Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menginginkan pemerintah daerah dapat benar-benar memperkuat pengawasan perlindungan konsumen karena hingga kini masih ditemui berbagai permasalahan perlindungan konsumen di beberapa daerah.

"Persoalan perlindungan konsumen adalah persoalan kita semua, perlu solusi bersama untuk memberikan kepastian hukum bagi konsumen, kelembagaan perlindungan konsumen yang secara eksplisit ada dalam UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, BPKN, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, bersama-sama melakukan pembinaan dan pengawasan terkait permasalahan perlindungan konsumen yang terjadi di masyarakat," kata Ketua BPKN Ardiansyah Parman dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, BPKN telah melakukan pengawasan di beberapa daerah, antara lain Palembang, Jambi, Makassar, Semarang, Padang, Yogyakarta, Bali dan Mataram, dan ditemui beberapa masalah perlindungan konsumen yang dalam hal ini harus segera dicari solusi.

Ia berpendapat bahwa persoalan perlindungan konsumen di daerah sangat beragam antara lain akibat kurang pengawasan, pemahaman dan perbedaan penafsiran terhadap regulasi sehingga penyelenggaraan perlindungan konsumen menjadi kurang efektif.

"Persoalan terbesar yang dialami daerah adalah, implementasi UU No 23/2014 tentang Pemda sampai saat ini masih ditemukan kendala, untuk itu solusi yang diberikan di salah satu daerah monitoring yaitu terkait permasalahan terhenti dukungan atau minimnya dana untuk penyelenggaraan perlindungan konsumen di kab/kota, BPKN telah membahas bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk mencari solusi," katanya.

Ardiansyah mendorong pemerintah untuk memastikan agar kab/kota dapat melaksanakan penyelenggaraan dan pengawasan perlindungan konsumen di wilayahnya, dan mengingatkan agar pemda selalu mengacu kepada UU Perlindungan Konsumen pada saat mengembangkan regulasi yang terkait hal tersebut.

Berbagai kendala yang terjadi di daerah terkait dengan UU No 23/2014 tentang Pemda dapat diatasi dengan langkah terobosan namun tetap dalam koridor hukum.

"Sebagai contoh Pemda Jawa Barat dengan Pergub No 3/2019 tentang Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Pada pasal 8 disebutkan pemberian fasilitas pendanaan untuk penyelenggaraan BPSK, pembinaan untuk mendorong BPSK menetapkan besaran standar honorarium penyelenggaraan BPSK dan sekretariat BPSK dengan standar dari pemda yang memperhatikan asas kepatutan dan kelayakan, serta pembinaan untuk mendorong pemda menyediakan sarana dan prasarana gedung BPSK serta pemberdayaan SDM pegawai negeri," paparnya.

Ia mengingatkan berbagai pihak bahwa konsumen merupakan pilar perekonomian bangsa yang mempunyai kekuatan besar. Perlindungan terhadap konsumen menjadi sangat strategis sehingga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan penerapannya diwujudkan dalam Strategi Nasional Perlindungan Konsumen.

Sebelumnya, Ardiansyah juga beberapa kali telah mengingatkan pentingnya revisi Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang sudah tidak lagi memadai dengan perkembangan zaman di era digital.

"Pendekatan lintas sektoral dan kewilayahan jelas tidak lagi memadai dalam melindungi kepentingan konsumen," katanya.

Baca juga: BPKN ingatkan pentingnya revisi UU Perlindungan Konsumen
Baca juga: BPKN terima 154 pengaduan konsumen, terbanyak soal perumahan
Baca juga: BPKN soroti empat isu rugikan konsumen, termasuk tiket pesawat