Pekanbaru (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Pelalawan mengeksekusi mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dengan menahan mantan bupati dua periode itu ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pekanbaru, Riau.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Pelalawan, Praden K Simanjuntak di Pekanbaru, Selasa petang, membenarkan upaya eksekusi Azmun yang dijatuhi hukuman satu tahun delapan bulan penjara oleh Mahkamah Agung tersebut.

"Kita eksekusi hari ini dan langsung diantar ke Lapas," kata Praden kepada wartawan.

Ia menuturkan upaya eksekusi dilakukan usai Azmun sempat mengindahkan dua kali surat panggilan korps Adhyaksa. Surat panggilan dilayangkan setelah Mahkamah Agung menganulir putusan bebas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru dalam perkara korupsi pembebasan lahan perkantoran Bhakti Praja yang merugikan keuangan negara sebesar Rp38 miliar.

MA menyebut Azmun terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara. Selain itu, dalam putusan MA yang dikeluarkan pada Agustus 2018 lalu tersebut, Azmun juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan.

Upaya eksekusi pada awalnya juga sempat terganjal setelah terdapat kesalahan penulisan petikan putusan MA. Kesalahan pada halaman satu terkait tanggal penahanan Tengku Azmun Jaafar.

Dalam petikan putusan kasasi MA, tertulis Tengku Azmun Jaafar telah menjalani masa tahanan dari tanggal 18 Desember 2015 sampai 18 Februari 2016. Padahal seharusnya dari tanggal 8 Desember 2015 sampai 7 Juni 2016. Atas hal itu, MA merevisi putusan kasasinya.

Setelah menerima revisi putusan itu, kejaksaan kemudian mengirimkan surat pemanggilan kepada Tengku Azmun Jaafar. Azmun saat itu mengaku sakit dan melampirkan surat keterangan dari dokter.

Kejaksaan pun kembali melayangkan surat pemanggilan kedua, yang dikirimkan beberapa hari lalu. Dalam surat tersebut, Tengku Azmun Jaafar yang dikabarkan telah sehat itu, diminta hadir pada Selasa ini.

Surat itu dibalas dengan kehadiran kuasa hukum Azmun ke Kantor Kejari Pelalawan. Dalam keterangannya, kuasa hukum menyatakan Azmun telah sehat dan siap untuk menjalani hukuman. Tanpa membuang waktu, tim eksekutor langsung bergerak ke Pekanbaru, tempat tinggal Azmun untuk kemudian menjebloskannya ke hotel prodeo.

Praden mengatakan sebelum dieksekusi, pihaknya telah memastikan kondisi kesehatan yang bersangkutan. Jaksa juga telah memeriksa segala dokumen yang dibutuhkan.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang diketuai Rinaldi Triandiko membebaskan Azmun Jaafar dari tuntutan JPU pada 2016. Hakim menilai Azmun tidak terbukti korupsi dana pembebasan lahan Perkantoran Bhakti Praja di Pangkalan Kerinci, Pelalawan.

Atas vonis itu, JPU langsung mengajukan kasasi ke MA. Sementara itu, dalam tuntutannya, JPU Kejari Pelalawan memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan kepada Azmun Jaafar. Selain itu, dia juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp4,5 miliar.

Kasus ini bermula ketika Pemerintah Kabupaten Pelalawan berencana mendirikan kompleks perkantoran dengan nama Bhakti Praja pada 2002 dengan membeli lahan seluas 110 hektare.

Namun, setelah lahan tersebut dibayar, ganti rugi lahan justru kembali dianggarkan dalam APBD 2007, 2008, 2009 dan 2011. Akibatnya, negara dirugikan Rp38 miliar.

Azmun merupakan tersangka kedelapan yang ditetapkan oleh penyidik Direktorat Resese Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau. Dia dijemput di rumahnya di Jalan Lumba-lumba, Tangkerang Selatan, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, Selasa 8 Desember 2015.

Sementara tujuh tersangka lain yang juga sudah diadili adalah mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Pelalawan, Farizal Hamid, Lahmudin (mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pelalawan), Al Azmi (Kasi BPN Pelalawan), Tengku Alfian (PPTK pengadaan lahan dan staf Sekda Pelalawan), Rahmat (staf dinas pendapatan daerah), Tengku Kasroen (mantan Sekretaris Daerah Pelalawan), dan Marwan Ibrahim (mantan Wakil Bupati Pelalawan).

Baca juga: Polda Riau tahan mantan Bupati Pelalawan