Menteri PPN dorong PDAM hasilkan "potable water"
26 Juni 2019 16:51 WIB
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan paparan terkait kerja sama Indonesia, Swiss, dan AS, di Jakarta, Rabu (26/6/2019) (ANTARA Foto/Zuhdiar Laeis)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro mendorong seluruh perusahaan daerah air minum mampu menghasilkan "potable water", yakni air minum siap konsumsi.
"Masyarakat Indonesia perlu mendapatkan akses layak terhadap 'potable water'," katanya, saat menyampaikan paparan terkait kerja sama Indonesia, Swiss, dan Amerika Serikat di bidang sanitasi dan air bersih, di Jakarta, Rabu (26/6).
Bambang mengakui selama ini masih banyak masyarakat enggan berlangganan PDAM karena tidak mau membayar layanan air minum sesuai tarif layak yang ditetapkan.
Namun, kata dia, persoalan itu bisa diatasi jika PDAM mampu menyediakan "potable water", bukan sekadar "clean water" sehingga masyarakat tidak perlu lagi membeli air minum kemasan.
"Kedua, tolong beri ilustrasi berapa rupiah sebenarnya yang dihabiskan oleh setiap keluarga di Indonesia untuk air kemasan, air minum. Bisa dihitung, satu botol berapa mililiter/liter, sesuaikan tarif PDAM yang patokannya per kubik," katanya.
Artinya, kata dia, masyarakat nantinya tidak perlu lagi mengeluarkan uang dobel untuk membeli air kemasan karena sudah bisa langsung mengakses "potable water".
Baca juga: Indonesia-AS-Swiss sediakan air bersih bagi 60.000 warga
Ia membayangkan kehidupan masyarakat Indonesia sama dengan kehidupan di AS maupun Swiss yang sudah terjamin akses air minum siap konsumsi.
"Kalau di AS dulu waktu kuliah, saya tidak pernah keluarkan uang untuk beli air kemasan. Tinggal buka keran taruh gelas, minum, selesai," katanya.
Pemerintah, kata dia, telah berkomitmen mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin enam terkait penyediaan layanan air bersih yang aman dan berkelanjutan pada 2030.
"Artinya, Indonesia harus dapat memberikan akses air minum yang aman. Air yang siap diminum, 'potable water', jadi bukan sekadar 'clean water'," katanya.
Untuk mewujudkannya, kata dia, tentu dibutuhkan peran dan kinerja PDAM yang optimal, karena kinerja tentu akan berdampak terhadap pelayanan kepada masyarakat.
"Berdasarkan penilaian kinerja, dari 374 PDAM yang dinilai kinerjanya, ada 223 PDAM kategorinya sehat. Ya, itu, lumayan lebih dari 50 persen. Sisanya, kurang sehat dan sakit," katanya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah telah memprioritaskan air bersih dan sanitasi sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi melalui rencana pembangunan nasional (RPJMN).
"Ini telah menjadi prioritas dalam rencana pembangunan nasional, baik RPJMN 2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024," katanya.
Dengan penyediaan air minum siap konsumsi, Bambang berharap bisa berkontribusi terhadap berkurangnya sampah plastik bekas air mineral yang menyumbang polusi.
"Semakin banyak mengonsumsi air kemasan, artinya kita menjadi kontributor sampah plastik yang besar. Malu buat kita dan bangsa kita," katanya.
Baca juga: BPBD Mojokerto siap pasok air bersih ke daerah kekeringan
Baca juga: Ketersediaan air bersih Kalteng aman untuk pemindahan ibu kota
"Masyarakat Indonesia perlu mendapatkan akses layak terhadap 'potable water'," katanya, saat menyampaikan paparan terkait kerja sama Indonesia, Swiss, dan Amerika Serikat di bidang sanitasi dan air bersih, di Jakarta, Rabu (26/6).
Bambang mengakui selama ini masih banyak masyarakat enggan berlangganan PDAM karena tidak mau membayar layanan air minum sesuai tarif layak yang ditetapkan.
Namun, kata dia, persoalan itu bisa diatasi jika PDAM mampu menyediakan "potable water", bukan sekadar "clean water" sehingga masyarakat tidak perlu lagi membeli air minum kemasan.
"Kedua, tolong beri ilustrasi berapa rupiah sebenarnya yang dihabiskan oleh setiap keluarga di Indonesia untuk air kemasan, air minum. Bisa dihitung, satu botol berapa mililiter/liter, sesuaikan tarif PDAM yang patokannya per kubik," katanya.
Artinya, kata dia, masyarakat nantinya tidak perlu lagi mengeluarkan uang dobel untuk membeli air kemasan karena sudah bisa langsung mengakses "potable water".
Baca juga: Indonesia-AS-Swiss sediakan air bersih bagi 60.000 warga
Ia membayangkan kehidupan masyarakat Indonesia sama dengan kehidupan di AS maupun Swiss yang sudah terjamin akses air minum siap konsumsi.
"Kalau di AS dulu waktu kuliah, saya tidak pernah keluarkan uang untuk beli air kemasan. Tinggal buka keran taruh gelas, minum, selesai," katanya.
Pemerintah, kata dia, telah berkomitmen mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin enam terkait penyediaan layanan air bersih yang aman dan berkelanjutan pada 2030.
"Artinya, Indonesia harus dapat memberikan akses air minum yang aman. Air yang siap diminum, 'potable water', jadi bukan sekadar 'clean water'," katanya.
Untuk mewujudkannya, kata dia, tentu dibutuhkan peran dan kinerja PDAM yang optimal, karena kinerja tentu akan berdampak terhadap pelayanan kepada masyarakat.
"Berdasarkan penilaian kinerja, dari 374 PDAM yang dinilai kinerjanya, ada 223 PDAM kategorinya sehat. Ya, itu, lumayan lebih dari 50 persen. Sisanya, kurang sehat dan sakit," katanya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah telah memprioritaskan air bersih dan sanitasi sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi melalui rencana pembangunan nasional (RPJMN).
"Ini telah menjadi prioritas dalam rencana pembangunan nasional, baik RPJMN 2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024," katanya.
Dengan penyediaan air minum siap konsumsi, Bambang berharap bisa berkontribusi terhadap berkurangnya sampah plastik bekas air mineral yang menyumbang polusi.
"Semakin banyak mengonsumsi air kemasan, artinya kita menjadi kontributor sampah plastik yang besar. Malu buat kita dan bangsa kita," katanya.
Baca juga: BPBD Mojokerto siap pasok air bersih ke daerah kekeringan
Baca juga: Ketersediaan air bersih Kalteng aman untuk pemindahan ibu kota
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019
Tags: