New York (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Marty Natalegawa, dihujani serangkaian pertanyaan yang dilontarkan oleh belasan siswa serta guru Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 8 Yogyakarta. "Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tampaknya lebih bagus dibandingkan negara lain. Tapi, kenapa Indonesia dicap sebagai negara terkorup?" demikian salah satu pertanyaan yang diajukan murid SMAN 8 Yogyakarta. Pertanyaan tersebut muncul saat berlangsungnya wawancara para siswa dan staf pengajar SMAN 8 Yogyakarta dengan Marty, yang dilakukan secara langsung menggunakan telekonferensi video akhir pekan ini. "Sekarang Indonesia lebih transparan, sehingga kekurangan lebih terungkap dan itu kesempatan untuk menindaklanjuti penanganannya. Kita sendiri harus berani menentang tindakan korupsi," kata Marty, dalam salah satu bagian penjelasannya. Selama hampir dua jam, Marty berhadapan langsung dengan para siswa dan pengajar untuk menjawab berbagai pertanyaan. Kepala Perwakilan Tetap RI (PTRI) untuk PBB-New York yang pernah bertugas sebagai juru bicara Deplu RI maupun sebagai Duta Besar RI di London, Inggris, itu mendapat 20 pertanyaan. Isu yang ditanyakan beragam, mulai tentang hubungan ideologi Pancasila dengan upaya perdamaian dunia maupun dengan hubungan antar-bangsa; bagaimana ideologi Pancasila tetap dapat diresapi oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat; hingga peranan Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dalam memajukan perdamaian dunia. Indonesia saat ini menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB untuk periode tahun 2007-2008. Di akhir wawancara secara interaktif, Marty dihadiahi dua lagu, yaitu Tanah Airku dan Indonesia Pusaka yang dibawakan seorang siswa SMAN 8 dengan iringan piano oleh seorang siswa lainnya. Menurut Kepala Sekolah SMAN 8 Drs. H. Maryana, MM, serta guru pembimbing sekolah, Dra. Sri Wahyuni, wawancara yang dilakukan para muridnya tersebut merupakan bagian dari praktik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu mewawancarai para tokoh yang berkecimpung di bidang terkait, termasuk Marty. Sementara itu, Marty menuturkan bahwa wawancara jarak jauh tersebut merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh PTRI New York. Wawancara itu sendiri berawal dari surat elektronik yang diterimanya dari salah seorang siswa SMAN 8 pada November 2007, yang menyatakan harapan agar Marty bersedia berbincang melalui telekonferensi video dengan sekolah itu. Ia menyetujui permohonan tersebut karena hal itu dilihatnya sebagai ajang untuk membiasakan diri membuka komunikasi antara PTRI dengan berbagai kalangan di tanah air. "Saya senang kita dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan kegiatan belajar. Saya akan melakukannya lagi dengan sekolah-sekolah lainnya," kata Marty kepada ANTARA News. Menurut diplomat karir Deplu RI itu, tiap hari ia menerima sekitar 300 hingga 400 surat elektronik (e-mail) dari Indonesia yang berisi pertanyaan mengenai tugas-tugas yang dilakukan para diplomat maupun masalah-masalah lainnya. "Saya akan terus coba jawab dan menindaklanjutinya," kata Marty. Sementara itu, menurut Kepala Bidang Penerangan PTRI-New York, Triyogo Jatmiko, telekonferensi video itu berlangsung atas kerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Yogyakarta. "Telekonferensi menggunakan saluran telefon, bukan satelit. Jadi, kami hanya mengeluarkan dana seperti layaknya untuk percakapan telepon," katanya menambahkan. (*)