Kawasan ekowisata mangrove itu di Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara yang dikelola Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Lokasi itu ramai dikunjungi warga pada akhir pekan karena diklaim sebagai destinasi yang murah dan terjangkau semua kalangan masyarakat.
Di lokasi wisata itu, pengunjung dapat melakukan aktivitas bersama keluarga, di antaranya memancing, swafoto, hingga bercengekarama sambil melihat aktivitas monyet-monyet yang telah dijinakkan.
Lokasi wisata itu dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan umum ataupun kendaraan pribadi. Jika mengunakan kendaraan pribadi, pengunjung akan dikenai tarif parkir kendaraan Rp2.000 per sepeda motor dan Rp4.000 untuk setiap mobil.
Memasui area wisata, setiap pengunjung kembali dikenai tarif karcis masuk Rp2.000 per orang. Setelah membayar karcis, pengunjung dapat berjalan-jalan di area ekowisata mangrove, baik melalui jalan utama dengan melihat aktivitas para pemancing maupun melalui jembatan yang mengelilingi lokasi budi daya tanaman mangrove.
Sejumlah pengunjung kawasan ekowisata Manggrove mengakui bahwa tempat itu merupakan lokasi wisata yang murah dan terjangkau semua orang.
“Kami sekeluarga jumlahnya lima orang, bayar Rp10 ribu ditambah mobil Rp4 ribu, sudah bisa menikmati hutan mangrove dan bersantai bersama keluarga di akhir pekan,” kata seorang pengunjung, Ridwan, kepada ANTARA, Minggu (23/6).
Jika dibandingkan dengan wisata di kawasan Ancol yang sudah terkenal, di mana setiap pengunjung pada akhir pekan bahkan membayar Rp40 ribu, menurut dia, kawasan ekowisata mangrove itu lebih murah. Apalagi, jika kedatangan ke Ancol bersama keluarga, anggaran yang disiapkan menjadi cukup besar.
Hal senada juga disampaikan pengunjung lainnya, Indra, yang datang bersama rekan-rekan kantor untuk menghabiskan akhir pekan dengan memancing.
“Rutinitas kami datang memancing dua pekan sekali, untuk menghilangkan kepenatan bekerja di ibu kota,” kata dia.
Terkadang, kata Indra, urusan pekerjaan kantor juga dibahas di lokasi wisata itu, tetapi dengan nuansa yang santai.
“Sambil mancing, 'dapet' ikan mujair, urusan kantor selesai,” ujarnya sambil tersenyum.
Untuk para pengunjung yang tidak membawa bekal dari rumah, di lokasi wisata itu juga ada sejumlah pedagang makanan ringan dan minuman.
Ramai Kunjungan
Salah seorang petugas ekowisata mangrove, Ari, mengatakan lokasi itu ramai dikunjungi wisatawan pada akhir pekan, hari libur, dan liburan sekolah.
“Jika cuaca cerah, pengunjung biasanya banyak datang ke sini dan sebagian besar datang untuk memancing dan berswafoto,” katanya.
Walau ramai dikunjungi pada akhir pekan, kawasan konservasi mangrove itu tetap dibuka setiap hari bagi siapa saja. Lokasi itu juga menjadi tempat untuk program-program penanaman mangrove, baik dari komunitas maupun perusahaan yang menggunakan program dana tanggung jawab sosial mereka.
Sejumlah pengunjung berharap kawasan ekowisata itu dapat dipercantik lagi sehingga semakin banyak wisatawan yang datang untuk menikmati liburan akhir pekan mereka.
“Kalau boleh dibuat satu tempat untuk swafoto bagi anak-anak muda,” ujar Rini, seorang pengunjung.
Ia mengaku datang bersama kawan-kawan sekolahnya karena tertarik unggahan oleh pengunjung di media sosial, Instagram.
“Pas lihat ada foto jalan-jalan di jembatan mangrove, saya dan kawan-kawan buat janji untuk bertemu di sini,” katanya.
Setelah puas berfoto di lokasi wisata itu, mereka langsung mengunggah di semua media sosial yang dimiliki, baik Instagram, Facebook, maupun Twitter.
Rini berharap, pada Hari Ulang Tahun (HUT) Ke 492 Provinsi DKI Jakarta, pemerintah dapat meningkatkan lagi fasilitas di lokasi wisata itu.
Target Retribusi
Pengelola kawasan ekowisata mangrove Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta mengakui bahwa pihaknya ditarget setoran retribusi bagi pengunjung yang memasuki kawasan tersebut.
“Ada target setoran ke pemerintah daerah,” kata pengawas pemeliharaan, Ade Juana, ketika dihubungi ANTAR di Jakarta.
Terkait dengan keluhan sejumlah pengunjung yang tidak mendapatkan karcis sebagai bukti pembayaran di kawasan itu, dia mengakui memang ada pengunjung yang dipungut retribusi, akan tetapi tidak diberikan karcis.
“Memang ada, itu tukang mancing di dalam, uangnya tetap diambil, tapi karcisnya tetap kami sobek, karena ada target setiap blok karcis per bulan,” kata dia.
Ade menjamin untuk setoran masuk kawasan ekowisata mangrove dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa waktu lalu direncanakan pungutan dengan sistem karcis elektronik, akan tetapi karena lokasi dan nilai retribusi kecil, hanya Rp2.000, sehingga hal tersebut belum diberlakukan.
Kawasan ekowisata mangrove Dinas Kehutanan berada di Jalan Pantai Indah Utara I Jakarta Utara, dikelola Seksi Konservasi Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta
“Pengunjung tidak menentu, paling ada peningkatan di akhir pekan dan hari libur. Kalau di hari-hari biasa sepi,” kata Ade.
Setiap bulannya, rata-rata jumlah pengunjung 2.000 hingga 2.500 orang.
Retribusi masuk kawasan itu sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 225 Tahun 2016 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Kelautan dan Pertanian.
Pergub itu mengatur pemakaian fasilitas kehutanan di kota/hutan wisata, yakni mobil Rp4.000 per unit sekali masuk, sepeda motor Rp2.000 per unit sekali masuk, dan orang Rp2.000 per sekali masuk.
Selain itu, sewa lapak tanaman hias Rp1.000 per meter persegi per bulan, foto "pre-wedding" Rp250 ribu per hari dan pengambilan gambar Rp750 ribu per hari.
Dikutip dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Elektronik Pemprov DKI Jakarta, untuk APBD 2019 dari sektor pendapatan sekitar Rp74 triliun. Untuk Sektor Kehutanan, salah satu sumber pendapatan berasal dari pemakaian fasilitas kehutanan di hutan kota atau hutan wisata Rp434 juta.
Baca juga: Pemkab Sinjai bertekad jadikan Tongke-Tongke wisata unggulan
Baca juga: Wisatawan disuguhi hamparan mangrove jelang Tanjung Lesung
Baca juga: UI kembangkan wisata mangrove di Nusakambangan