Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengakui bahwa perbankan syariah Indonesia masih kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). "Memang faktor SDM masih kurang di industri ini (perbankan syariah)," kata Direktur Perbankan Syariah BI, Ramzi A. Zuhdi, di sela-sela acara Festival Ekonomi Syariah (FES) di Yogyakarta, Jumat. Menurut Ramzi, kekurangan SDM itu terutama untuk memonitoring perkembangan usahan para debiturnya. Kondisi kurangnya SDM tersebut, lanjunya, dapat dilihat dari penyaluran dana bank syariah saat ini yang masih didominasi oleh sistem jual beli sebesar 70 persen dibanding sistem bagi hasil yang sebesar 30 persen. Ramzi mengungkapkan bahwa sebenarnya sistem bagi hasil itu lebih menguntungkan dibandingkan sistem jual beli, namun kurangya SDM menjadi kendala sistem bagi hasil ini, sehingga saat ini perbankan syariah lebih mengutamakan sistem jual beli. "Untuk murni menerapkan bagi hasil ini, akad investasi yang di sebut Mudharobah itu diharuskan bisa memonotoring debiturnya tinggi dan harus mengikuti perkembangan usahanya. Tidak seperti bank konvesional yang melepas begitu saja dan tahu-tahu bunganya tinggi, karena harus memikirkan usaha debiturnya," jelasnya. Namun, Ramzi tetap yakin dalam jangka panjang perbankan syariah akan lebih kearah bagi hasil, karena lebih menguntungkan. "Dalam sistem bagi hasil ini bank dapat diartikan sebagai salah satu pemilik usaha itu, dan itu lebih menguntungkan," ujarnya. Untuk itu, kata Ramzi, di masa depan perlu meningkatkan SDM untuk memonitoring dari berbagai aspek usaha dan paham semua industri, dan itu perlu waktu. "Untuk sementara ini pihaknya bekerja sama dengan LPII (Lembaga Pengkajian Ilmiah dan Informasi) untuk mendidik "fresh graduate" dan karyawan bank untuk diberi pengetahuan tentang bank syariah itu sendiri. Baru sampai disitu dan selanjutnya bank-bank itu agar mendidik karyawannya ke arah industri apa yang akan digeluti," kata Ramzi. Ramzi mengemukakan pula, BI sudah lama ketentuan bahwa 5 persen dari total biaya bank dialokasikan untuk mendidik karyawannya, hanya saja yang ada saat sekarang yang 5 persen itu mungkin pemanfaatan belum maksimal. Ia juga mengungkapkan, masih belum maksimalnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia saat ini masih terganjal belum keluarnya Undang-undang Bank Syariah dan Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) atau yang lebih dikenal dengan nama sukuk. Menurut dia, jika semua UU yang berhubungan dengan syariah sudah keluar, maka pertumbuhan perbankan syariah akan lebih besar daripada saat ini. Pertumbuhan bank syaraih dari sisi aset pada 2007 lalu mencapai 30 persen lebih dan kredit yang disalurkan juga sekitar 30 persen, jauh dibanding bank konvesional yang hanya 19 samapi 20 persen per tahun. "Dan, ini tanpa sukuk dan UU bank syariah," ungkapnya. Ramzi juga mengungkapkan bahwa saat ini banyak bank-bank syariah yang menolak dana dari masyarakat, karena untuk melemparkan ke masyarakat masih susah dan Instrumen untuk menampungnya juga belum ada, seperti SBI syariah. "Kalau nanti ada sukuk dan UU bank syariah sudah berjalan, maka bank tidak menolak lagi, sehingga aset 5 persen dari total aset perbankan itu akan terlampui dan bahkan dua kali lipat," katanya. Ramzi berharap, UU bank Syariah dan SBSN akan keluar pada semester tahun ini atau paling lama pada semester kedua. (*)