Polisi minta petugas IOM ditempatkan di penampungan imigran
25 Juni 2019 17:56 WIB
Pencari suaka dari Afghanistan duduk di belakang kantor Imigrasi Tanjungpinang akibat penuhnya kamar di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat di Tanjungpinang, Kepri, Selasa (5/5). Terbatasnya daya tampung Rudenim memaksa para pencari suaka tidur di emperan. (ANTARA FOTO/Yuli Seperi/ss/mes/15
Tanjungpinang (ANTARA) - Kepolisian meminta Organisasi Internasional untuk Migrasi atau International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menempatkan petugasnya di Hotel Badra, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, tempat penampungan imigran dari berbagai negara.
Kepala Satuan Intelijen Keamanan Polres Bintan, AKP Yudiarta Rustam di aula Asrama Haji Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, di Hotel Badra hanya dijaga oleh dua petugas dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjungpinang, tidak ada petugas dari IOM atau UNHCR.
"Sedangkan petugas kepolisian secara rutin melakukan patroli di dalam tempat penampungan itu," ujarnya dalam diskusi bertema "Mencari Solusi Permasalahan Pengungsi di Bintan" yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Kepri itu.
Menurut dia, tidak mungkin dua orang petugas dapat mengawasi 455 orang pengungsi. Karena itu, ia berharap petugas dari IOM dan UNHCR berada di Hotel Badra sehingga kebutuhan para pengungsi dapat ditanggulangi.
"Ada laporan yang kami terima, petugas kerap diperlakukan tidak baik oleh beberapa pengungsi. Mereka menggertak petugas, dan mengganggu psikologis atau mental petugas," tuturnya.
Selain itu, pemerintah daerah yang memiliki posisi penting dalam penanganan para pengungsi tersebut berdasarkan Peraturan Presiden 125/2016 semestinya mengerahkan petugas dari Satpol Pamong Praja untuk mengawasi dan mengamankan para pengungsi, ujarnya.
"Saya sudah sampaikan ini kepada pemerintah pusat dan daerah, tetapi ujung-ujungnya terbentur dengan anggaran," katanya.
Yudiarta mengatakan permasalahan pengungsi perlu mendapat perhatian serius oleh seluruh pihak. Aktivitas sejumlah pengungsi yang akhir-akhir ini mengganggu warga lokal sebaiknya ditangani mulai dari hulu hingga hilir, bukan secara sporadis.
"Sosialisasi peraturan kepada masyarakat, dan penguatan keimanan masyarakat perlu dilakukan," katanya.
Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkum HAM Kepri Ahmad Firmansyah, mengatakan, penanganan pengungsi seharusnya terintegrasi.
Sejumlah daerah sudah membentuk satuan tugas khusus menangani permasalahan pengungsi seperti Surabaya, dan Sidoarjo. Makassar dalam waktu dekat juga sudah memiliki Satgas Pengungsi.
"Kepri belum ada. Kami berharap sebentar lagi ada," ujarnya.
Narasumber lainnya, Ketua Fraksi PKS-PPP DPRD Kepri Ing Iskandarsyah, mengatakan, permasalahan itu harus segera diatasi mengingat hal ini berhubungan dengan kepentingan publik.
Salah satu upaya yang harus dilakukan yakni membuat peraturan gubernur dan peraturan bupati sehingga kebijakan pemerintah lebih terarah.
"Ini urusan kemanusiaan yang dipelototi dunia internasional, karena itu harus ditangani serius. Kalau tidak ada anggaran, maka harus dianggarkan dengan payung hukum yang kuat," tegasnya.
Baca juga: Rudenim Tanjungpinang minta warga tidak manjakan imigran
Baca juga: UNHCR: Australia "tutup pintu" bagi pengungsi
Kepala Satuan Intelijen Keamanan Polres Bintan, AKP Yudiarta Rustam di aula Asrama Haji Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, di Hotel Badra hanya dijaga oleh dua petugas dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjungpinang, tidak ada petugas dari IOM atau UNHCR.
"Sedangkan petugas kepolisian secara rutin melakukan patroli di dalam tempat penampungan itu," ujarnya dalam diskusi bertema "Mencari Solusi Permasalahan Pengungsi di Bintan" yang diselenggarakan Forum Masyarakat Peduli Kepri itu.
Menurut dia, tidak mungkin dua orang petugas dapat mengawasi 455 orang pengungsi. Karena itu, ia berharap petugas dari IOM dan UNHCR berada di Hotel Badra sehingga kebutuhan para pengungsi dapat ditanggulangi.
"Ada laporan yang kami terima, petugas kerap diperlakukan tidak baik oleh beberapa pengungsi. Mereka menggertak petugas, dan mengganggu psikologis atau mental petugas," tuturnya.
Selain itu, pemerintah daerah yang memiliki posisi penting dalam penanganan para pengungsi tersebut berdasarkan Peraturan Presiden 125/2016 semestinya mengerahkan petugas dari Satpol Pamong Praja untuk mengawasi dan mengamankan para pengungsi, ujarnya.
"Saya sudah sampaikan ini kepada pemerintah pusat dan daerah, tetapi ujung-ujungnya terbentur dengan anggaran," katanya.
Yudiarta mengatakan permasalahan pengungsi perlu mendapat perhatian serius oleh seluruh pihak. Aktivitas sejumlah pengungsi yang akhir-akhir ini mengganggu warga lokal sebaiknya ditangani mulai dari hulu hingga hilir, bukan secara sporadis.
"Sosialisasi peraturan kepada masyarakat, dan penguatan keimanan masyarakat perlu dilakukan," katanya.
Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Kemenkum HAM Kepri Ahmad Firmansyah, mengatakan, penanganan pengungsi seharusnya terintegrasi.
Sejumlah daerah sudah membentuk satuan tugas khusus menangani permasalahan pengungsi seperti Surabaya, dan Sidoarjo. Makassar dalam waktu dekat juga sudah memiliki Satgas Pengungsi.
"Kepri belum ada. Kami berharap sebentar lagi ada," ujarnya.
Narasumber lainnya, Ketua Fraksi PKS-PPP DPRD Kepri Ing Iskandarsyah, mengatakan, permasalahan itu harus segera diatasi mengingat hal ini berhubungan dengan kepentingan publik.
Salah satu upaya yang harus dilakukan yakni membuat peraturan gubernur dan peraturan bupati sehingga kebijakan pemerintah lebih terarah.
"Ini urusan kemanusiaan yang dipelototi dunia internasional, karena itu harus ditangani serius. Kalau tidak ada anggaran, maka harus dianggarkan dengan payung hukum yang kuat," tegasnya.
Baca juga: Rudenim Tanjungpinang minta warga tidak manjakan imigran
Baca juga: UNHCR: Australia "tutup pintu" bagi pengungsi
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: