Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Johanes Tuba Helan mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh memutus sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) diluar wewenang.

"Hakim konstitusi tidak boleh memutus sengketa di luar wewenang mahkamah, yang diberikan negara berdasarkan UUD 1945," kata Johanes Tuba Helan kepada ANTARA di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan permintaan Tim Kampanye Nasional (TKN), yang menyebutkan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara.

Menurut dia, wewenang Mahkamah Konstitusi dalam mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan umum sudah diatur dalam pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.

Wewenang tersebut antara lain mengadili putusan tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

"Di UU sudah jelas bahwa wewenang MK memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu, karena memang sengketa hasil pemilu ke Mahkamahh Konstitusi (MK) hanya hasil pemilu, bukan proses," ucapnya.

Karena itu, pemohon tentu meminta kepada MK agar hal mengenai proses pemilu tidak boleh diputus oleh MK, kata mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB-NTT itu.

Tim kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) menyebutkan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara.

Tim kuasa hukum TKN menyebutkan bahwa di dalam petitum yang dimuat pemohon, ada permohonan pada MK untuk menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar menurut pemohon.

"Artinya, sengketa ke MK itu hanya hasil pemilu, bukan proses pemilu. Jadi pemohon meminta hal mengenai proses pemilu tidak akan diputus oleh MK," ujarnya, menjelaskan.