KNTI ungkap zat beracun dari sampah plastik tipu biota laut
24 Juni 2019 15:18 WIB
Sampah bertebaran di objek wisata pantai Laut Selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pascamembludaknya wisatawan selama libur lebaran. (Foto: Aditya Rohman/Antaranews)
Jakarta (ANTARA) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengungkapkan berbagai kerugian yang dirasakan oleh nelayan akibat timbunan sampah plastik yang tidak tertangani di lautan Indonesia, seperti zat beracun yang dapat terkonsumsi oleh biota laut yang tertipu.
"Pertama, zat beracun plastik yang menipu biota laut," kata Kepala Kajian Strategis KNTI Niko Amrullah di Jakarta, Senin.
Niko mengatakan biota laut khususnya ikan sering menganggap sampah-sampah plastik yang mencemari lautan sebagai makanannya.
"Sampah plastik itu punya sifat beracun yang mematikan, sehingga tidak jarang banyak biota laut yang mati akibat kandungan racun dari sampah itu," kata Niko.
Menurut dia, biota laut yang mati itu seharusnya berpotensi menjadi tangkapan para nelayan yang dapat menghasilkan keuntungan.
Kerugian kedua adalah ikan tangkapan nelayan mengalami pergeseran genetik sehingga mengurangi nilai jual di pasar ikan.
"Banyak ikan yang mengalami pergeseran gen, senyawa plastik bercampur dengan organ tubuh ikan," katanya.
Ia mencontohkan harga ikan yang turun di daerah Selayar, Sulawesi Selatan akibat ditemukannya kandungan mikroplastik di dalam ikan. "Sebanyak 25 persen ditemukan ikan yang mengandung plastik, ini menurunkan daya jual ikan," kata Niko.
Baca juga: BaliFokus: ASEAN harus sepakat tolak impor sampah
Berdasarkan data KNTI setidaknya setiap tahunnya suatu komunitas nelayan dinilai dapat mencapai kerugian hingga sebesar Rp196 juta per tahun akibat sampah plastik yang mendominasi laut Indonesia sebanyak 41 persen.
"Jika melihat pendapatan seorang pelaut yang ikut ekspedisi kapal besar saja secara bersih hanya Rp48 juta dalam setahun, ini tidak menutup ongkos alat angkut ikan Rp156 juta per tahunnya," kata Niko.
Baca juga: Indonesia cukup memimpin dalam menyuarakan penanganan sampah plastik
Menurut Niko, kerugian akibat sampah plastik ini dapat diminimalkan oleh pemerintah salah satunya lewat penggunaan Dana Desa untuk daerah pesisir pantai yang dikhususkan untuk pengelolaan sampah.
"Sampah plastik kan ada karena ulah manusia, bukan alam yang memberi. Nah jadi harus digunakan untuk pengelolaannya terutama mereka yang berkaitan langsung dengan wilayah laut," kata Niko.
Tidak hanya menunggu aksi pemerintah dan jajarannya, Niko mengatakan KNTI telah berusaha untuk mengimbau anggotanya untuk mengurangi penggunaan plastik.
"Langkah preventif dari KNTI untuk masalah plastik ini lewat himbauan agar nelayan anggota kita mengurangi plastik. Kita jelaskan plastik itu merusak biota laut, jika kita tidak menjaga laut, maka sumber penghasilan kita juga hilang," ujar Niko menjelaskan langkah KNTI menjaga laut dari sampah plastik.
Baca juga: Generasi milenial perlu dididik jaga kebersihan-sumber daya laut
"Pertama, zat beracun plastik yang menipu biota laut," kata Kepala Kajian Strategis KNTI Niko Amrullah di Jakarta, Senin.
Niko mengatakan biota laut khususnya ikan sering menganggap sampah-sampah plastik yang mencemari lautan sebagai makanannya.
"Sampah plastik itu punya sifat beracun yang mematikan, sehingga tidak jarang banyak biota laut yang mati akibat kandungan racun dari sampah itu," kata Niko.
Menurut dia, biota laut yang mati itu seharusnya berpotensi menjadi tangkapan para nelayan yang dapat menghasilkan keuntungan.
Kerugian kedua adalah ikan tangkapan nelayan mengalami pergeseran genetik sehingga mengurangi nilai jual di pasar ikan.
"Banyak ikan yang mengalami pergeseran gen, senyawa plastik bercampur dengan organ tubuh ikan," katanya.
Ia mencontohkan harga ikan yang turun di daerah Selayar, Sulawesi Selatan akibat ditemukannya kandungan mikroplastik di dalam ikan. "Sebanyak 25 persen ditemukan ikan yang mengandung plastik, ini menurunkan daya jual ikan," kata Niko.
Baca juga: BaliFokus: ASEAN harus sepakat tolak impor sampah
Berdasarkan data KNTI setidaknya setiap tahunnya suatu komunitas nelayan dinilai dapat mencapai kerugian hingga sebesar Rp196 juta per tahun akibat sampah plastik yang mendominasi laut Indonesia sebanyak 41 persen.
"Jika melihat pendapatan seorang pelaut yang ikut ekspedisi kapal besar saja secara bersih hanya Rp48 juta dalam setahun, ini tidak menutup ongkos alat angkut ikan Rp156 juta per tahunnya," kata Niko.
Baca juga: Indonesia cukup memimpin dalam menyuarakan penanganan sampah plastik
Menurut Niko, kerugian akibat sampah plastik ini dapat diminimalkan oleh pemerintah salah satunya lewat penggunaan Dana Desa untuk daerah pesisir pantai yang dikhususkan untuk pengelolaan sampah.
"Sampah plastik kan ada karena ulah manusia, bukan alam yang memberi. Nah jadi harus digunakan untuk pengelolaannya terutama mereka yang berkaitan langsung dengan wilayah laut," kata Niko.
Tidak hanya menunggu aksi pemerintah dan jajarannya, Niko mengatakan KNTI telah berusaha untuk mengimbau anggotanya untuk mengurangi penggunaan plastik.
"Langkah preventif dari KNTI untuk masalah plastik ini lewat himbauan agar nelayan anggota kita mengurangi plastik. Kita jelaskan plastik itu merusak biota laut, jika kita tidak menjaga laut, maka sumber penghasilan kita juga hilang," ujar Niko menjelaskan langkah KNTI menjaga laut dari sampah plastik.
Baca juga: Generasi milenial perlu dididik jaga kebersihan-sumber daya laut
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: