YLKI soroti promosi rokok di arena Pekan Raya Jakarta
23 Juni 2019 17:44 WIB
Ilustrasi - Pelaku UKM memperlihatkan contoh kerajinan kotak rokok dan celengan yang terbuat dari kayu serta batok kelapa di stan Jakarta Fair Kemayoran, Senin (17/6/2019). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyoroti keberadaan promosi rokok di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair 2019.
"Di arena PRJ banyak tenaga pemasar yang menjajakan dan mempromosikan produk rokok dari berbagai merek," kata dia melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan tenaga pemasar yang kebanyakan perempuan itu, menawarkan produk rokok dengan harga yang murah. Hanya dengan Rp20 ribu, pembeli bisa mendapatkan dua bungkus rokok dengan wadah sebagai aksesoris.
Selain tenaga pemasar yang menawarkan produk rokok dengan harga yang murah, Tulus juga mempermasalahkan arena PRJ yang tidak bebas dari asap rokok karena banyak orang yang merokok.
Menurut dia, hal itu bertentangan dengan citra yang ingin dibangun dari PRJ sebagai kegiatan berskala internasional. PRJ masih kalah bila dibandingkan dengan Pasar Tjacucak, sebuah area pasar tradisional di Bangkok, Thailand.
"Pasar Tjacucak bebas dari asap rokok. Tidak ada orang yang merokok di pasar tersebut, apalagi menawarkan dan menjual rokok," kata dia.
Padahal, kata Tulus, sebagai tempat umum PRJ adalah kawasan tanpa rokok yang berarti tidak boleh ada orang merokok serta tidak boleh ada iklan, promosi, serta sponsor rokok.
"Masih ada waktu seminggu bagi pengelola PRJ memperbaiki layanan dan kinerja. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengawasi pelaksanaan PRJ," kata dia.
Baca juga: IAKMI: penjual tradisional setia bela industri rokok
Baca juga: Ketika hari anak "dinodai" promosi rokok
Baca juga: IAKMI: penjual tradisional dimanfaatkan untuk promosi rokok
"Di arena PRJ banyak tenaga pemasar yang menjajakan dan mempromosikan produk rokok dari berbagai merek," kata dia melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan tenaga pemasar yang kebanyakan perempuan itu, menawarkan produk rokok dengan harga yang murah. Hanya dengan Rp20 ribu, pembeli bisa mendapatkan dua bungkus rokok dengan wadah sebagai aksesoris.
Selain tenaga pemasar yang menawarkan produk rokok dengan harga yang murah, Tulus juga mempermasalahkan arena PRJ yang tidak bebas dari asap rokok karena banyak orang yang merokok.
Menurut dia, hal itu bertentangan dengan citra yang ingin dibangun dari PRJ sebagai kegiatan berskala internasional. PRJ masih kalah bila dibandingkan dengan Pasar Tjacucak, sebuah area pasar tradisional di Bangkok, Thailand.
"Pasar Tjacucak bebas dari asap rokok. Tidak ada orang yang merokok di pasar tersebut, apalagi menawarkan dan menjual rokok," kata dia.
Padahal, kata Tulus, sebagai tempat umum PRJ adalah kawasan tanpa rokok yang berarti tidak boleh ada orang merokok serta tidak boleh ada iklan, promosi, serta sponsor rokok.
"Masih ada waktu seminggu bagi pengelola PRJ memperbaiki layanan dan kinerja. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengawasi pelaksanaan PRJ," kata dia.
Baca juga: IAKMI: penjual tradisional setia bela industri rokok
Baca juga: Ketika hari anak "dinodai" promosi rokok
Baca juga: IAKMI: penjual tradisional dimanfaatkan untuk promosi rokok
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: