Deklarasi Bangkok tentang sampah laut harus segera diimplementasikan
22 Juni 2019 22:06 WIB
Ibu Saming berusia 57 tahun mengangkat sampah plastik dari sampan kecilnya hasil memulungnya di laut Teluk Kendari di perkampungan miskin nelayan di Kelurahan Petoaha, Kecamatan Abeli, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (5/2/2019). Pemulung di Kelurahan Petoaha didominasi perempuan mencari penghidupan dari menggumpulkan sampah plastik di laut menjelajahi teluk seluas 1.236 hektar. Setiap hari bisa memperoleh sedikitnya 40 kilogram per pemulung dan sampah plastik dijual Rp1.500 per kilogramnya. ANTARA FOTO/Jojon/19.
Jakarta (ANTARA) - Komunitas Pecinta Lingkungan Batukaras CLEAR Community yang aktif menggelar kampanye peduli lingkungan di daerah pesisir berharap Deklarasi Bangkok tentang penanganan sampah di laut dapat segera diimplementasikan.
Aktivis Batukaras CLEAR, Yadi Setiadi menyebut hasil deklarasi ini harus diimplementasikan dan terus disosialisasikan agar tujuan dari deklarasi bisa benar-benar tercapai.
“Secara umum sangat positif memerangi limbah laut di kawasan ASEAN, tetapi jangan sampai deklarasi ini hanya jadi hasil tapi tanpa implementasi. Kami menginginkan ada aksi nyata,” katanya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Dia menyebut hal ini bukan tanpa alasan, karena dampak dari sampah plastik di laut sudah sangat mengkhawatirkan.
“Apalagi Indonesia jadi salah satu negara yang banyak menyumbang sampah plastik ke lautan,” katanya.
Ia juga menyoroti permasalahan impor sampah plastik dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia Tenggara.
“Mudah-mudah ke depannya ada suatu peraturan yang bisa memaksa bahkan melarang penggunaan plastik, terutama yang impor bisa berhenti. Sehingga tujuannya bisa membendung sampah plastik terutama di lautan,” kata Yadi Setiadi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Greeneration Indonesia, Vanessa Letizia, menyebut komitmen negara ASEAN untuk memerangi sampah plastik di lautan patut diapresiasi, karena hal ini menunjukkan bahwa masalah ini sudah sangat krusial untuk diatasi bersama.
“Ini adalah persoalan global yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri,” kata perempuan yang akrab disapa Ines ini.
Hal yang sudah dirumuskan sejak Maret 2019, katanya, sudah cukup baik dan komprehensif, dan yang menjadi tantangan adalah bagaimana kebijakan dan komitmen yang disepakati bersama dapat diimplementasikan di masing-masing negara.
“Tentunya dengan partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan di isu persampahan,” katanya.
Baca juga: Susi: 2030 sampah plastik lebih banyak daripada ikan
Baca juga: Botol plastik hingga sandal jepit ada di perut paus yang terdampar di Wakatobi
Baca juga: Pulau Seribu punya "ecoranger" tangani sampah laut
Aktivis Batukaras CLEAR, Yadi Setiadi menyebut hasil deklarasi ini harus diimplementasikan dan terus disosialisasikan agar tujuan dari deklarasi bisa benar-benar tercapai.
“Secara umum sangat positif memerangi limbah laut di kawasan ASEAN, tetapi jangan sampai deklarasi ini hanya jadi hasil tapi tanpa implementasi. Kami menginginkan ada aksi nyata,” katanya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Dia menyebut hal ini bukan tanpa alasan, karena dampak dari sampah plastik di laut sudah sangat mengkhawatirkan.
“Apalagi Indonesia jadi salah satu negara yang banyak menyumbang sampah plastik ke lautan,” katanya.
Ia juga menyoroti permasalahan impor sampah plastik dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia Tenggara.
“Mudah-mudah ke depannya ada suatu peraturan yang bisa memaksa bahkan melarang penggunaan plastik, terutama yang impor bisa berhenti. Sehingga tujuannya bisa membendung sampah plastik terutama di lautan,” kata Yadi Setiadi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Greeneration Indonesia, Vanessa Letizia, menyebut komitmen negara ASEAN untuk memerangi sampah plastik di lautan patut diapresiasi, karena hal ini menunjukkan bahwa masalah ini sudah sangat krusial untuk diatasi bersama.
“Ini adalah persoalan global yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri,” kata perempuan yang akrab disapa Ines ini.
Hal yang sudah dirumuskan sejak Maret 2019, katanya, sudah cukup baik dan komprehensif, dan yang menjadi tantangan adalah bagaimana kebijakan dan komitmen yang disepakati bersama dapat diimplementasikan di masing-masing negara.
“Tentunya dengan partisipasi aktif dari para pemangku kepentingan di isu persampahan,” katanya.
Baca juga: Susi: 2030 sampah plastik lebih banyak daripada ikan
Baca juga: Botol plastik hingga sandal jepit ada di perut paus yang terdampar di Wakatobi
Baca juga: Pulau Seribu punya "ecoranger" tangani sampah laut
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: