LIPI: publikasi ilmiah jadi "soft diplomacy" untuk penetapan kebijakan
25 Juni 2019 21:26 WIB
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press Rahmi Lestari Helmi berbicara kepada Antara, Jakarta, Selasa (25/06/2019). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak/am.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press Rahmi Lestari Helmi mengatakan publikasi ilmiah menjadi upaya pendekatan atau "soft diplomacy" yang cukup efektif untuk mendorong hasil penelitian untuk penerapan kebijakan publik.
"Pada saat menjadi buku, publik kan tahu, kita juga bisa menyampaikan itu, dan itu menjadi dasar suatu penetapan kebijakan, itu salah satu bentuk 'soft diplomacy'," kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press Rahmi Lestari Helmi saat diwawancarai Antara di sela-sela acara LIPI-Springer Book Publisihing Forum 2019, Jakarta, Selasa.
LIPI menghasilkan banyak kajian-kajian komprehensif yang menjadi dasar untuk penyusunan kebijakan regulasi, misalnya di bidang keuangan, politik dan ekonomi.
"Stakeholder (pemangku kepentingan) kita bukan sekadar publik atau komunitas ilmiah tapi kementerian-kementerian terkait atau regulator yang perlu kajian-kajian atau hasil penelitian ini, sebagai contoh di bidang keuangan, keanekaragaman hayati dan politik, bagaimana mengelola partai politik kan 'background'-nya dari hasil penelitian," tuturnya.
Menurut Rahmi, jika sejumlah hasil penelitian yang dilakukan di daerah hanya sekadar dalam bentuk laporan maka kurang menarik, namun jika dibuat ke dalam bentuk buku, akan jauh lebih menarik dan dapat diberikan ke pemerintah daerah atau kementerian untuk bisa digunakan sebagai dasar untuk penetapan kebijakan karena hasil penelitian menghasilkan rekomendasi kebijakan.
Dia mengatakan ada banyak bahan baku sumber pengetahuan, pakar yang bisa menulis, hasil penelitian, topik-topik strategis untuk membuat buku-buku ilmiah yang dapat dipublikasikan atau disebarluaskan secara global dalam versi berbahasa Inggris, namun ada keterbatasan atau tantangan yang dihadapi antara lain waktu, komitmen penulis untuk konsisten melakukan revisi dan memperbarui substansi tulisan, anggaran serta sumber daya manusia seperti editor dan penerjemah.
Untuk itu, perlu ada kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk meningkatkan publikasi ilmiah termasuk kerja sama dengan lembaga penelitian dan penerbit global.
Dia mengatakan pihaknya juga tentu melakukan seleksi terhadap terbitan yang akan dibuat versi Bahasa Inggris untuk konsumsi global, yang ditinjau dari sejumlah faktor termasuk kedalaman tulisan dan aktualisasi.
"Isunya aktual tidak, nanti sudah banyak uang keluar orang tidak banyak minat. Karena sebagian dari hasil penelitian itu bisa jadi tidak komersial tapi bagaimana kita mengemasnya itu menjadi satu bentuk publikasi yang menarik inspiratif dan juga menjadi dasar penetapan kebijakan itu menjadi penting," ujarnya.
Baca juga: LIPI buka peluang kerja sama publikasi ilmiah dengan penerbit global
Baca juga: Kolaborasi LIPI dan Springer tingkatkan aksesibilitas publikasi ilmiah
"Pada saat menjadi buku, publik kan tahu, kita juga bisa menyampaikan itu, dan itu menjadi dasar suatu penetapan kebijakan, itu salah satu bentuk 'soft diplomacy'," kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press Rahmi Lestari Helmi saat diwawancarai Antara di sela-sela acara LIPI-Springer Book Publisihing Forum 2019, Jakarta, Selasa.
LIPI menghasilkan banyak kajian-kajian komprehensif yang menjadi dasar untuk penyusunan kebijakan regulasi, misalnya di bidang keuangan, politik dan ekonomi.
"Stakeholder (pemangku kepentingan) kita bukan sekadar publik atau komunitas ilmiah tapi kementerian-kementerian terkait atau regulator yang perlu kajian-kajian atau hasil penelitian ini, sebagai contoh di bidang keuangan, keanekaragaman hayati dan politik, bagaimana mengelola partai politik kan 'background'-nya dari hasil penelitian," tuturnya.
Menurut Rahmi, jika sejumlah hasil penelitian yang dilakukan di daerah hanya sekadar dalam bentuk laporan maka kurang menarik, namun jika dibuat ke dalam bentuk buku, akan jauh lebih menarik dan dapat diberikan ke pemerintah daerah atau kementerian untuk bisa digunakan sebagai dasar untuk penetapan kebijakan karena hasil penelitian menghasilkan rekomendasi kebijakan.
Dia mengatakan ada banyak bahan baku sumber pengetahuan, pakar yang bisa menulis, hasil penelitian, topik-topik strategis untuk membuat buku-buku ilmiah yang dapat dipublikasikan atau disebarluaskan secara global dalam versi berbahasa Inggris, namun ada keterbatasan atau tantangan yang dihadapi antara lain waktu, komitmen penulis untuk konsisten melakukan revisi dan memperbarui substansi tulisan, anggaran serta sumber daya manusia seperti editor dan penerjemah.
Untuk itu, perlu ada kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk meningkatkan publikasi ilmiah termasuk kerja sama dengan lembaga penelitian dan penerbit global.
Dia mengatakan pihaknya juga tentu melakukan seleksi terhadap terbitan yang akan dibuat versi Bahasa Inggris untuk konsumsi global, yang ditinjau dari sejumlah faktor termasuk kedalaman tulisan dan aktualisasi.
"Isunya aktual tidak, nanti sudah banyak uang keluar orang tidak banyak minat. Karena sebagian dari hasil penelitian itu bisa jadi tidak komersial tapi bagaimana kita mengemasnya itu menjadi satu bentuk publikasi yang menarik inspiratif dan juga menjadi dasar penetapan kebijakan itu menjadi penting," ujarnya.
Baca juga: LIPI buka peluang kerja sama publikasi ilmiah dengan penerbit global
Baca juga: Kolaborasi LIPI dan Springer tingkatkan aksesibilitas publikasi ilmiah
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: