Wamena (ANTARA) - Panitia Penerimaan Siswa baru di SMP 3 Wamena di Kabupaten Jayawijaya, Papua, tetap mengakomodir siswa baru yang datang mendaftar tanpa membawa identitas diri.

Kepala SMP 3 Wamena Angsar Blasius Biru di Wamena, Jayawijaya, Rabu, mengatakan masih ada siswa yang tidak memenuhi persyaratan yang diminta seperti akta lahir dan KK.

"Ada juga yang bawa data diri, namun saya arahkan panitia untuk disesuaikan saja karena memang kondisinya demikian, kasihan anak-anak ini menjadi korban karena kondisi kita di kabupaten kadang-kadang begitu, jadi kami layani juga mereka yang datang tanpa berkas," katanya.

Ia mengatakan dari pendaftaran yang dilakukan selama sepekan, jumlah siswa baru yang mendaftar sebanyak 120 orang.

Siswa itu berasal dari sekitar lima sekolah terdekat, misalnya SD Megapura, SD Minimo, SD Miniapo, SD Hepuba, SD Sogokmo. "Ada juga dari kabupaten terdekat dari Yahukimo, Nduga, bahkan dari Lanny Jaya juga ada beberapa anak yang datang," katanya.

Satu syarat yang diterapkan pada penerimaan siswa baru adalah usia maksimal 15 tahun.

"Supaya kita pikirkan, paling tidak mereka nanti kelas 3 SMP, tidak boleh lewat dari 18 tahun karena itu memang standar nasional untuk ikut ujian," katanya.

Karena berbagai kondisi SD yang dialami anak-anak calon siswa SMP tersebut, saat pendaftaran panitia hanya meminta peserta membawa kartu ujian SD, surat keterangan lulus, KK maupun akta kelahiran.

"Tetapi, memang pada prinsipnya mereka tidak komplit karena memang situasi SD yang di kampung. Ada yang mengurus, ada yang tidak, akhirnya kami mengambil langkah anak mengambil kartu peserta ujian dari SD saja," katanya.

Ia memastikan telah disiapkan empat ruang kelas baru bagi siswa baru dengan kapasitas tampung jika sesuai kurikulum 2013, masing-masing kelas ditempati 32 anak.

"Jadi kalau dikali empat ruang sebenarnya 140 siswa itu cukup. Jadi, kalau jumlah yang mendaftar ini saya pikir belum mencapai target kami dan kami siap sukseskan wajib belajar yang memang sudah menjadi gaung kami," katanya.

Menurut dia, belum sepenuhnya diterapkan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru yang berdasarkan jarak sekolah, karena memang tidak memungkinkan. "Artinya sistem zonasi itu mungkin berjalan, tetapi belum sepenuhnya di Jayawijaya karena persoalan lingkungan pemukiman," katanya.*


Baca juga: Zonasi solusi melokalisir permasalahan pendidikan di Papua

Baca juga: KKP susun zonasi kawasan strategis di Raja Ampat