Kementerian: Inovasi di Indonesia hadang gempuran produk daring asing
25 Juni 2019 18:14 WIB
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memperkuat kemitraan lintas sektor dalam melakukan komersialisasi inovasi di antara negara-negara Asia Tenggara melalui ASEAN Public Private People Partnership (PPPP) Forum di Bali, Selasa (25/6). (ANTARA/Anom Prihantoro/pri)
Jakarta (ANTARA) - Inovasi di Indonesia harus mampu menghasilkan produk gunaan yang bisa menghadang gempuran produk daring dari luar negeri, kata Direktur Sistem Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ophirtus Sumule.
"Sayang sekali barang di toko daring saat ini hanya 25 persen produk kita, selebihnya dari luar negeri," katanya di sela ASEAN Public Private People Partnership (PPPP) Forum di Bali, Selasa.
Dia mengatakan salah satu faktor penentu besarnya produk dalam negeri dapat menjadi raja di negeri sendiri adalah mendorong inovasi-inovasi anak negeri menghasilkan produk yang laku di pasaran.
"Padahal hasil riset dari teman-teman perguruan tinggi saat ini mencapai 10 ribuan inovasi," kata dia.
Menurut dia, produk Indonesia, seperti obat herbal, jamu, dan pakaian masih kalah bersaing dengan produk impor di pasar daring.
Hingga saat ini, kata dia, masih banyak kendala sehingga inovasi tidak menjadi teknologi terapan. Banyak hasil riset menjadi publikasi-publikasi saja.
Idealnya, lanjut dia, produk riset itu bisa menjadi produk yang laku di pasar, setidaknya di dalam negeri.
"Sampai sekarang yang kita dapatkan hasil riset kita yang dipublikasikan cukup tinggi melonjak cepat, harusnya produk bisa sampai ke pasar," kata dia.
Terganjalnya pengembangan inovasi menjadi produk terapan, kata dia, karena beberapa persoalan, salah satunya orang Indonesia kadang kurang bangga dengan produk dalam negeri dan membelinya meski hal itu hasil riset anak bangsa.
Ganjalan lainnya, kata dia, menyangkut perkara regulasi di Indonesia yang terkadang mempersulit perkembangan inovasi yang bisa menjadi produk terapan.
"Aturan membuat produk terapan ada banyak tempat, seperti makanan ada di Kementerian Pertanian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, produk kesehatan di Kemenkes dan BPOM, kemudian produk industri ada di Kemenperin, macam-macam," kata dia.
Seharusnya, kata dia, ada upaya agar memangkas berbagai prosedur perizinan materi terapan inovasi yang berbelit-belit sehingga Indonesia mampu menelurkan produk dalam negeri, setidaknya untuk pasar lokal.
Kementerian Ristekdikti sedang mengupayakan pendekatan regulasi agar inovasi-inovasi yang ada bisa menjadi produk terapan, tanpa ganjalan berarti dari peraturan-peraturan.
Baca juga: Bio Farma minta PTN perhatikan kehalalan riset vaksin dan obat
Baca juga: Kemristekdikti memotivasi produk PUI tembus pasar internasional
Baca juga: Produk inovasi riset gerakkan perekonomian bangsa
"Sayang sekali barang di toko daring saat ini hanya 25 persen produk kita, selebihnya dari luar negeri," katanya di sela ASEAN Public Private People Partnership (PPPP) Forum di Bali, Selasa.
Dia mengatakan salah satu faktor penentu besarnya produk dalam negeri dapat menjadi raja di negeri sendiri adalah mendorong inovasi-inovasi anak negeri menghasilkan produk yang laku di pasaran.
"Padahal hasil riset dari teman-teman perguruan tinggi saat ini mencapai 10 ribuan inovasi," kata dia.
Menurut dia, produk Indonesia, seperti obat herbal, jamu, dan pakaian masih kalah bersaing dengan produk impor di pasar daring.
Hingga saat ini, kata dia, masih banyak kendala sehingga inovasi tidak menjadi teknologi terapan. Banyak hasil riset menjadi publikasi-publikasi saja.
Idealnya, lanjut dia, produk riset itu bisa menjadi produk yang laku di pasar, setidaknya di dalam negeri.
"Sampai sekarang yang kita dapatkan hasil riset kita yang dipublikasikan cukup tinggi melonjak cepat, harusnya produk bisa sampai ke pasar," kata dia.
Terganjalnya pengembangan inovasi menjadi produk terapan, kata dia, karena beberapa persoalan, salah satunya orang Indonesia kadang kurang bangga dengan produk dalam negeri dan membelinya meski hal itu hasil riset anak bangsa.
Ganjalan lainnya, kata dia, menyangkut perkara regulasi di Indonesia yang terkadang mempersulit perkembangan inovasi yang bisa menjadi produk terapan.
"Aturan membuat produk terapan ada banyak tempat, seperti makanan ada di Kementerian Pertanian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, produk kesehatan di Kemenkes dan BPOM, kemudian produk industri ada di Kemenperin, macam-macam," kata dia.
Seharusnya, kata dia, ada upaya agar memangkas berbagai prosedur perizinan materi terapan inovasi yang berbelit-belit sehingga Indonesia mampu menelurkan produk dalam negeri, setidaknya untuk pasar lokal.
Kementerian Ristekdikti sedang mengupayakan pendekatan regulasi agar inovasi-inovasi yang ada bisa menjadi produk terapan, tanpa ganjalan berarti dari peraturan-peraturan.
Baca juga: Bio Farma minta PTN perhatikan kehalalan riset vaksin dan obat
Baca juga: Kemristekdikti memotivasi produk PUI tembus pasar internasional
Baca juga: Produk inovasi riset gerakkan perekonomian bangsa
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: