau dan 71 persen adalah investor reguler.
"Dari preferensi pembeli dan dihubungkan dengan proyeknya, green bond Indonesia belum benar-benar menggambarkan sebagai green bond," ujar Sri Mulyani saat mengisi Seminar Sustainable Finance and Development in Emerging Markets: Challenges and Opportunities yang diselenggarakan Bloomberg Emerging + Frontier Forum 2019 di London, Selasa (25/6) waktu setempat.
Untuk itu, selain memperkuat tata kelola dan simplifikasi format pelaporan, hal lain yang perlu dilakukan adalah mendorong pembenahan dalam regulasi serta belajar pembuatan instrumen ke tempat lain.
Sri Mulyani juga mengajak swasta untuk berpartisipasi dalam pasar pembiayaan berbasis lingkungan dengan preferensi pembeli yang direfleksikan dengan sinyal kuat terhadap harga.
Namun, tambah dia, tidak hanya harga yang memegang peranan utama, karena stabilitas negara juga memegang andil yang sangat penting dalam isu pasar karbon dan harga karbon.
Baca juga: Menkeu optimistis obligasi hijau Indonesia diminati investor
Baca juga: OJK kaji aturan "green bond" jaga lingkungan
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: