Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) pada level 8,0 persen, karena melihat kondisi perekonomian, terutama terkait dengan kekhawatiran inflasi. "Keputusan ini sangat 'justified' di tengah situasi global, baik tekanan inflasi dari dalam maupun dari luar negeri," kata Deputi Gubernur BI, Budi Mulya, ketika mengumumkan hasil putusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan, sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi di bulan Januari cukup tinggi. "Inflasi pada Januari mencapai 1,77 persen (bulan per bulan), sedangkan untuk tahunan 7,36 (tahun ke tahun), ini bagian dari pertimbangan. Itu yang kita cermati," katanya. Sedangkan, katanya, dari faktor global BI juga terus mencermati adanya potensi resesi ekonomi di AS, dan meningkatnya harga komoditas di pasar internasional, serta masih berlangsungnya turbulensi di pasar keuangan global. BI memperkirakan, perekonomian ke depan tetap akan terpelihara meski terdapat tekanan. Ia mengatakan, hasil `assesmen` (penelitian) BI menunjukkan bahwa dampak perlambatan ekonomi dunia terhadap ekspansi perekonomian sebagian masih dapat dikompensasi oleh semakin terdiversifikasinya negara tujuan ekspor, sehingga ketergantungan terhadap negara maju semakin menurun. "Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat dihindari karena perdagangan intraregional Asia saat ini sudah semakin meningkat. Permintaan domestik dari negara China dan India memberikan peluang tetap tingginya kinerja ekspor, termasuk permintaan terhadap komoditi non-migas," katanya. Hal ini, menurut dia, ditunjukkan dengan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diperkirakan masih surplus pada semester I 2008. "Dengan perkembangan tersebut, serta sentimen positif terhadap kebijakan yang ditempuh otoritas moneter dan pemerintah, stabilitas nilai tukar di Januari 2008 tetap terjaga dengan tingkat volatilitas yang rendah. Pada akhir Januari 2008, nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan menguat", katanya. Kondisi ini, menurut dia, didukung pula oleh masuknya kembali aliran modal asing pada akhir Januari 2008. "Sampai dengan Januari 2008, cadangan devisa mencapai 56 miliar dolar AS atau setara dengan 5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah," katanya menambahkan. (*)