Operasi penggiringan gajah liar di Riau terganggu bunyi meriam karbit
26 Juni 2019 16:55 WIB
Tim BBKSDA Riau dan WWF bersama gajah jinak melakukan operasi penggiringan gajah sumatera liar di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. (Antaranews/HO-BBKSDA Riau)
Pekanbaru (ANTARA) - Tim gabungan kesulitan melakukan penggiringan gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) liar di Kecamatan Cirenti Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, karena masyarakat setempat membunyikan meriam karbit sehingga gajah melenceng dari rute yang seharusnya.
“Itulah kendala kita di masyarakat, sementara petugas kita sudah capek sosialisasi dan sudah larang gunakan meriam buatan,” kata Kepala Bidang Wilayah I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Andri Hansen Siregar, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Rabu.
BBKSDA Riau dalam operasi gabungan turut melibatkan Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan WWF Program Riau untuk menggiring empat ekor gajah sumatera liar untuk masuk ke kantong gajah di lanskap Tesso Nilo.
Ia mengatakan, warga setempat di Cirenti membunyikan meriam karbit dari arah berlawanan dengan petugas. Akibatnya gajah liar yang digiring melenceng sekitar satu kilometer dari rute yang direncanakan.
Pembunyian meriam juga berbahaya bagi petugas karena bisa memicu gajah liar mengamuk.
“Padahal agar tidak masuk ke permukiman, teman-teman di lapangan sudah melakukan blokade pada tengah malam bersama masyarakat,” katanya.
Menurut dia, warga yang membunyikan meriam karbit beralasan untuk menjaga kebun kelapa sawit mereka dari kerusakan gajah liar. Padahal, apa yang dilakukan adalah memperpanjang waktu dan gajah liar tidak akan bisa digiring masuk lagi ke hutan.
Gajah sumatera liar sudah berkeliaran lama di perkebunan warga sejak sebelum Lebaran di Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu. Total ada enam ekor gajah yang keluar dari kantong gajah Tesso Nilo, namun terpecah jadi dua kelompok karena dihalau warga menjadi empat ekor di Peranap dan dua ekor di Kecamatan Kelayang.
Operasi penghalauan sempat melibatkan dua gajah latih, yakni Rahman dan Indro mulai 11 Juni 2019. Operasi itu bertujuan untuk menggiring gajah liar masuk lagi ke area kantong gajah Tesso Nilo.
Namun, hingga berlangsung sekitar 10 hari operasi penggiringan tidak berjalan mulus karena berbagai kendala. Akhirnya, gajah latih sakit akibat kelelahan. Selain itu, dari analisa di lapangan, diduga kedua gajah latih itu mengalami kekurangan asupan gizi dan sumber makanan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi harus ada penanganan khusus agar kedua gajah bisa pulih seperti sediakala.
“Ada indikasi gajah mengalami kelelahan dan gangguan pencernaan karena kotorannya berwarna hitam dan ada cacingnya. Ini karena asupan makanan untuk kedua gajah latih yang tidak terkontrol,” katanya.
Akhirnya kedua gajah latih ditarik pulang ke Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan.
Baca juga: Kawanan gajah liar rusak kebun sawit warga Rokan Hulu
Baca juga: Sepuluh ekor gajah rusak kebun di Aceh Jaya
Baca juga: Gajah rusak kebun sawit warga Aceh Barat
“Itulah kendala kita di masyarakat, sementara petugas kita sudah capek sosialisasi dan sudah larang gunakan meriam buatan,” kata Kepala Bidang Wilayah I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Andri Hansen Siregar, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Rabu.
BBKSDA Riau dalam operasi gabungan turut melibatkan Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan WWF Program Riau untuk menggiring empat ekor gajah sumatera liar untuk masuk ke kantong gajah di lanskap Tesso Nilo.
Ia mengatakan, warga setempat di Cirenti membunyikan meriam karbit dari arah berlawanan dengan petugas. Akibatnya gajah liar yang digiring melenceng sekitar satu kilometer dari rute yang direncanakan.
Pembunyian meriam juga berbahaya bagi petugas karena bisa memicu gajah liar mengamuk.
“Padahal agar tidak masuk ke permukiman, teman-teman di lapangan sudah melakukan blokade pada tengah malam bersama masyarakat,” katanya.
Menurut dia, warga yang membunyikan meriam karbit beralasan untuk menjaga kebun kelapa sawit mereka dari kerusakan gajah liar. Padahal, apa yang dilakukan adalah memperpanjang waktu dan gajah liar tidak akan bisa digiring masuk lagi ke hutan.
Gajah sumatera liar sudah berkeliaran lama di perkebunan warga sejak sebelum Lebaran di Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu. Total ada enam ekor gajah yang keluar dari kantong gajah Tesso Nilo, namun terpecah jadi dua kelompok karena dihalau warga menjadi empat ekor di Peranap dan dua ekor di Kecamatan Kelayang.
Operasi penghalauan sempat melibatkan dua gajah latih, yakni Rahman dan Indro mulai 11 Juni 2019. Operasi itu bertujuan untuk menggiring gajah liar masuk lagi ke area kantong gajah Tesso Nilo.
Namun, hingga berlangsung sekitar 10 hari operasi penggiringan tidak berjalan mulus karena berbagai kendala. Akhirnya, gajah latih sakit akibat kelelahan. Selain itu, dari analisa di lapangan, diduga kedua gajah latih itu mengalami kekurangan asupan gizi dan sumber makanan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi harus ada penanganan khusus agar kedua gajah bisa pulih seperti sediakala.
“Ada indikasi gajah mengalami kelelahan dan gangguan pencernaan karena kotorannya berwarna hitam dan ada cacingnya. Ini karena asupan makanan untuk kedua gajah latih yang tidak terkontrol,” katanya.
Akhirnya kedua gajah latih ditarik pulang ke Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan.
Baca juga: Kawanan gajah liar rusak kebun sawit warga Rokan Hulu
Baca juga: Sepuluh ekor gajah rusak kebun di Aceh Jaya
Baca juga: Gajah rusak kebun sawit warga Aceh Barat
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: